Pada Minggu, 28 April 2019 lalu saya menghadiri acara Tarhib Ramadhan di Alun-alun kabupaten Jombang. Pada kesempatan itu saya bertemu seorang bocah laki-laki bernama Adi. Ia tampak berbaur di area timur Alun-alun. Ditangannya tergenggam sebuah topeng warna-warni berukuran besar. Beberapa orang kawannya ikut mengerubung topeng itu.
Adi adalah penari cilik dari jombang. Dia menyukai kesenian barongan. Barongan adalah kesenian yang beberapa tahun ini makin disukai oleh masyarakat. Sebelum adanya musik kesenian barongan, masyarakat terlebih dahulu menyukai seni kuda lumping dan bantengan. Tiga kesenian rakyat Jombang ini kehadirannya selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat pedesaan.
Hanya saja kesenian barongan memiliki keunikan tersendiri. Tarian daerah Jombang ini lebih fokus kepada penggunaan topeng yang berukuran besar menyerupai topeng Reog Ponorogo. Ukuran topeng barongan lebih kecil dari reog namun tetap saja memiliki fisik yang cukup berat. Saya pun tertarik mencoba memakai topeng barongan itu. Cara memakainya ternyata harus digigit dan ini sungguh sangat menantang.
Setelah saya mencoba memakai topeng kesenian barongan, saya pun berbincang-bincang dengan Adi. Saat ini Adi tinggal di Kelurahan Kwijenan Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang. Saat ini Adi duduk di kelas enam sekolah dasar. Dia mengaku mengumpulkan uang sebanyak satu juta lima ratus ribu rupiah untuk bisa membeli topeng barongan. Uang sebesar itu ia kumpulkan sendiri dari hasil penyisihan uang jajannya. Adi membeli topeng barongan melalui situs belanja online di internet.
Adi memiliki cita-cita agar satu saat nanti bisa tampil di stasiun televisi nasional. Dia berharap bisa menarikan tari barongan Jombang dan dikenal oleh masyarakat luas. Mimpi penari cilik asal Jombang ini tidak terlalu muluk-muluk. Dia berharap bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat sehingga bisa memperkenalkan tari barongan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Jombang.
Perjuangan Seniman Cilik Jombang
Perjuangan hidup Adi sungguh tidak mudah. Dia harus menjalani banyak penampilan tari barongan dengan bayaran yang sangat sedikit. Dia mengaku diberi bayaran Rp50.000 untuk penampilan tari barongan selama satu jam per berturut-turut. Bayaran ini tidak sepadan dengan besarnya pengorbanan yang harus ia keluarkan. Dia mengorbankan waktu belajar demi tampil di acara hajatan warga. Dia pun harus mengeluarkan segenap tenaga dan sumber daya agar bisa tampil menarik dengan topeng barongan miliknya.
“Dapat bayaran lima puluh ribu saja sudah bikin saya senang. Apalagi kalau nanti saya bisa masuk tivi,” ujar Adi dengan penuh harap.
Saya berharap pemerintah daerah Kabupaten Jombang lebih memperhatikan keberadaan kesenian tari barongan. Tari barongan muncul secara alami di tengah kehidupan masyarakat Jombang. Nama kesenian ini timbul tenggelam seiring dengan perkembangan selera masyarakat terhadap bidang seni.
Saat ini belum ada komunitas khusus tempat berkumpulnya para seniman tari barongan. Pemerintah Kabupaten Jombang terlihat masih setengah hati untuk mengumpulkan para seniman daerah. Pemerintah daerah juga belum pernah mengadakan pagelaran kesenian barongan seperti halnya menyatukan ribuan seniman patrol modern Jombang.
Kesenian patrol modern saat ini mulai mati suri. Kesenian patrol modern Jombang pernah berjaya pada masa tiga tahun lalu. Namun akhir-akhir ini pamor patrol mulai meredup satu persatu. Para seniman patrol modern mulai meninggalkan aktivitas mereka dalam bermain alat musik patrol maupun berperan sebagai penari patrol.
Seperti itulah gambaran secara umum perkembangan seni dan budaya di masyarakat Jombang. Ada masanya masyarakat sangat menyukai sebuah penampilan seni namun pada masa yang lain mereka bisa saja. Masyarakat mudah berganti pilihan. Mereka meninggalkan kesenian tertentu dan beralih pada ke bentuk-bentuk kesenian yang lain. Semoga berbagai kesenian daerah yang berkembang di Jombang mampu memberi warna budaya yang baik pada kehidupan masyarakat.
Tinggalkan Balasan