Ekonomi Konvensional Sebatas Tingkatan Al Nafs Al Lawwamah

Self-interest Homo Islamicus
Self-interest Homo Islamicus

Jenis nafs kedua setelah Al Nafs Al Aininarah adalah Al Nas Al Lawwamah. Bagaimanakah penjelasan jenis nafsu manusia dalam aktifitas ekonomi ini? Allah swt menggunakan nafs ini dalam sumpahnya tentang kepastian hari kiamat dan kaitannya dengan penentuan nasib jiwa seseorang. Al-Quran 75:2 menyatakan: “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinyasendiri)”.

Nafs ini dikatakan sebagai jiwa yang menyesali karena kendati pun telah mencapai tingkat yang lebih mulia (alnafs alsyarifah) namun belum sempurna. Karena itu, kesadaran untuk berbuat kebaikan seringkali juga diikuti oleh perbuatan buruk, sehingga jiwanya selalu dalam keadaan yang resah dan menyesali. Demikian menurut Tim UII dalam buku AlQuran dan Tafsirnya Mid X  Universitas Islam Indonesia Yogyakarta halaman 481.

Selfinterest sebagaimana pengertian ekonomi konvensional tampaknya yang paling tinggi baru mencapai tingkatan kedua nafs ini sebab kendati pun telah muncul kesadaran intuitif seperl empati, pengenalan diri, dan usaha kreatif untuk menyeimbangkan kepentingan diri dengan kepentingan sosial, namun masih didominasi oleh kesadaran material.

Para pelaku ekonomi, baik konsumen maupun produsen belum mampu membebaskan sepenuhnya dari dorongan-dorongan ekonomi yang berisi pemuasan kesenangan ala Bentham dan norma-norma sosial yang menjadi tapal batas institusi pasar bebas dipandang sebagai hambatan yang harus segera dihilangkan.

Jika kita melihat sejarah ekonomi modern, para kapitalis selalu berusaha menyingkirkan kendala-kendala institusional yang menghambat berlakunya pasar bebas dan perdagangan dunia. Dari sini tampak bahwa self-interest ala Smith maupun Bentham bergerak terombang-ambing antara kutub al-nafs al-ammarah dan al-nafs al-lawamah, tidak pernah menemukan titik keseimbangan ekonomi yang stabil.

Dalam pandangan saya, disinilah letak keraguan dan ketidakpastian ekonomi konvensional. Mereka selalu membuat asumsi rasionalitas yang mengutamakan akal logika. Namun mereka tidak mampu menjelaskan bagaimana harga dapat terbentuk oleh mekanisme pasar. Faktor invisible hand yang jadi alasan Adam Smith sejatinya berasal dari pertimbangan tidak rasional dalam aktifitas ekonomi. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk Anda.


Comments

Satu tanggapan untuk “Ekonomi Konvensional Sebatas Tingkatan Al Nafs Al Lawwamah”

  1. […] pandangan saya, final spending seorang muslim akan bertambah besar manakala mampu menambahkan variabel zakat dan infaq sebagai salah satu unsur […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *