Hijrah Menuju Titik Nol

benarkah aku milikmu?
benarkah aku milikmu?

Lagi-lagi saya harus mengakui bahwa susah dan senangnya hidup berawal dari sebuah titik. Titik itu bernama hati. Jika hati diliputi oleh kasih sayang dan perasaan cinta, maka hidup akan menjadi mudah dan indah untuk dijalani. Sebaliknya, hati yang dipenuhi dengan dendam, amarah, iri, dengki, hasut dan kebencian hanya akan menjadi penyakit mental.

Mengubah isi hati dari cinta menjadi benci semudah membalik telapak tangan. Begitu juga sebaliknya. Ya! Sangat mudah. Bahkan mudah sekali. Itu bisa terjadi kalau kita bersedia mengosongkan isi hati alias menuju titik nol. Apakah titik nol? Saya menyebutnya sebagai kondisi kepasrahan total kepada Allah sang Pencipta Kehidupan. Kita pasrahkan segala hal yang merasa kita miliki karena pada hakikatnya alam dan seisianya milik Allah.

Lalu, mengapa ada orang yang memiliki rasa benci setengah mati sehingga tidak bisa memberi maaf kepada seseorang yang pernah ia cintai? Sekali lagi, disinilah letak karakter seseorang. Ketika kita memiliki kemampuan untuk beranjak menuju titik nol, maka semuanya akan terpasrahkan kepada-Nya. Punya suami yang ganteng seperti Brad Pitt pun akan tetap merasa tersiksa jika tidak mampu mengelola isi hati.

Langkah untuk menuju titik nol bukanlah perkara mudah. Apalagi bagi manusia yang memiliki ketergantungan besar terhadap kehidupan dunia. Kita perlu hijrah. Mengapa hijrah? Saya meminjam istilah tersebut untuk mencontoh langkah Nabi Muhammad SAW yang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Bila dengan berdiam diri di satu tempat akan menghambat langkah kita, maka kita harus berani hijrah.

Hijrah menuju titik nol bukan berarti nol resiko. Resiko itu dapat berupa penolakan diri sendiri maupun lingkungan. Awalnya tidak mudah mengikhlaskan segala sesuatu hanya kepada Allah. Kita sudah bekerja keras mendapatkannya, betapa enaknya melepas begitu saja. Itu terjadi kalau kita masih terpaku pada kepentingan dunia. Titik nol adalah dunia yang tidak terbatas. Ia menghubungkan kehidupan dunia dan akhirat sehingga kehidupan manusia mencapai kondisi selaras, serasi dan seimbang.

Mudah menulis tapi tidak mudah menjalani. Saya pun masih terus belajar mengelola kondisi hati. Semoga artikel ini bisa memberi inspirasi untuk Anda. Enjoy blogging, enjoy writing!


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *