Legenda Raja Anu Syirwan Mengutus Barzawaih Berkelana ke Negeri Hindi

Cerita Rakyat Kalimantan Barat: Dongeng Mak Dasah dan Asal Usul Batu Menangis
Cerita Rakyat Kalimantan Barat: Dongeng Mak Dasah dan Asal Usul Batu Menangis

Bagaimana kabar kawan blogger Jombang hari ini? Masih berkisah seputar hikayat Kalilah dan Dimnah, saya melanjutkan artikel seni sastra prosa lama yang mengkisahkan sejarah penulisan Hikayat Kalilah dan Dimnah. Cerita ini saya dapatkan dari buku teks Hikayat Kalilah dan Dimnah yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Meski buku ini terkesan usang, namun pesan moralnya masih relevan digunakan sepanjang jaman.

Inilah ceritanya…

Syahdan terdapat Raja Anu Syirwan yang memerintah negeri Parsi, dikenal juga negeri Persia, dengan wibawa dan bijaksana. Tuhan telah mengaruniakan akal yang penuh pengetahuan yang sempurna, disertai pikiran yang dan perbuatannya yang mulia kepada beliau. Baginda suka menyelidiki segala yang berfaedah sampai ke cabang dan ranting-rantingnya, dan gemar pada segala macam ilmu pengetahuan, arif dan bijaksana tiada bandingannya ketika itu.

Maka kedengaranlah oleh baginda, bahwa di Hindustan ada sebuah kitab yang amat mahal harganya, menjadi dasar bagi segala kesopanan, menjadi dasar bagi segala pengetahuan, penunjuk jalan keselamatan, anak kunci bagi ilmu dan amal yang berguna di hari akhir, dan pagar segala bencana.

Sangat ingin baginda hendak mengetahui isi kitab itu, lalu baginda memerintah kepada wazir Buzurjumihr menyuruh mencari seorang yang mulia budinya, tajam akalnya, ahli dalam bahasa Parsi, ahli pula bahasa Hindi, dan ada pada dirinya cinta akan ilmu pengetahuan, lagi berani mencarinya dan rajin memeriksa kitab-kitab filsafah.

Buzurjumihr Mencari Barzawaih

Buzurjumihr lalu membawa ke hadapan baginda seorang yang cukup padanya yang dikehendaki baginda itu, seorang tabib yang ahli, bernama Barzawaih. Serta sampai ke hadapan baginda Barzawaih pun sujud, lalu bertnah kepadanya, “Hai Barzawaih, kita panggil Tuan karena telah dengar bahwa Tuan seorang yang mulia budi, berilmu, tajam akal dan rajin menambah-nambah pengetahuan. Kepada kita sampai berita, bahwa di Hindustan ada sebuah kitab yang tersimpan dalam perbendaharaan raja.”

Lalu diceritakan bagindalah hal kitab itu. Kemudian titah baginda, “Bersiaplah, karena kita hendak mengutus Tuan ke tanah Hindi, supaya dengan sebudi akal Tuan keluarkan kitab itu dari dalam perbendaharaan raja, disalin ke bahasa kita, sehingga Tuan sendiri beroleh faedah daripadanya dan kami dapat pula manfaatnya. Lain daripada kitab itu pun mana-mana yang belum ada dalam perbendaharaan kita, salinlah juga sedapat-dapatnya. Segera Tuan hendaknya berangkat, dan jangan takut membelanjakan uang untuk itu. Segala isi perbendaharaan kita terserah kepada Tuan untuk digunakan pencari yang kita kehendaki itu.”

Maka bertitahlah baginda kepada ahlunnujum supaya meramalkan suatu hari yang baik untuk Barzawaih berangkat. Pada hari itu berangkatlah Barzawaih menuju tanah Hindustan, membawa dua puluh pundi-pundi, tiap-tiapnya berisi sepuluh ribu dinar. Serta sampai ke negeri Hindi, Barzawaih pun berusaha mencari orang besar-besar dan orang pandai-pandai di negeri itu, dikunjungi mereka ke rumahnya, dan dikatakannya bahwa ia seorang dagang yang datang ke negeri itu hendak menuntut ilmu pengetahuan, dan mengharapkan pertolongan mereka.

Barzawaih Berkelana ke Hindustan

Maka duduklah Barzawaih sebagai seorang penuntut ilmu, berlaku pura-pura belum berpengetahuan sedikit juga. Dalam pada itu banyaklah sudah sahabat kenalannya, baik dari kalangan orang banyak, maupun daripada orang pandai-pandai. Sungguhpun demikian maksudnya masih dirahasiakan juga.

Beberapa lama kemudian, di antara sahabatnya yang banyak itu adalah seorang yang berkenan di hatinya, terpuji kelakuannya, mulia budinya dan setia kepada teman. Kepada orang itulah Barzawaih akan menceritakan isi hatinya dan meminta pertolongan menyampaikan maksudnya. Walaupun begitu lama juga orang itu dicobainya, diujinya kesetiaannya, barulah setelah penuh kepercayaannya diterangkannya.

“Saudaraku,” kata Barzawaih kepada sahabatnya itu suatu hari. “Sudah cukup lamanya rahasiaku kusembunyikan daripada Tuan dan sekarang rasanya telah datang waktunya’untuk kubukakan. Dari pergaulan kita sehari-hari tentu Tuan telah mengetahui, bahwa aku datang ke negeri ini karena suatu maksud, lain dari yang nampak pada lahir.  Orang yang berakal sebagai tuan tiada akan tersembunyi baginya apa yang tersimpan dalam hati, semata-mata dengan melihat yang lahir.”

Orang Hindi itu menjawab, “Sekalipun tiada Tuan katakan kepadaku apa niat Tuan yang sebenarnya, aku telah dapat menerkanya. Tetapi karena inginku hendak tetap bersahabt dengan saudara, tiada aku mau menyebutnya. Sekarang karena Tuan sendiri telah mengakui, bolehkah ku terangkan sangkaku itu. Tuan datang kemari tidak lain hendak mengambil harta benda kami yang mahal-mahal dan dibawa ke tanah air Tuan untuk menyenangkan hati raja Tuan.”

Barzawaih Mendapat Dukungan

Orang Hindsutan itu kembali berkata, “Kelakuan Tuan selama ini adalah pura-pura belaka. Sungguh kulihat betapa teguh dan sabar Saudara dalam mencapai yang dimaksud, betapa rapatnya Tuan menutup mulut sehingga satu pun tiada ada kata yang menimbulkan syak dan curiga. Sungguhpun demikian lamanya Tuan di negeri ini, tampaklah olehku akal Tuan, dan bertambah kuat keinginanku hendak bersahabat dengan Saudara.

Belum pernah aku melihat orang yang lebih dalam akalnya, lebih sempurna adabnya, lebih kuat sabarnya dalam menuntut ilmu, lebih pandai menyimpan rahasia daripada Saudara. Terutama dalam negeri yang bukan negeri Tuan pula, di tengah bangsa yang belum Tuan ketahui adat istiadatnya.

Ada delapan tanda yang menunjukkan bahwa seseorang itu berakal. Pertama pekerti yang lemah-lembut, kedua tahu akan diri, ketiga tunduk kepada raja dan gemar melakukan yang disukainya, keempat tahu di mana ada tempat membukakan rahasia dan bagaimana cara membukakannya, kelima pandai berlaku hormat dan bermulut manis di hadapan raja, keenam tahu memelihara rahasia diri dan orang lain, ketujuh kuasa atas lidah, tiada mau berkata-kata kecuali apabila tiada bahayanya, kedelapan kalau ia berada di tengah majelis tiada menjawab lebih daripada yang ditanyakan orang. Sebab itu, sekalipun akan merugikan aku karena memberikan perbendaharaanku dicuri orang, akan tetapi persahabatanku dengan Saudara menyuruh aku menolong Tuan hingga berhasil yang dicita-citakan.”

