Apa kabar sobat blogger Jombang? The Jombang Taste kembali menyapa Anda. Tak terasa bulan Agustus telah hadir kembali ke hadapan seluruh warga Indonesia. Beragam kegiatan perayaan HUT Kemerdekaan RI akan dilaksanakan oleh masyarakat, termasuk para remaja desa.
Dua kebiasaan yang berbeda seringkali menyulitkan adaptasi dua kelompok yang sama-sama eksis di tengah masyarakat. Tak ubahnya juga terhadap dua organisasi pemuda yang saat ini memberikan pengaruh di tengah masyarakat, yaitu Karang Taruna dan Remaja Masjid. Remas Masjid dikenal berperilaku agamis, walau tak sepenuhnya benar. Sedangkan remaja Karang Taruna cenderung lebih bebas dalam berperilaku. Menyatukan anggota dua organisasi pemuda merupakan kebutuhan nyata bagi masa depan masyarakat yang tinggal di pedesaan.
Semakin sulit menemukan bibit-bibit unggul calon pemimpin desa melalui organisasi pemuda yang ada. Pemuda lebih suka meninggalkan desa dan berangkat bekerja di kota. Gemerlap kehidupan kota lebih memukau perhatian mereka daripada keheningan desa yang cenderung statis. Bahkan remaja yang masih sekolah pun enggan bertegur sapa satu sama lain karena keberadaan telepon genggam atau HP. HP telah merevolusi cara manusia berkomunikasi secara intensif. HP mengambil alih proses alami tatap muka dan menyebarkan kebiasaan berkirim kabar melalui pesan singkat SMS.
Kondisi di atas itulah yang sedang saya hadapi saat ini. Saya berangkat dari organisasi Remaja Masjid di tempat tinggal saya. Setahun yang lalu saya diangkat menjadi ketua Remaja Masjid. Saya tahu itu bukan pilihan terbaik mengingat usia saya sudah bukan remaja lagi. Namun berhubung saya belum menikah dan belum ada figur pemuda yang mampu menegakkan organisasi Remaja Masjid, maka saya terpilih menjadi ketua. Pada awal saya memimpin anggota Remaja Masjid yang berusia sangat belia, saya masih buta akan mengadakan kegiatan seperti apa.
Meski waktu itu saya belum tahu akan menjadikan organisasi Remaja Masjid seperti apa, namun saya terus berusaha memberikan warna pada kehidupan desa. Sampai akhirnya pada penghujung tahun 2013 kemarin diadakan pemilihan pengurus Karang Taruna yang baru. Disitu saya menjadi salah satu kandidat ketua. Saya bersyukur anggota rapat Karang Taruna yang hadir tidak memilih saya sebagai ketua. Tidak mungkin saya rangkap jabatan sekaligus. Itu tidak baik bagi masa depan organisasi pemuda. Saya masuk dalam Seksi Hubungan Masyarakat (Humas).
Bersatu Dalam Kemerdekaan Indonesia
Waktu berjalan dan alam menyeleksi anggota Karang Taruna yang aktif dan tidak aktif. Sampai akhirnya momen Peringatan HUT Kemerdekaan RI datang dan membutuhkan kegiatan desa yang baru. Musyawarah dilaksanakan di pertengahan bulan Ramadhan kemarin. Anggota musyawarah sepakat memilih saya sebagai Ketua Panitia Pelaksana. Saya mengalami dilema. Di satu sisi saya sebagai Ketua Remaja Masjid harus melakukan banyak persiapan jelang Lomba Takbir Keliling. Namun disisi lain saya juga tidak mungkin meninggalkan Karang Taruna begitu saja.
Saya tidak bermaksud meremehkan kemampuan kawan-kawan anggota Karang Taruna di tempat tinggal saya. Namun jika bertolak dari kenyataan yang ada, sebagian besar anggota Karang Taruna belum berkompeten mengadakan event berskala besar. Ya, fakta itu memang menyakitkan namun harus saya hadapi kebenarannya. Mereka adalah para penggembira yang mampu bersuara lantang di belakang forum tapi tidak memiliki nyali berpendapat dalam diskusi. Payahnya lagi, kalau sudah berhasil mengobrak-abrik tatanan forum lantas meninggalkan organisasi begitu saja.
Saya tidak ambil pusing dengan perilaku sebagian besar anggota Karang Taruna yang tidak elegan seperti itu. Saya justru bersyukur di Karang Taruna masih ada beberapa orang anggota yang mau diajak berjuang bersama. Meski bermodalkan pengalaman minim dalam berorganisasi, saya tetap menggandeng mereka dalam setiap diskusi. Para anggota Karang Taruna yang sebagian besar berasal dari Remaja Masjid membutuhkan figur panutan. Saya memang belum pantas menjadi teladan, tapi meninggalkan mereka dalam kekalutan juga buka pilihan terbaik.
Melalui pendekatan pribadi, saya mulai mengenal karakter mereka satu per satu. Inilah modal utama saya dalam menyatukan budaya organisasi Karang Taruna dan Remaja Masjid. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara dua organisasi pemuda ini karena menurut analisas saya lebih dari 60 persen anggota Karang Taruna berasal dari Remaja Masjid. Mereka hanya perlu dimengerti keinginannya. Dan saya menempatkan diri sebagai kakak bagi adik-adik yang membutuhkan bimbingan. Tak peduli seberapa acuh mereka dalam menyikapi perubahan yang saya tawarkan, inilah langkah awal melakukan evolusi bagi kemajuan organisasi pemuda di desa.
Perubahan tidak datang begitu saja. Kemajuan tidak diturunkan dari langit seketika. Melalui kebiasaan efektif dan berkelanjutan kita bisa menciptakan perubahan untuk kemajuan kehidupan di masyarakat tempat tinggal kita. Semoga artikel ini bisa memberikan inspirasi bagi Anda.
Tinggalkan pikiran sempit dan pedulilah kpd sesama.
Harus ada mediatornya supaya dua kepentingan bisa terakomodasi.
Remaja jaman now egois. Klo gak ada uang gak mau dtg.