Jamane jaman edan. Yen ora edan ora keduman. Demikian unen-unen Bahasa Jawa yang menggambarkan carut-marutnya moral manusia yang hidup di jaman sekarang. Ketenteraman hidup warga di desa tempat tinggal saya terusik oleh isu asosial selama sebulan terakhir ini. Dua penyakit sosial menjangkiti sebagian warga dan meresahkan masyarakat lainnya, yaitu perselingkuhan dalam rumah tangga dan pencurian binatang ternak milik warga. Sangat disayangkan jika para orang tua dan remaja saling berlomba-lomba mengumbar kemaksiatan di depan anak kecil. Mereka seharusnya mampu memberikan keteladanan mulia dalam hidup sehari-hari.
Perselingkuhan Nenek Lincah
Kasus pertama adalah perselingkuhan antara Si Neli (nenek lincah) dengan Si Kasep (kakek kesepian). Keduanya sudah memiliki anak cucu tapi perilakunya tidak mau kalah dengan anak muda. Kedekatan pria dan wanita ini sudah lama diketahui oleh warga sejak beberapa bulan lalu. Keduanya sering menghabiskan waktu berdua di pematang sawah yang lokasinya agak jauh pemukiman. Meski warga sudah mengetahui terjadi tindak asosial, warga belum melakukan tindakan pemberantasan karena belum memiliki bukti dan saksi yang bisa menguatkan dugaan tersebut.
Dasar Si Neli bermulut besar, sudah dinasehati supaya jangan pedekate dengan suami orang, malah si emak ini menantang warga untuk membuktikan perselingkuhannya. “Deloken dewe… jajalan nek ono sing iso ngenekno aku,” Maksudnya adalah sesumbar apakah masyarakat desa bisa menangkapnya ketika sedang asyik berduaan dengan Si Kasep. Apesnya, tiga hari lalu keduanya digerebek anak-anak muda yang sudah lama mengintai keduanya beraksi di pematang sawah pada malam hari. Keduanya digelandang ke hadapan Kepala Desa untuk diadili. Harapan warga adalah membuat malu sekaligus jera pasangan ABG tua ini.
Kepala Desa tampaknya bertindak hati-hati kali ini. Beliau melaporkan tindak kejahatan sosial ini ke pihak yang berwajib padahal warga ingin mengarak kedua sejoli ini keliling kampung untuk membuat malu seumur hidup. Jam sepuluh malam polisi datang dan mendenda keduanya dengan uang tunai sebesar Rp15 juta. Nah loh, apakah denda ini tidak makin menyengsarakan pelaku. Untuk makan sehari-hari saja sudah susah apalagi untuk membayar denda. Apapun hukuman yang diterima Si Neli dan Si Kasep, itu baru hukuman di dunia. Mungkin mereka berdua dan warga lupa bahwa hukuman yang sebenarnya akan mereka terima di akhirat nanti.
Pencurian Ayam Jago
Belum selesai geger perselingkuhan Si Neli yang membuat heboh warga kampung, saat ini masyarakat masih mengintai siapakah dalang dibalik hilangnya puluhan ayam jago milik sejumlah warga desa. Terhitung paling sedikit tiga rumah warga melaporkan kehilangan ayam jago yang mereka pelihara. Uniknya, ayam jago yang dibawa kabur pencuri adalah ayam jago khusus aduan. Ayam jago itu tidak dipelihara untuk diambil dagingnya, melainkan digunakan untuk sabung ayam dan taruhan uang. Seekor ayam jago untuk sabung ayam bisa dihargai Rp750 ribu. Hitung sendiri nominalnya jika jumlah ayam yang dicuri sebanyak 10 ekor.
Sejauh ini, kasus pencurian ayam menimbulkan rasa saling curiga diantara sesama warga. Puluhan warga saling berdiskusi setiap malam untuk membahas siapa sebenarnya pencuri ayam spesialis jago sabung ayam. Beberapa diantara mereka malah merencanakan aksi penjebakan kepada pecuri ayam jago. Kita lihat saja perkembangan kasus pencurian ayam ini apakah nanti warga bisa menangkah pencurinya atau tidak. Yang tidak kalah menarik ditunggu adalah bentuk hukuman seperti apakah yang akan diberikan kepada pencuri ayam mengingat kerugian materi yang diderita pemilik ayam jago tidak sedikit. Belum lagi hilangnya ayam itu juga menghilangkan pangsa taruhan sabung ayam bagi sebagian bos-bos berduit.
Untuk kasus pencurian ayam jago ini saya berpikiran positif. Mungkin inilah cara Allah menghilangkan kemaksiatan sabung ayam di desa kami dengan cara yang tidak disangka manusia. Namun secara umum, saya menyayangkan kejadian kasus perselingkuhan dan pencurian ini berlangsung pada bulan Ramadhan dan sekitar Hari Raya Idul Fitri. Kalau alasannya adalah karena faktor ekonomi, maka sebenarnya masih banyak cara mencari uang yang halal dan terhormat dibanding berselingkuh dan mencuri. Pemerintah pun seharusnya memiliki kepedulian terhadap pencegahan dekadensi moral warganya.
Orang tua perlu memantau kegiatan anak-anak mereka jangan sampai lepas kendali. Sebesar apapun kepercayaan yang diberikan orang tua kepada anak, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Dan untuk para remaja yang saat ini sedang tumbuh menjadi manusia dewasa, tetaplah rajin beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Ingatlah bahwa semua bentuk tindakan yang Anda lakukan akan membawa akibat di dunia dan di akhirat kelak. Semoga adik-adik remaja tidak mencontoh perbuatan tercela kasus penyakit sosial ini. Mari selalu berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan yang tidak perlu.
Tinggalkan Balasan