Nasehat Untuk Barzawaih

Sangat besar hati Barzawaih mendengar kata sahabatnya itu dan dengan muka berseri-seri menjawablah ia, “Pada mulanya telah ku susun kata yang panjang lebar yang hendak kukatakan kepada Saudara. Tetapi setelah kudengar perkataan Tuan, yang keluar dari hati yang suci, rasanya padalah kataku yang pendek tadi, dan dengan kalimat yang kecil jelaslah kuterangkan kepada Saudara maksudku Yang besar.

Kemudian dalam janji Tuanku hendak menolong menyampaikan maksudku, nampak olehku tanda kemurahan hati dan kesetiaan yang sempurna. Bila kata disampaikan kepada orang arif, rahasia dipercayakan kepada cerdik yang bijaksana, maka telah dipeliharalah ia, dan akan tercapailah olehnya puncak yang jadi tujuannya. Ketika itu tak ubah rahasia itu dengan sebuah mestika yang terpetihara dalam benteng yang yang lebih mulia daripada persaudaraan,” kata sahabat Bat’zawaih pula.

“Barang siapa yang ikhlas hatinya bersaudara, patut ia dipercayai, dan boleh ia dijadikan tempat menyimpan rahasia, suatu pun tak usah disembunyikan lagi daripadanya. Pandai memelihara rahasia adalah suatu sifat yang menjadi puncak kesopanan. Apabila rahasia telah tergenggam dalam tangan orang yang boleh dipercaya dan pandai menyimpannya, maka telah amanlah ia, tiada akan terbuka-buka lagi.

Hanya kerapkali pula rahasia tiada aman terpelihara dalam dada dua orang yang mengetahuinya itu saja. Apabila salah seorang di antara yang berdua itu menyebutkannya, tak dapat tidak tentu adalah orang yang ketiga. Dan bila lebih dari dua orang yang mengetahuinya rahasia terbukatah, hingga tiada seorang juga lagi yang dapat menyangkalnya. Tak ubahnya ketika itu dengan awan yang berserak di langit, lalu ada yang mengatakan, lihatlah awan berserak, tentu tiada orang yang membantahnya.

Adapun pekerjaan yang Tuan minta daripadaku itu nyatalah rahasia yang tak dapat disembunyikan, pasti akan cakapan orang. Apabila rahasia itu terbuka juga dan jadi percakapan orang, maka celakalah diriku sekalipun karena perbuatan tanganku sendiri, tak mungkin ditebus dengan harta, bagaimana juga banyaknya.

Tuan mengetahui sudah bahwa raja kami keras hukumannya, kesalahan yang kecil pun dihukumnya dengan hukuman yang berat. Betapa pula kesalahan yang besar seperti ini? Tentulah karena pekerjaan yang kukerjakan terdorong oleh persahabatan kita itu, aku tiada akan diberinya ampun lagi.”

Ketika itu menjawablah Barzawaih, “Adapun orang pandai-pandai memuji sahabat yang pandai menyembunyikan rahasia sahabatnya dan mau menolongnya mencapai maksudnya. Akan permintaanku kepada Saudara itu aku berjanji senantiasa akan merahasiakannya. Aku percaya akan kemuliaan budi dan kesempurnaan akal Saudara dan aku tahu Tuan tentu tiada menaruh syak kepadaku. Yang Tuan takut ialah kaum kerabat Tuan juga yang rapat kepada Tuan, rapat pula dengan raja.

Sungguhpun demikian besar harapanku janganlah rahasia ini terbuka kiranya, karena aku hanyalah seorang musafir jua, Tuan juga yang tetap di negeri ini. Adapun selama aku di sini, maka dapatlah aku berjanji tak ada orang yang Tuan takuti.”

Barzawaih Menyalin Kitab Hindustan

Setelah dua sahabat itu berteguh-teguhan janji, diberikanlah oleh orang Hindustan itu pada Barzawaih kitab yang dimintanya, begitu pula beberapa kitab yang lain yang dikehendakinya. Ia adalah datuk bendahara kerajaan yang memegang kunci perbendaharaan negeri. Demi kitab itu diterima Barzawaih, mulailah ia menyalinnya dengan segera, siang-malam tiada henti-hentinya. Cemasnya kalau-kalau sedang bekerja Raja teringat akan kitabnya dan tiada ditemuinya dalam perbendaharaan.

Setelah semua kitab itu disalin Barzawaih, ia pun mengirim kepada Rajan Anu Syirwan memberitahukan hal itu. Ketika khabar itu sampai kepada baginda sukacitalah baginda amat sangat, lalu meminta supaya Barzawaih lekas pulang takut kalau-kalau ada pula bahaya bagi dirinya jika ia terlalu lama di sana.

Barzawaih pun pulang dan sampai ke dalam negeri masuklah ia menghadap raja. Ketika Raja Anu Syirwan melihat Barzawaih, bagaimana pucat mukanya dan kurus badannya, tahulah baginda betapa berat pekerjaannya di negeri Hindi. Maka bertitahlah baginda. “Hai hambaku yang bijaksana yang telah berbahagia dapat memetik buah jerih payahnya, senangkanlah hatimu, karena jasamu yang besar itu tak dapat tidak akan memperoleh balasan yang sepatutnya jua adanya.” Lalu baginda memerintahkan supaya ia melepaskan lelah tujuh hari lamanya.

Pada hari yang kedelapan bertitahlah baginda menyuruh menghimpunkan orang besar-besar dan orang cerdik pandai dalam negeri. Setelah terkumpul semuanya, baginda lalu menyuruh memanggil Barzawaih. Maka datanglah Barzawaih membawa kitabnya, dan serta sampai di hadapan, dengan titah baginda dibacanyalah kitab itu. Setelah semua yang hadir mendengarkan bagairnana indah-indah kias ibarat ceritanya, sukacitalah mereka dan ramailah orang memuji-muji Barzawaih, seraya mengucap syukur kepada Allah atas nikmatnya yang tiada terhingga.

Barzawaih Mendapat Hadiah

Baginda pun bertitahlah menyuruh membuka perbendaharaan, dan mempersilakan Barzawaih mengambil apa yang disukainya daripada mas dan perak, permata yang berjenis-jenis dan pakaian yang mahal-mahal. “Hai Barzawaih,” titah baginda, “sebenarnya kita telah menitahkan supaya Tuan didudukkan di atas singgasana seperti kita, diletakkan mahkota di atas kepala Tuan dan diangkat jadi penghulu semua orang besar-besar.”

Mendengar sabda baginda itu, Barzawaih sujudlah seraya menyembah, “Moga-moga barang dimuliakan Tuhan juga Tuanku dunia dan di akhirat, dan dibalasnya dengan balas yang patut. Adapu harta maka beribu-ribu ampun, berkat rezeki yang dilimpahkan Tuhan atas diri patik selama Tuanku memerintah, tiadalah hajat patik kepadanya lagi. Sungguhpun demikian, karena Tuanku menyuruh patik menerima karunia, dan patik tahu Tuanku akan suka-cita karena itu, patik memilih persalin saja, sekadar memenuhi permintaan Tuanku.”

Lalu Barzawaih memilih beberapa helai pakaian kebesaran. “Ampun, Tuanku,” sembahnya pula sudah itu, “adapun manusia apabila dihormati orang, wajiblah ia bersyukur, sekalipun kehormatan itu sudah jadi hak baginya, pembalas jasa besar yang telah diperbuatnya umparnanya, Akan patik sendiri ringan rasanya segala kesusahan dan keberatan yang telah patik derita, karena patik mengetahui bahwa dengan itulah tercapai kesenangan hati Tuanku, dan terbuka jalan yang akan mendekatkan patik kepada Tuanku.

