Sepanjang Jalan Desa Bayeman-Karanglo

Jalanan desa Bayeman yang ku lewati setiap hari...
Jalanan desa Bayeman yang ku lewati setiap hari…

Jalanan kering kerontang itu ku lewati setiap hari. Penuh lubang dan kerikil tajam. Sering ku terperanjat dibuatnya. Seolah membangunkan kantuk dan mengusir dari raga ini. Tapi aku juga selalu merindukan jalanan berbatu dan setengah aspal itu. Jalan desa yang menawarkan keindahan yang berbeda setiap saat. Kadangkala tingginya Gunung Anjasmoro terlukis jelas di sisi timur. Tak jarang puncak Gunung Kelud tergambar di sisi barat.

Namun aku tak tahu sampai kapan aku masih bisa melewati jalanan itu. Aku ingin terus bertahan di kota ini, kota yang menjadi pelabuhan setiap lara hati. Apa daya semuanya tinggal menunggu waktu. Aku tidak bisa menolak segala kuasa-Nya. Aku pun tak bisa meminta apa yang telah ditentukan oleh-Nya. Aku selalu dibayangi oleh ketakutan bila benar sang waktu mengusirku dari tanah ini.

Menu mie ayam favorit yang biasa dijual di Bayeman.

Menikmati setiap detik waktu yang berjalan. Itulah yang bisa kulakukan. Aku harus mencuri waktu agar bisa menikmati semangkuk mie ayam buatan Mbak Mi. Ataupun aku mesti turun dari kuda besi untuk sejenak menyapa hijau daun yang mulai menguning di utara desa. Waktu terasa begitu berarti ketika kita tahu bahwa semua ini tidak akan lama. Hidup akan menjadi sangat berharga manakala kita sadar semua keindahan itu tidak ada duanya. Ada masanya semua akan meninggalkan kita, terkecuali amal baik yang terlampaui di waktu nafas masih membuncah di dada.

Sepanjang jalan desa Bayeman ku titip rindu untuk setiap kawan. Bahagia merona dalam dada saat kau panggil namaku di tengah kendara. Ya, aku pun tidak akan melupa pada setiap tutur kata. Peci hitam dan kerudung putih senantiasa menyejukkan pandangan mataku. Dan ada saatnya nanti jalanan desa di Karanglo itu bercerita padaku, tentang sebuah kisah klasik yang layak dikenang di masa depan. Sebuah cerita haru biru yang menghias kisah hidup seorang guru TPQ, seorang anak bungsu, seorang guru SD, dan seorang Agus Siswoyo dari Jombang.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *