Ushul Fiqh: Amar Yang Dihubungkan Dengan Waktu

 

aktifitas ekonomi masyarakat muslim indonesia
aktifitas ekonomi masyarakat muslim indonesia

Adakalnya lafaz amar itu dihubungkan (dikaitkan) kepada suatu waktu tertentu. Jika waktunya telah berlalu sedangkan tuntutan amar itu belum dilaksanakan, apakah amar itu gugur dengan berlalunya waktu tersebut? Dalam menghadapi masalah ini para ulama berbeda pendapat.

Kalangan ulama Hanbali berpendapat bahwa amar yang dikaitkan kepada waktu dan tidak dilaksanakan pada waktunya, maka amar itu tidak gugur dengan berlalunya waktu tersebut. Oleh karena itu, kewajiban dalam amar harus dilaksanakan di luar waktu yang ditentukan berdasarkan kepada amar yang sebelumnya. Hal ini berlaku pula pada amar mutlaq.

Argumentasi yang mereka kemukakan dalam hal ini adalah: Pertama, seandainya amar itu gugur dengan berlalunya waktu, tentu dosa pun akan gugur berlalunya waktu, sebagaimana gugurnya kewajiban dengan gugurnya waktu.

Dosa itu tidak akan gugur dengan berlalunya waktu, demikian pula halnya dengan kewajiban yang tidak gugur dengan gugurnya waktu, karena menurut asalnya, kewajiban itu tetap berada dalam tanggungjawab seseorang yang dikenai kewajiban. Seseorang yang menganggap gugur suatu kewajiban dengan berlalunya waktu, ia harus mengemukakan dalil.

Argumen kedua, waktu merupakan salah satu syarat di antara syarat-syarat lainnya dalam ibadah. Jika syarat waktu tidak ada, maka dengan tidak adanya waktu itu, tidaklah menyebabkan gugurnya kcwajiban. Dalilnya adalah seperti dalam bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat yang termasuk dalam ibadah.

Melaksanakan kewajiban sesuai dengan waktunya bukan merupakan tujuan dari ibadah, tujuannnya adalah ibadah itu sendiri. Tidak ada artinya melaksanakan suatu kewajiban pada waktu yang ditentukan tetapi kosong dari tujuannya untuk ibadah. Oleh karena berlalunya waktu tidaklah menyebabkan gugurnya ibadah.

Kelompok kedua oleh kebanyakan ulama fiqh dan ulama kalam berpendapat bahwa amar yang dikaitkan dengan waktu yang telah kedaluwarsa itu tidak gugur meskipun waktunya telah lewat, karena ia harus meng-qhada-nya berdasarkan amar yang kedua datang setelah waktu tersebut lewat (berlalu). Demikian yang berlaku pada amar mutlaq.

Alasan yang mereka kemukakan yang pertama adalah Sabda Nabi Muhammad SAW: Barangsiapa ketiduran atau lupa untuk melaksanakan shalat, maka ia harus melaksanakan shalat tersebut ketika ia teringat.

Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang lupa dan ketiduran tetap berkewajiban melakukan shalat, setelah waktu shalat itu berlalu. Seandainya amar itu menuntut untuk dilaksanakan hanya pada waktunya, tentu tidak dapat melaksanakannya pada waktu yang kedua (qadha).

Alasan kedua adalah apa yang dilakukan pada waktu kedua bukanlah apa dilakukan pada waktu pertama, oleh karena itu kewajiban untuk melakukan suatu ibadah pada waktu kedua memerlukan dalil, sebagaimana diperlukannya dalil melakukannya pada waktu pertama.

Alasa ketiga adalah kemaslahatan itu berbeda menurut perbedaan waktu. Kemaslahatan yang terdapat dalam waktu yang ditentukan tidak dapat diketahui apakah kemaslahatan itu masih dalam waktu yang kedua. Oleh karena itu, suatu kewajiban tidak dapat ditetapkan begitu saja mengenai waktunya karena mungkin pada waktu itu tidak ada lagi kemaslahatannya.

Pendapat kelompok ketiga dari kalangan ulama Hanafi berbeda pendapat dalam hal amar mutlak. Al-Razi berpendapat amar tnutlak itu tidak gugur dengan berlalunya waktu, tetap harus dilakukan pada waktu kedua dan selanjutnya. Adapun ulama Hanafi yang lain mengatakan gugurnya amar rnutlak itu, sebagaimana gugurnya amar yang dikaitkan dengan waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Satria. 2005. Ushul Fiqih. Kencana: Jakarta

Fadal, Mohamad Kurdi. 2008. Kaidah-kaidah Fikih. Artha Rivera: Jakarta

Syarifuddin, Amir. 1999. Ushul Fiqh I. Logos Wacana Ilmu: Jakarta


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *