Benarkah Berbelanja Adalah Kegiatan Menyebalkan dan Penyebab Stress?

Akibat Meremehkan Masalah SepeleHai blogger Jombang pembaca setia blog The Jombang Taste! Tahukah kalian bahwa masyarakat Amerika Serikat saat ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja dibanding masyarakat lain di dunia. Demikian dikatakan oleh Barry Schwartz dalam salah satu buku marketing yang ditulisnya. Masyarakat Amerika pergi ke pusat perbelanjaan sekitar seminggu sekali, lebih sering daripada pergi ke tempat ibadah. Sekarang ini pun laporan statistik menyatakan Amerika memiliki lebih banyak pusat perbelanjaan, baik berupa supermarket maupun minimarket, daripada sekolah menangah atas.

Pada survei yang diadakan pada tahun 2004, Barry Schwartz menyatakan bahwa 93 persen remaja puteri yang disurvei mengatakan bahwa berbelanja adalah kegiatan favorit mereka. Wanita dewasa juga mengatakan bahwa mereka suka berbelanja. Namun wanita pekerja mengatakan bahwa berbelanja adalah pekerjaan yang menyebalkan, seperti juga anggapan kebanyakan laki-laki. Mengapa menyebalkan? Bisa jadi disebabkan karena aktifitas berbelanja memerlukan lebih banyak waktu dari dugaan awal. Kemacetan di jalan dan banyaknya pilihan produk menguras lebih banyak energi.

Ada satu fakta menarik dari penelitian tersebut. Ketika mereka diminta untuk memeringkatkan kesenangan dari sekian banyak aktifitas mereka, berbelanja keperluan rumah tangga menduduki peringkat terakhir di bawah, dan berbelanja hal lain menempati peringkat kelima di bawah. Dan trend tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini menurun. Kelihatannya, sekarang ini orang lebih banyak melakukan aktifitas berbelanja namun kesenangan yang mereka miliki semakin berkurang.

Berbelanja Membutuhkan Pertimbangan Otak

Ada fakta yang membingungkan mengenai hasil temuan Barry Schwartz di atas. Hal itu tidaklah terlalu aneh, mungkin karena sekarang orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja di supermarket dan minimarket lokal dari pada dulu. Dengan adanya banyak pilihan yang tersedia, memilih apa yang Anda inginkan memerlukan usaha yang lebih keras. Namun mengapa orang semakin kurang menyukainya? Karena berbelanja melibatkan pertimbangan yang keras dari otak kita.

Dan apabila mereka semakin kurang menyukainya, mengapa mereka terus melakukannya? Jawabnya karena faktor hiburan. Jika kita tidak suka berbelanja di supermarket dan minimarket lokal, misalnya, kita dapat mampir sebentar saja ke toko kelontong sebelah rumah hanya untuk membeli barang yang selalu kita beli tanpa memperdulikan alternatif yang ada. Kita tidak perlu membebani diri harus ke supermarket jika barang kebutuhan bisa dibeli pada penjual dekat dengan rumah. Selain mengandung hiburan, ternyata berbelanja membutuhkan ketangkasan mempertimbangkan harga terbaik.

Hal yang sama rumitnya adalah ketika berbelanja makanan cepat saji. Saat ini masyarakat disuguhkan beragam makanan lezat dan dapat dinikmati dalam waktu singkat. Anda mungkin menyukai makanan pizza, bento, donat, kebab, dan aneka jajanan lain yang kedainya berada di satu barisan yang sama. Kebingungan pasti akan Anda rasakan. Dan pilihan terakhir akan tertuju kepada makanan yang harganya lebih bersahabat di kantong dengan tetap membantu tercapainya program diet Anda. Pertimbangan merek barangkali akan menjadi perhatian terakhir Anda.

Bagaimana dengan pengalaman Anda berbelanja di supermarket dan minimarket lokal? Apakah Anda merasa senang dengan banyaknya pilihan? Atau justru makin banyaknya pilihan membuat Anda kurang bisa menikmati sisi hiburan dari berbelanja di minimarket? Silakan berbagi komentar di kolom komentar.


Comments

Satu tanggapan untuk “Benarkah Berbelanja Adalah Kegiatan Menyebalkan dan Penyebab Stress?”

  1. […] Pada prinsipnya, perkembangan teknologi mengikuti kebutuhan manusia. Semakin banyak jenis keinginan manusia, teknologi akan terus dikreasikan oleh […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *