Salah satu konsep dasar dalam sistem ekonomi berbasis Islam adalah label haram pada setiap bentuk riba, termasuk bunga bank. Al-Quran dan Hadist secara jelas melarang praktek tersebut karena tidak mengajarkan orang untuk melakukan usaha dan malah berdiam diri untuk mendapatkan tambahan uang dari kompensasi kegunaan waktu. Makan uang riba juga disamakan dengan membunuh saudara sendiri.
Lantas, mengapa ada sebagian kelompok yang menghalalkan bunga bank? Apa alasan mereka menyatakan bahwa bunga bank termasuk transaksi halal? Kemudian bagaimana seorang muslin menjawab permasalah ini? Mari kita bahas salah satu poin utama buku Ekonomi Makro Islam oleh Mustafa Edwin Nasution yang diterbitkan oleh Media Kencana berikut ini.
Bunga hukumnya halal, dalam keadaan darurat.
Ada yang menyatakan bahwa kalau dalam keadaan darurat kita boleh pakai bunga bank. Pendapat ini dapat ditangkis dengan sejumlah argumen seperti kaidah dalam ushul figh bahwa keadaan darurat yang memiliki batas. Definisi darurat yang dinyatakan oleh Imam Suyuti digambarkan sebagai suatu keadaan emergency dimana jika seseorang tidak melakukan sesuatu tindakan dengan cepat akan membawa ke jurang kematian.
Contohnya adalah orang yang tersesat di hutan dan tidak ada yang bisa dimakan kecuali daging babi. Dengan ini, maka pendapat riba diperbolehkan dalam keadaan darurat otomatis menjadi gugur. Kalau hal ini kita terapkan sistem perbankan Indonesia, mana ada wilayah yang tidak ada cabang bank syariah saat ini. Ekspansi bank syariah sudah sampai level kecamatan dan sangat kecil kemungkinan tidak terdapat bank syariah.
Hanya bunga yang berlipat ganda yang dilarang.
Hanya bunga yang berlipat ganda yang dilarang sedangkan bunga yang wajar dan tidak menzalimi diperkenankan, demikian sebagian orang berdalih. Menurut Yusuf Qhardawi, ayat dalam surat Ali Imran ayat 130, “adh’afan mudha’afah” adalah konteks menerangkan kondisi objektif sekaligus mengecam bahwa mereka yang melakukan riba pada sebelum turunnya ayat ini telah sampai pada tahap yang berlipat ganda, misalkan riba dalam sejarah pada kasus ternak. Sehingga pola berlipat-ganda bukanlah suatu kriteria yang bisa mengharamkan riba. Dengan kata lain, tanpa berlipat-ganda pun riba tetap haram.
Dr. Abdullah Draz, yang merupakan salah satu peserta konferensi fikih Islami di Paris menjabarkan kerapuhan asumsi syarat ini. Kata “‘adh’af” berarti kelipatan atau bentuk jamak dari kelipatan 3 yang minimal 3. Sehingga kalau dilipatgandakan menjadi 6. Sehingga kalau bunga dilipatgandakan sebanyak 6 kali adalah suatu hal yang mustahil dalm praktek perbankan ataupun simpan pinjam.
Bank tidak terkena khittab.
Bank sebagai lembaga, tidak termasuk dalam kategori mukallaf sehingga tidak terkena khittab ayat-ayat dan hadist riba. Pendapat ini mengandung kelemahan. Karena pada jaman sebelum Rasulullah telah ada badan hukum yang telah menjalankan praktik riba, kemudian dilihat dari segi hukum, suatu badan hukum atau juridical personality secara hukum adalah sah dan dapat mewakili individu. Bahkan dilihat dari kemudaratan bahwa suatu badan hukum berpeluang untuk melakukan kemudaratan yang lebih besar.
Bunga bank sama dengan sewa tanah.
Kemudian ada yang berpendapat bahwa bunga bank sama dengan sewa tanah adalah merupakan analogi yang salah karena tidak terdapat adanya persamaan illat antara bunga bank dan sewa tanah. Dalam tinjauan ushul fiqh, illat adalah kesamaan sebab dua perkara sehingga untuk menyelesaikannya dapat dilakukan qiyas. Bunga bank dan sewa tanah jelas berbeda, baik dalam akad maupun prakteknya.
Riba untuk produktif tidak dilarang.
Ada pula yang berpendapat riba yang diharamkan adalah riba dengan jenis bunga konsumtif sedangkan untuk hal produktif, riba tidak diharamkan. Hal ini dibantah oleh Yusuf Qardhawi bahwa pada jaman jahiliah bukanlah riba konsumtif. Riba yang banyak ditemukan justru riba produktif, dimana pinjaman biasanya dilakukan oleh kafilah-kafilah yang melakukan ekspedisi pada musim dingin dan musim panas.
Berdasarkan beberapa analisa yang dilakukan oleh para ilmuwan di atas, maka jelaslah bahwa bunga bank hukumnya adalah haram. Haramnya bunga bank ini dikarenakan beberapa sifat dari bunga bank yang hampir sama dengan riba. Hal ini sesuai dengan pemikiran para fuqaha, dan juga fatwa sejumlah ulama. Adapun pendapat yang membolehkan riba dapat dinilai sangat rapuh sehingga dapat dengan mudah dijatuhkan.
Semoga informasi ini bisa memberikan manfaat untuk Anda.