Mampukah Penulis Lepas Menerbitkan Buku Cetak?

Gusnaldi, Penulis Novel Pria Terakhir
Gusnaldi, Penulis Novel Pria Terakhir

Anggapan yang terjadi selama ini dalam pandangan masyarakat mengenai profesi penulis adalah kalau sudah berhasil menerbitkan sebuah buku cetak. Text book menjadi acuan apakah seseorang bisa disebut sebagai penulis atau tidak. Padahal anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Profesi penulis terkait dengan banyak jenis pekerjaan, bukan terbatas kepada penulis buku cetak. Masyarakat umumnya hanya melihat media offline sebagai acuan utama sementara arus informasi telah demikian hebat memasuki keseharian manusia modern.

Jenis pekerjaan penulis antara lain penulis skenario film, copywriter bidang periklanan, penulis konten website, penulis naskah pidato, hingga penulis lepas website korporat. Mereka semua berprofesi penulis namun tidak adalah bentuk buku cetak yang bisa digenggam kemana-mana. Karya-karya mereka bisa dinikmati oleh masyarakat luas melalui adegan film atau sinetron, iklan produk tertentu, blog pribadi, situs perusahaan terkemuka dan beragam konten lokal di internet lainnya.

Tak ayal lagi, terdapat kecemburuan sosial antara jenis profesi penulis yang ada mengenai popularitas mereka. Jika buku cetak menjadi salah satu pertanda sebuah profesi penulis, lantas apakah setiap penulis lepas harus menerbitkan buku cetak agar diakui eksistensinya sebagai penulis? Perbedaan media menulis, offline dan online, menghasilkan parameter yang berbeda dalam menilai aktfifitas menulis. Bagi penulis lepas, tidak ada hal yang lebih penting daripada mendapatkan artikel mereka dibaca oleh jutaan pembaca di internet. Sementara bagi penulis buku cetak, mungkin mereka akan bangga jika buku mereka mendapat sorotan media dan dipajang di rak-rak buku.

Selain itu, terdapat kode etik yang harus dipahami oleh setiap ghost writer bahwa mereka tidak boleh membuka jati diri dengan menyebutkan nama klien mereka. Aturan tidak tertulis ini masih berlaku sampai kapanpun. Sebagai penulis bayangan, ghost writer tidak perlu menulis buku cetak yang berisi data-data orang yang pernah memakai jasa mereka. Kondisi ini memang agak tragis, terutama bagi Anda yang memiliki ego tinggi dan tidak bisa menyimpan rahasia orang lain. Jadi, penulis lepas tidak wajib menerbitkan buku jika ingin disebut sebagai penulis. Label penulis tidak akan memberi banyak manfaat untuk seorang ghost writer karena peran mereka sudah terwakili oleh kesuksesan website klien.

Bila seorang penulis lepas atau ghost writer memiliki kesempatan menerbitkan buku, maka isi buku bisa memuat pembahasan bagaimana cara memulai profesi freelance writer, bagaimana cara membangun kepercayaan publik terhadap layanan penulis lepas yang mereka kelola, bagaimana bertahan dalam kompetisi bisnis freelancer writer dan lain-lain. Kemampuan untuk mengaktualisasikan diri dalam bidang penulisan tidak terbatas dalam buku cetak, tetapi juga dalam pergaulan di internet. Semoga artikel kali ini bisa menginsipirasi para penulis lepas di Indonesia.

Maju terus Ghost Writer Indonesia!


Comments

3 tanggapan untuk “Mampukah Penulis Lepas Menerbitkan Buku Cetak?”

  1. Avatar Febri
    Febri

    tergantung tujuannya. kalau memang untuk tujuan ilmiah, lebih baik dibuat buku cetak.

  2. Avatar Graham Faith
    Graham Faith

    Seharusnya bisa.

  3. Avatar Dr. Thiago
    Dr. Thiago

    Seharusnya bisa. Secara potensi sdh memenuhi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *