Baca cerita sebelumnya: Legenda Raja Arief Imam dan Komala Shakti dari Kerajaan Syahiful Dasa (Bagian 3)
Udara pagi di atas pegunungan menambah nyamannya badan ulama Hasan Safei. Ia pergi ke sebuah pancuran untuk mengambil air wudhu. Sesudah sembahyang subuh, ulama Hasan pergi melihat keadaan sekitar tempat tinggal Eyang Said. Sungguh mempesonakan keadaan pemandangannya. Di sana-sini tampak bunga-bungaan yang indah. Dengan asyiknya ulama Hasan Safei memperhatikan pemandangan yang sedap itu.
Baru enak-enaknya ulama Hasan menikmati keindahan alam, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara tangis anak kecil yang datang dari arah belakang. la segera berpaling ke arah datangnya suara tangis itu. Tampaklah olehnya anak kecil itu jatuh tersentuh batu. Segeralah anak kecil itu dihampiri dan didukungnya. Kemudian dibawanya menghadap Eyang Said.
“Hai! Ada apa kau Komala? Kenapa menangis?” seru Eyang Said ingin tahu.
“Eyang, Komala lari-lari mengejar kupu. Kemudian ia jatuh karena tersentuh batu,” tukas ulama Hasan.
“Hati-hatilah, kau Komala. Dasar anak-anak. Ada-ada saja tingkahmu,” ujar Eyang Said.
Ulama Hasan tersenyum memandang kejadian tersebut. Ia bahagia bisa berada disana. Memang, daerah pegunungan sungguh nyaman udaranya. Rasanya Ulama Hasan ingin menghabiskan sisa-sisa hidupnya di tempat itu. Tetapi itu tidak mungkin terjadi. Suatu tugas yang sangat berat masih menunggu ulama Hasan.
Tampak Ulama Hasan tidak tenang, Eyang Said bertanya: “Apakah yang kau risaukan Pak Hasan?”
“Ah… Tidak ada”
“Tidak mau terus terang? Katakanlah dengan jujur. Kalau bisa akan kutolong” kata Eyang Said.
Kesempatan yang baik ini oleh akan dimanfaatkan ulama Hasan. Ia akan mengutarakan terus terang mengenai maksud kedatangannya. “Begini, Eyang. Sebenarnya hamba datang memang ada maksud. Hamba mendapat perintah dari Sri Baginda Arief Imam. Sang Raja mengemban tugas bagi hamba. Tugas ini sangat berat. Bila sampai tidak berhasil, maka hamba akan mendapat hukuman yang berat. Oleh karena itu hamba mohon bantuan dari Eyang Said. Tolonglah hambal”
“Tugas apa kiranya? Kalau aku bisa menolong, tentu akan kutolong!” sahut Eyang Said.
“Begini Eyang. Hamba diperintah oleh Sri Baginda mencari anak kecil laki-laki. Anak itu akan diangkat menjadi putra Mahkota Sri Baginda. Putra angkat itulah yang akan dinobatkah menjadi raja di kerajaan Syahiful Dasa.”
“Ooo, begitu. Tak usah kau mati hanya karena tugas raja. Tuhan akan tetap menolongmu. Mohonlah kepada-Nya!” sahut Eyang Said.
Mendengar ujar itu, ulama Hasan menjadi hening pikirannya. Kemudian ia mendesak lagi untuk minta bantuan. “Eyang, dapatkah menolong hamba?” tanya ulama Hasan minta kepastian.
“Kucoba dahulu, Pak. Tunggulah beberapa waktu di sini. Aku akan mencari ilham untuk persoalanmu,” ujar Eyang Said dengan penuh perhatian.
Setelah beberapa hari Eyang Said bersemadi di suatu tempat, lalu ia ke luar dari kamar. Segeralah ia menyucikan dirinya untuk bersembahyang. Hari itu ulama Hasan dipanggil oleh Eyang Said untuk menghadap.
Tidak lama kemudian ulama Hasan menghadap sambil duduk bersila. Kemudian Eyang Said berkata: “Pak Hasan. Memanglah sudah menjadi nasibku. Cucuku sendiri itulah yang kelak akan menggantikan tahta kerajaan Syahifu! Dasa.”
“Oh, begitu Eyang!” tukas ulama Hasan Safei.
“Kalau begitu, syukurlah.”
“Namun demikian, perlulah saya beritahu sedikit tentang riwayat cuctiku. Komala tiada berayah sejak ia masih dalam kandungan. Ayah Komala meninggal dalam suatu kecelakaan. Sejak saat itu anakku selalu merana. la selalu teringat pada mendiang suarninya. Suaminya bernama Abu Dabie. Ia adalah seorang Iaki-laki yang jujur dan pandai. Tetapi dia suka berbuat hal-hal yang aneh. Pada suatu hari, tibalah saatnya untuk melahirkan. Dan akhirnya lahirlah seorang bayi laki-laki yang mungil dan diberi nama Komala Haji. Sesudah memberi nama anak satu-satunya itu, akhirnya ibu Komala yang bernama Mutmoinah meninggaI dunia. Maka Komala saya pelihara hingga sekarang ini.”
“Oooo, begitu Eyang. Jadi Komala Haji kini sudah yatim piatu, Eyang?” tanya ulama Hasan lebih lanjut.
“Betul demikian, Pak. Dan Komala sekarang sudah berumur tiga tahun. Sedang wajahnya mirip sekali dengan wajah ibunya. Tetapi badannya sangat mirip dengan ayahnya.”
“Lalu… bagaimana seterusnya?” tanya ulama Hasan ingin tahu nasib Komala Haji.
“Sudahlah. Mulai sekarang, terimalah Komala Haji. Asuhlah baik-baik.”
“Baik, Eyang. Semuanya akan hamba Iaksanakan dengan baik” sahut ulama Hasan puas.
Kemudian Komala Haji dibujuk oleh neneknya dengan kata-kata yang manis. Sungguh, sangat ajaib keadaan anak itu. Sebegitu dibujuk oleh neneknya, seketika itu ia sanggup dan akan segera ikut ulama Hasan.
“Kapankah hamba bisa meninggalkan tempat ini?” tanya ulama Hasan ingin tahu.
“Sebaiknya berangkat pagi hari ini. Dan terus sajalah langsung menuju Istana Syahiful Dasa. Di samping itu, biarlah Komala Haji diantar oleh pengasuhnya. Kalau tidak, mungkin Komala akan menangis dan merepotkanmu.”
“Baik, Eyang. Hamba mengucap banyak-banyak terima kasih.” Sungguh, besar sekalilah pertolongan Eyang Said terhadap ulama Hasan itu. Setelah bersiap-siap, ulama Hasan segera mohon diri. la kembali ke Istana dengan seorang pengasuh Komala bersama Komala Haji.
Suatu keadaan yang sungguh-sungguh mengharukan terjadi, pada saat rombongan ulama Hasan dan Komala Haji meninggalkan tempat Eyang Said.
Bersambung ke: Legenda Raja Arief Imam dan Komala Shakti dari Kerajaan Syahiful Dasa (Bagian 5)
Referensi: Kasim, Umi dan Mar. 1977. Raja Arief Imam. Jakarta: CV. Kurnia Esa.
Tinggalkan Balasan