Halo kawan-kawan blogger Jombang dan pembaca di Indonesia! Bulan suci Ramadhan telah tiba. Ada banyak kegiatan ibadah yang dilakukan secara khusus pada bulan puasa ini. Misalnya sholat tarawih secara berjamaah di masjid lalu dilanjutkan dengan tadarus Al-Quran secara bergantian. Alhamdulillah, saya berkesempatan mengikuti tadarus dari hari pertama sampai dengan saat ini. Kali ini saya akan berbagi pengalaman mengikuti tadarus Al-Quran di masjid pada paruh pertama Ramadhan tahun ini.
Tadarus Al-Quran, ada juga yang menyebutnya mengaji Al-Quran, sebenarnya bisa dilakukan kapan saja. Tidak terbatas pada bulan Ramadhan, pada hari-hari biasa pun umat muslim disunnahkan membaca Al-Quran setiap hari. Namun acara tadarus Quran jadi lebih spesial manakala dilakukan pada bulan Ramadhan. Umumnya, tadarus dilakukan di serambi masjid dengan menggunakan pengeras suara. Ketahuan deh siapa yang memiliki suara indah dan berbakat menjadi penyanyi tenar.
Di desa Guwo, kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang terdapat kebiasaan membagi kelompok tadarus menjadi dua, yaitu putra dan putri. Kelompok putri tadarus duluan yang waktunya dimulai sesaat setelah sholat jamaah tarawih sampai dengan pukul 21.00 WIB. Yang mengikuti tadarus putri kurang lebih 20 orang dan kebanyakan terdiri dari ibu-ibu kelompok Muslimat NU. Remaja putri kadang ada yang ikut, tapi hanya bisa dihitung dengan jari. Secara umum, jamaah putri lebih dominan dalam menggunakan waktu tadarus.
Menjadi Pemain Tunggal Tadarus Al-Quran
Kurang lebih pukul 21.00 WIB giliran kelompok tadarus putra yang mengaji Al-Quran. Tidak seperti jamaah putri yang jumlahnya banyak, tadarus putra hanya terdiri dari beberapa orang saja. Selama dua minggu saya tadarus, yang aktif tadarus hanya empat orang. Yaitu saya, salah satu kakak sepupu, dan dua orang anak kecil yang masih duduk di bangku SMP. Biasanya kami mengaji sampai pukul 23.00 WIB. Batas waktu jam sebelas malam ditetapkan untuk menghormati tetangga kiri kanan masjid yang sedang beristirahat.
Saya mempunyai kebiasaan tidur larut malam, nggak di bulan puasa maupun di bulan-bulan biasa, sama saja. Maklum, pekerjaan penulis lepas lebih efektif dilakukan pada malam hari dimana suasana sunyi akan menghasilkan ide-ide cemerlang. Antara jam 23.00 sampai 01.00 saya aktif mengerjakan order penulisan artikel dari sejumlah klien. Lalu jam 01.00 sampai jam 02.15 saya tidur. Untung teknologi sudah canggih sehingga saya terbantu alarm hape yang setia meraung-raung pada beberapa jadwal waktu yang telah saya tentukan.
Jadwal makan sahur saya terbilang cukup kilat. Dari jam 02.15 sampai 02.30 karena buru-buru harus tadarus lagi. Ya, kebiasaan tadarus membangunkan orang untuk makan sahur ini merupakan ‘hobi’ baru saya. Sebelum pukul 03.00 WIB saya sudah harus stand by dan berkoar-koar pakai pengeras suara di masjid. Pernah satu ketika saya terlambat bangun jam 03.15, eh beberapa orang pada protes kok lama nggak ada yang tadarus. Maklum, saya pemain tunggal pada tadarus sahur. Nggak ada temannya sama sekali sampai waktu imsyak menjelang.
Itu adalah kejadian yang berlangsung dari tahun 2012 sampai tahun 2015 kemarin. Untuk tahun 2016 ini saya melakukan sejumlah gerakan perubahan dalam memanajemen tadarus putra. Murid-murid saya yang tergabung dalam kelas marhalah wustho dan marhalah awwal saya libatkan dalam tadarus. Saya membuat jadwal tadarus malam dan tadarus pagi. Tadarus malam dilakukan setelah sholat tarawih, kira-kira jam sembilan sampai jam sepuluh. Sedangkan tadarus pagi dilaksanakan mulai jam setengah tiga sampai jam empat. Tadarus malam lebih banyak peminatnya karena banyak makanan takjil tersedia. Sementara itu, tadarus pagi untuk membangunkan makan sahur lebih sedikit peminatnya.
Walaupun bacaan mereka belum sempurna, setidaknya saya sudah membangun budaya mencintai Al-Quran. Permasalahan kurang percaya diri, mengantuk dan kurangnya dukungan orang tua memang sedikit memusingkan kepala. Namun saya mencoba mendekati mereka secara personal agar motivasi mengikuti kegiatan tadarus Al-Quran tumbuh dari dalam diri mereka sendiri, bukan karena adanya jadwal yang sudah saya tugaskan kepada mereka. Sejauh ini respons masyarakat sangat baik. Mereka mendukung aktifitas remaja-remaja kecil di Masjid Baitussalam Dusun Guwo Desa Latsari Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang.
gambar-anak-anak-belajar-mengaji-di-tpqMerasakan Manfaat Sekolah di PGPQ
Awalnya saya merasa agak tersinggung oleh harapan tetangga yang maunya terus dibangunkan untuk makan sahur lebih awal. Kalau ibadah ya jangan tergantung sama orang lain, begitu pikir saya. Tapi saya ambil sisi positifnya saja. Mereka memberi ‘pressure’ seperti itu sama dengan memberi amanah. Mereka percaya saya bisa membantu orang-orang bangun dan sahur lebih awal serta nggak terlambat atau keduluan imsyak. Saya pun bertekad menjalankan dengan sebaik mungkin.
Dan saya sangat bersyukur karena kelas Pendidikan Guru Pengajar Quran (PGPQ) yang saya ikuti membawa banyak manfaat dalam menjalankan ibadah di bulan suci ini. PGPQ yang saya ikuti sejak awal tahun ini membantu memperbaiki bacaan Al-Quran saya, sekaligus menumbuhkan motivasi diri agar lebih baik dalam menjalankan agama Islam. Saya belum pernah merasakan suntikan semangat sehebat ini. Para ustadz dan ustadzah pembimbing tidak berhenti mendukung setiap anak didiknya agar lebih aktif mensyiarkan pendidikan Al-Quran di tempat tinggalnya masing-masing.
Tahun ini menjadi tahun pertama saya ‘berbakti’ kepada kampung halaman setelah bertahun-tahun lamanya merantau. Hikmah Ramadhan ini memberi kebahagiaan dalam hidup saya. Walau waktu tidur harus berkurang, namun ada penambahan kesenangan yang tidak bisa saya dapatkan dari jalan-jalan ke mall, nonton bioskop XXI, travelling ke sejumlah tempat wisata, maupun hangout bersama teman-teman blogger. Dan hidup di desa adalah cara yang saya pilih untuk bisa menikmati hidup dan kehidupan. Alhamdulillah!
salut untuk orang-orang yang berbuat baik tanpa mengharap imbalan.
Semoga barokah.
Sahur..
Sahur…
Sahur…
Good luck mas Agus. Kehidupannya selalu bermanfaat.
Udah gak sabar buat puasa nih…