Sekalipun demikian ada suatu permintaan patik yang patik harap sudi kiranya Tuanku mengabulkan, istimewa karena bukanlah ia suatu permintaan yang berat, sekalipun besar faedahnya bagi patik.” baginda. “Katakanlah apa permintaanmu itu supaya kita kabulkan” “Ampun, Tuanku” sembah Barzawaih.

“Adapun kesusahan dan keberatan yang telah patik tanggung karena menyempurnakan perintah Tuanku, maka janganlah Tuanku pikirkan jua. Bukankah patik hamba yang wajib mengurbankan diri untuk Tuannya? Tidak pun Tuanku balas karunia yang limpah, tiada juga patik akan merasa hati, betapa pula setelah perbuatan yang kecil itu Tuanku balas dengan balasan yang besar, hingga kalau ada kuasa Tuanku hendak Tuanku cukupkan bahagia dunia dan akhirat pada diri patik. Maka Allah jua kiranya yang akan membalas kemurahan hati Tuanku itu dengan sepatutnya.

Barzawaih Ingin Dikenang Selamanya

Kemudian permintaan patik, ialah bahwa Tuanku titahkan wazir Buzurjumihr, supaya mengarangkan sebuah bab, menceritakan keadaan dan hal ihwal patik semuanya. Bab itu kalau telah selesai hendaklah ditempatkan sebelum cerita lembu dengan singa. Apabila Tuanku mau menambahkan demikian, maka telah cukuplah karunia Tuanku kekalkan nama patik untuk selama-lamanya, di mana juga hikayat itu dibaca orang.”

Raja memerintahkan Buzurjumihr untuk memenuhi permintaan Barzawaih. Kemudian wazir itu menyusun bab itu. Setelah selesai dikarangkannya, diberitahukannyalah kepada raja, maka dihimpunkanlah segala hamba rakyat, dan raja pun bertitah menyuruh Buzurjumihr membacanya sambil Barzawaih berdiri di sisinya. Setelah selesai dibaca, sukacitalah raja, dan Buzurjumihr pun dipuji-puji oleh baginda dan oleh semua yang hadir.

Baginda pun lalu mengaruniai wazir itu hadiah aneka jenis, tetapi tiada pernah juga diterimanya selain daripada pakaian yang indah-indah. Barzawaih mengucapkan terima kasih banyak kepadanya sambil mencium kepala dan tangannya, lalu menyembah di hadapan raja.

“Ampun, Tuanku,” sembah Barzawaih, “sesungguhnya telah Tuanku naikkan patik dengan keluarga patik se muanya ke atas puncak ketinggian yang setinggt-tingginya dengan karangan Buzurjumihr itu. Mudah-mudahan barang dikaruniai Tuhan juga kiranya Tuanku dengan karunia-Nya yang berlipat ganda dibalas-Nya pula paduka wazir dengan balasan Yang sebaik-baiknya hendaknya. Amin”

Demikianlah kisah perjuangan Barzawaih dalam mencari isi cerita motivasi kehidupan yang tertuang dalam Hikayat Kalilah dan Dimnah. Amanat cerita ini adalah ilmu merupakan harta yang paling berharga dalam kehidupan. Orang yang berilmu akan mendapatkan balasan yang sepadan dengan manfaat yang diberikan kepada rakyat. Semoga terinspirasi dan sampai bertemu di artikel The Jombang Taste berikutnya.


Comments

2 tanggapan untuk “Legenda Raja Anu Syirwan Mengutus Barzawaih Berkelana ke Negeri Hindi”

  1. […] Legenda Raja Anu Syirwan Mengutus Barzawaih Berkelana ke Negeri Hindi […]

  2. semakin saya jelajahi isi blog ini, makin banyak nasehat bijak yang saya dapatkan di dalamnya. terima kasih sudah berbagi pengetahuan kepada pengguna internet. maju terus blogger jombang!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *