Belajar Ikhlas Memberi dan Melupakan Kawan Lama

selamat tinggal kawan lama
selamat tinggal kawan lama

Sahabat seharusnya menjadi orang yang setia menemani kehidupan kita baik dalam suka dan duka. Sahabat terbaik adalah mereka yang siap menerima kehadiran kita walau dalam situasi sesulit apapun. Mereka bersedia membantu tanpa pamrih dan meminta imbal balik.

Saya termasuk orang yang berusaha menghargai arti persahabatan. Sedikit kebaikan dari seorang sahabat akan selalu saya kenang. Saya lebih suka berbagi dengan sahabat ketika dalam senang. Saya tidak suka menunjukkan kesusahan di depan mereka. Itulah alasan mengapa saya selalu bersikap ekstrovert dan welcome pada orang-orang baru dalam hidup saya.

Namun tidak semua orang sepaham dengan pemikiran saya tentang mengartikan makna persahabatan. Saya masih ingat dengan jelas peristiwa yang terjadi pada tahun 2005 lalu. Saya berniat memakai setengah gaji pertama saya untuk acara makan-makan bersama teman-teman satu kerjaan. Waktu itu saya kerja di perusahaan tekstil yang berpusat di Surabaya.

Saya mendatangi Tri, salah satu kawan dari Ngawi.

“Tri, untuk gaji pertamaku nanti aku rencana ngajak teman-teman ke kedai XXXXX yang ada di dekat pos jaga sana. Menurut kamu gimana?”

“Nggak usahlah…”

“Mengapa?”, saya yang baru kenal tapi sudah akrab dengan Tri bisa dengan bebas menyela omongan dia.

“Nggak usah kamu pikirin teman-teman. Mereka aja nggak mikirin kamu”

Glek! Saya terpana. Ucapan Tri ada benarnya. Waktu berjalan dengan cepat sehingga pada ketika saya menerima gaji pertama saya mendapat tugas keluar kota. Tidak ada perayaan makan bersama di Surabaya. Meski demikian, saya cukup senang mendapat kawan-kawan baru dari cabang usaha yang ada di luar kota.

Mudah Menemukan, Sulit Melupakan

Pada dasarnya saya termasuk orang yang pemalu dan tidak mudah bergaul dengan orang asing. Namun karakter tersebut sudah saya usakan terkikis habis ketika mendapat tugas pekerjaan yang mengharuskan saya berinteraksi dengan lantang bersama orang-orang yang tidak saya kenal sebelumnya.

Saya berkesempatan memiliki ‘sahabat sesaat’ dalam beberapa kali kesempatan. Waktu itu saya berharap banyak akan bisa terus berkawan dengan mereka. Mungkin saya terlalu sentimentil sehingga setiap kebersamaan bisa memberi makna tersendiri dalam hidup saya. Setiap peristiwa menimbulkan kesan yang masih saya ingat hingga sekarang.

Saya ingat, dulu saya punya kawan namanya Dayat, pemain organ tunggal yang juga kerja di salah satu supermarket di Surabaya. Kami berkawan layaknya saudara. Tapi dia menghilang begitu saja saat pindah kerjaan. Lalu saya kenal namanya Mas Muslimin, warga Probolinggo yang selama tiga bulan sering berbagi kendaraan dan makan siang. Begitu dia dapat teman baru, teman lama ditinggalkan.

Yang paling mengesalkan adalah punya sahabat yang menikah, lalu setelah menikah dia meninggalkan kita sendirian. Apa dia nggak ingat sudah dibantu menyiapkan segala keperluan pernikahannya. Apa dia lupa semasa masih berjuang dalam berbagai cobaan. Ah, akhirnya saya harus pasrah dan merelakan semua terjadi. Untuk apa mengenang masa lalu yang hanya menyesakkan pikiran.

Tidak Ada Yang Abadi di Dunia Ini

Roda kehidupan terus berputar. Orang yang saat ini kita beri kepercayaan sepenuh hati, bisa jadi minggu depan telah berkhianat. Orang yang kita perjuangkan detik ini, mungkin saja akan menjatuhkan kita pada kesempatan berikutnya. Mempercayakan seratus persen pada satu orang hanya akan mengakibatkan kekecewaan berlipat ganda. Prinsip tersebut sudah saya buktikan berkali-kali, baik di kerjaan nyata maupun bisnis online.

Saya tersadar bahwa jika ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Mau diperjuangkan sekuat apapun kalau sudah digariskan nasib tidak bersama ya tidak bakalan ketemu. Ada banyak alasan mengapa kita harus bertemu dengan kawan-kawan baru. Demikian juga, ada banyak alasan kenapa kita harus melupakan kawan-kawan lama. Menikah dan pindah pekerjaan hanyalah dua diantara sekian banyak alasan yang masuk akal.

Tidak ada yang abadi di muka bumi ini. Yang abadi justru perubahan itu sendiri. Demikian salah satu kalimat bijak yang saya yakini. Perubahan sikap kawan-kawan lama kita. Perubahan sikap diri sendiri. Perubahan lingkungan dalam menanggapi respons kita terhadap perubahan sekeliling. Jadi, kalau mau semuanya tetap seperti sedia kala rasanya mustahil terjadi.

Maka, saya mengajarkan kepada diri saya sendiri, lebih-lebih kepada kawan-kawan pembaca blog ini. Ikhlaskan semua kebaikan kita kepada para sahabat. Jangan ungkit-ungkit kebaikan masa lalu karena bisa menumbuhkan sikap takabur. Percayalah, semua pasti ada balasannya. Jika kita menanam kebaikan, maka akan panen kebaikan pula. Sebaliknya, sekecil apapun kejahatan yang ditabur seseorang, maka azab Allah bisa berlangsung di dunia maupun di akhirat.

Semoga terinspirasi!


Comments

6 tanggapan untuk “Belajar Ikhlas Memberi dan Melupakan Kawan Lama”

  1. Tak ada yang abadiiii…hehe. Jadi pengen nyanyi saya.

  2. Avatar Feihung
    Feihung

    ikhlas tidak perlu dikatakan, tapi dilakukan.

  3. kalo sekedar mengucapkan itu mudah tapi mengaplikasikanya yang susah

  4. ikhlas itu awalny dari pekerjaan yang dipaksa terus kepaksa terbiasa dan akhirnya jadi ikhlas

  5. ikhlas saja mas. pasti bahagia dia disana.

  6. Avatar John Marotte
    John Marotte

    Jgn sedih bro. Semua akan menikah pada waktunya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *