Indonesia gawat darurat keteladanan hidup. Sebagian besar pelajar kehilangan panutan yang bisa menjadi role of model in true life. Fakta ini bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di depan mata sendiri. Seorang pelajar tidak memiliki hormat pada gurunya, melakukan tindak kekerasan pada guru, bahkan ada juga pelajar yang menghabisi nyawa gurunya.
Potret ini melahirkan lingkaran setan arus pendidikan. Orang tua umumnya menyalahkan instansi pendidikan yang gagal menjalankan fungsinya. Sementara sekolah sendiri memiliki harapan yang besar akan keterlibatan peran orang tua yang tidak kunjung sesuai impian. Masing-masing pihak melakukan pembenaran diri dan muncul sebagai pahlawan kesiangan. Pahlawan kesiangan ini berkoar-koar minta didengar suaranya.
Perlu kita pahami, perilaku pelajar nakal tidak muncul begitu saja dalam hitungan jam. Sikap tercela pelajar mencederai guru tidak tumbuh begitu saja dalam hitungan detik. Masing-masing pihak memberi andil bagi tumbuh dan kembangnya perilaku ekstrim pelajar di luar batas kewajaran. Hentikan sikap menyalahkan teknologi sebagai biang kerok aneka krimininalitas remaja. Ketahuilah semua bentuk kekacauan dunia pendidikan karena kontribusi kita bersama.
Setiap orang tua wajib mendampingi proses tumbuh kembang anak-anaknya berupa kehadiran. Ya. Kehadiran adalah modal utama orang tua mendidik anak. Betapa banyak orang tua kaya gagal menyekolahkan anak-anak mereka karena menganggap pemenuhan kebutuhan uang sudah lebih dari cukup untuk mencerdaskan anaknya. Orang tua seperti ini tidak mengajarkan arti penting sentuhan fisik bagi perkembangan fisik anak. Ingatlah bahwa uang dan harta benda Anda bisa diwariskan kepada anak cucu, tetapi akhlaq mulia tidak bisa diwariskan.
Bagian tidak kalah penting adalah keteladanan guru dalam sikap dan perbuatan sehari-hari. Tidak perlu mengikuti guru setiap detik, cukup dengan memantau akun jejaring sosial guru maka siswa sudah mengetahui apa yang dikerjakan gurunya. Setiap tindakan guru mencerminkan keteladanan untuk muridnya. Andai guru kencing berdiri, muridnya bisa saja kencing seperti doggy style. Begitu mudahnya teknologi menelanjangi privasi seorang guru sehingga tidak ada lagi sekat-sekat pertemanan.
Mari kita saling memeriksa diri. Pendidikan bukan hanya tugas guru semata, melainkam tanggungjawab bersama. Segala tantangan dan permasalahan harus kita hadapi bersama dan bukan saling menyalahkan. Setuju?
Tinggalkan Balasan