Menjadi Romantis Karena Hujan?

Gambar Ilustrasi Alunan Musik
Gambar Ilustrasi Alunan Musik

Deras hujan menghunjam kulit bumi. Mengalun merdu memenuhi ruang pendengaran. Titik-titik air menghadirkan irama alam nan syahdu. Katak kecil melompat-lompat di bawah pohon jambu. Hah! Dia terlihat menari dengan riangnya. Awas ya, besok pagi kamu harus bangun lebih awal atau kamu akan kusapu bersama sampah dedaunan. Hahai! Ternyata hatiku tak terima melihat dia senang.

Aku tak terima karena kini aku sendiri. Aku terpaku menyaksikan peristiwa alam yang sejak dulu sudah kuketahui. Terdiam tanpa tahu harus berkata apa adalah kebiasaanku. Sementara hati ini merindukan keramaian yang tercipta bersama kawan-kawan di Cukir. Hanya berjarak 3 kilometer kalian berada di seberangku. Namun aku tak mampu melawan dinginnya guyuran air hujan. Aku lebih takut udara dingin daripada menahan kesepian ini.

Ah, mengapa aku jadi sok puitis begini! Ini bukan kebiasaanku. Meski kala itu aku terbiasa bersyair dengan kalimat-kalimat indah tersusun rapi, namun aku tak biasa menunjukkan kepada dunia sisi romantis itu. Semua ini gara-gara hujan. Hujan menyebabkan banyak manusia menjadi romantis, termasuk aku. Hujan harus disalahkan karena hujan datang dan pergi tanpa pernah permisi.

Wahai hujan yang tak kunjung usai, mengapa kamu menyebabkan hati ini menjadi melankolis. Pergilah hujan! Aku tak mau menahan siksa rindu yang tak terkira. Rindu yang bergelayut di hati dan menghadirkan lagu-lagu sendu. Pergilah agar aku bisa segera beranjak dari karpet malas dan memacu kuda besi ke arah sana. Aku ingin rindu ini segera bertuan kepada yang kutuju.

Jalanan lengang Pattimura V/D69 menjadi saksi betapa mudah hujan mempermainkan isi hati manusia. Hujan menjadikan manusia memiliki ikatan emosi yang lebih mendalam kepada manusia lain. Hujan juga bisa membuat manusia bertingkah laku layaknya manusia gila. Tersenyum dengan bangga walau tiada kawan. Aneh.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *