Siklus yang sama terulang kembali. Usai Ramadhan, jumlah manusia yang beribadah ke masjid makin sedikit. Tidak ada lagi kelompok-kelompok wanita yang berangkat sholat isya’ ke masjid. Tidak ada lagi suara berisik anak-anak yang antri wudlu untuk menunaikan sholat subuh. Dan yang membuat miris adalah tidak ada lagi tadarus Al-Quran sepanjang malam. Saya dan Cak Sodiq berinisiatif mengaji Al-Quran surat Al-Waqiah di masjid. Begitu pula Cak Nasir mengikuti langkah kami mengaji di Langgar Utara.
Alhamdulillah, suasana subuh sampai jelang terbit fajar di Dusun Guwo ramai oleh suara ayat-ayat suci Al-Quran. Langkah sederhana ini kami harapkan bisa menarik minat remaja masjid untuk ikut meramaikan masjid dengan aktifitas ibadah mulia. Selesai Ramadhan bukan berarti selesai berdakwah. Justru inilah momen pembuktian kadar keimanan seseorang apakah akan bertambah baik atau justru berkurang kebaikannya. Al-Quran akan memilih pembacanya yang setia melestarikan ayat-ayat suci kalam illahi.
Hambatan melestarikan kebiasaan beribadah di masjid dan musholla pada umumnya dipengaruhi oleh teknologi internet. Remaja dan orang dewasa saat ini lebih banyak memandang ponsel pintar mereka daripada membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Bahkan ketika membaca Quran pun mereka lebih suka membaca melalui aplikasi Android daripada membaca dari mushaf Al-Quran yang dicetak dengan kertas. Perubahan perilaku umat muslim ini mempengaruhi syiar Islam di masjid maupun musholla.
Lalu, bagaimana cara meramaikan kembali kegiatan peribadahan di masjid dan musholla setelah bulan Ramadhan usai? Inilah saatnya para alim ulama turun tangan berdakwah kepada masyarakat. Sasaran paling potensial meramaikan masjid dan musholla adalah anak-anak dan remaja. Anak-anak memiliki kebiasaan mengaji di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ). Sedangkan para remaja dapat giat berorganisasi melalui lembaga Remaja Masjid (Remas). TPQ dan Remas harus digalakkan untuk terus berkreasi mengadakan kegiatan dakwah kepada masyarakat.
Ide ekstrim berikutnya adalah menyediakan koneksi internet wifi di masjid dan musholla agar makin banyak remaja datang ke tempat ibadah. Cara ini terbilang tidak biasa namun bisa dipraktekkan di sejumlah tempat di Indonesia. Hanya saja, koneksi internet gratis memiliki resiko disalahgunakan oleh pengguna. Mungkin Anda memiliki ide-ide brilyan lainnya agar masjid kembali ramai oleh jamaah sholat lima waktu? Silakan berbagi di kolom komentar.
Tinggalkan Balasan ke Ferry Joshua Batalkan balasan