Apa kabar sobat blogger Jombang? Pada cerita sebelumnya, The Jombang Taste telah menghadirkan cerita asal-usul daratan Pulau Selandia Baru dan asal mula bangsa Maori di negara New Zealand. Sementara itu waktu berlalu dan Maui melihat bahwa waktu siang terlampau pendek karena Tamanuitera, yaitu Sang Surya, bergerak melalui angkasa demikian cepatnya.
Matahari bersinar terlalu pendek dan cepat sehingga manusia tidak cukup mempunyai waktu untuk menjemur kain tapa mereka ataupun untuk mengumpulkan makanan. Tamanuitera timbul, bergerak melalui angkasa lalu terbenam, dengan tidak mengindahkan keperluan-keperluan manusia. Menurut buku Ride With The Sun, Maui adalah salah satu pahlawan rakyat suku Maori di Pulau Selandia Baru. Maui memutuskan dalam hatinya untuk memperlambat jalan matahari.
“Mari kita ikat matahari supaya jalannya menjadi lambat dan manusia mempunyai lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya,” Maui berkata kepada kakak-kakaknya.
Tetapi kakak-kakaknya berkata, “Tidak itu tak mungkin. karena matahari akan membakar siapa saja yang datang terlalu dekat kepadanya!”
Maui menyahut, “Kakak-kakak telah melihat berbagai hal yang telah kulakukan. Aku telah menimbulkan tanah besar Te-ika-maui dari dasar lautan? Bahkan aku masih dapat melakukan hal-hal yang Iebih besar lagi dari itu.
Kemudian Maui berhasil membujuk kakak-kakaknya. Menurut cerita rakyat Maori, Maui mencabut rambut dari kepala kakaknya, Hina. Diambilnya pula rami hijau. Dan dari benda-benda inilah ia minta kakak-kakaknya agar memintal tali.
Berkat kemampuan yang dulu ia peroleh dari nenek moyangnya di kayangan, Maui memasukkan tenaga ajaib ke dalam tali-temali yang telah dipintal kakaknya. Kemudian mereka menjalin jaring, dan bila itu sudah siap mereka pergi ke pinggiran dunia, di mana sang surya terbit setiap hari.
Menurut kepercayaan penduduk asli New Zealand, beberapa bulan lamanya sebelum mereka sampai di ujung dunia. Mereka tiba di sana di waktu malam yang gelap, lalu merentangkan jaring mereka tepat di tempat matahari akan terbit.
Pada pagi hari Tamanuitera pun keluar dan mendapatkan dirinya terjerat di dalam jaring yang besar itu. la melawan. Mereka kakak-beradik itu memegang jaring itu serta melemparkan lebih banyak lagi tali-temali untuk membelit sang matahari. Tali-tali itu mereka simpulkan.
Matahari menghempas ke kiri dan ke kanan tatkala ia merasa tali-temali itu bertambah kuat menjeratnya. la rangkum tali-temali itu dalam tangannya dan berusaha memutuskannya, tetapi tali-temali itu terlampau kuat. Kemudian Maui mengeluarkan pentungan perangnya yang bertuah yang terbuat dari tulang rahang nenek moyangnya, terus maju ke depan dan mulai memukul matahari dengan pentungan itu.
Matahari melawan dengan menyemburkan cahaya panas yang amat terik sehingga kakak-kakak Maui melarikan diri, tetapi Maui bertahan seorang diri dan berkelahi terus. Mereka bergulat mundur-maju, sampai akhirnya matahari menjerit, “Aku adalah Tamanuitera yang gagah perkasa! Mengapa engkau pukul aku?”
“Karena engkau berlalu di angkasa terlalu cepat, sehingga manusia tidak cukup waktu untuk mengumpulkan makanan. Mereka lapar!” kata Maui.
“Aku tak ada waktu untuk berlalu perlahan-lahan,” kata Tamanuitera.
Cerita dongeng rakyat Selandia Baru menyatakan mereka bertempur lagi, dan akhirnya setelah cedera dan lemah, matahari akhirnya berseru, “Sudah! Aku akan bergerak perlahan-lahan!”
la menyatakan ikrarnya dan mereka pun melepaskannya dari jaring itu. Tamanuitera menepati janjinya. Sejak hari itu, ia pun bergerak perlahan-lahan, dan sekarang manusia mempunyai cukup waktu untuk menjemur kain tapa serta mencari makanan. Tetapi beberapa utas tali yang dililitkan oleh Maui pada badan matahari itu tetap ada. Tali-temali yang tinggal ini kadang-kadang dapat dilihat sebagai sinar cahaya yang memancar menembus awan.
Demikianlah salah satu cerita rakyat dari negara Selandia Baru mengenai kemampuan Maui memperlambat gerak matahari. Amanat cerita rakyat suku Maori ini adalah jangan pernah berhenti berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik. Cerita klasik Maori ini juga mengajarkan bahwa kekurangan secara fisik tidak akan menghalangi kita untuk berbuat baik terhadap sesama.
Semoga cerita dongeng suku bangsa Maori ini bermanfaat menambah wawasan Anda. Sampai jumpa di artikel cerita rakyat bersama The Jombang Taste berikutnya!
Daftar Pustaka:
Courlander, Harold. 1955. Ride With The Sun. New York: McGraw-Hill Book Company.
Sejarah yang menarik…
wah hebat ya bisa menjaring matahari…
Kisah rakyat yang unik saat jaman dewa-dewi berkuasa. Sayangnya tidak tepat untuk diceritakan untuk generasi jaman sekarang yang makin kritis berpikir.
cerita ini bagus sekali. saya suka.
Itu belum seberapa. Legenda China malah ada pendekar yang bisa memanah delapan matahari sehingga tersisa satu saja.
mitos Maori yang sekarang jadi fakta. matahari sekarang bisa diperlambat oleh ulah manusia yang tidak bisa hidup disiplin dalam mengelola waktu.
dongeng yang menarik untuk dikaji bagi pendidikan anak-anak.
Cerita ini pernah saya baca di buku sekolah. Sangat baik utk anak-anak.