Idul Adha tahun ini menjadi lembaran baru untuk para santri di Dusun Guwo. Mereka ikut serta dalam kegiatan takbir keliling dan lomba menabuh bedug di Masjid Baitussalam yang digelar oleh organisasi Remaja Masjid Baitussalam pada Selasa malam ini (21/8/2018). Lomba tabuh bedug ini dilaksanakan pertama kali di Dusun Guwo. Kesibukan saya dalam mengkoordinasi peserta sudah berlangsung sejak sepekan yang lalu. Saya menyisipkan pelatihan membaca teks takbir dalam kegiatan belajar di sekolah dalam mata pelajaran muatan lokal keagamaan. Dan mereka sepertinya tampak antusias mengikuti lomba. Anak-anak sudah bikin heboh dengan mendatangi rumah saya sejak siang hari. Mereka mengajak berlatih memukul bedug walaupun setiap hari mereka telah mempraktekkan seni klotekan bangku kelas.
Anak-anak sudah berbaris dengan rapi usai melaksanakan sholat maghrib berjamaah di masjid. Sebuah oncor tergenggam erat di tangan mereka. Oncor adalah obor yang batangnya terbuat dari bambu dan diisi dengan cairan oli yang telah dicampur dengan bensin. Oncor menyala dengan terang dalam temaram malam. Takbir keliling desa pun dimulai pada pukul setengah tujuh malam. Kelompok pemusik patrol modern ikut berbaris pada urutan paling belakang. Keberadaan musik patrol membuyarkan konsentrasi anak-anak dalam membaca takbir meskipun lantunan suara takbir terdengar dengan jelas pada baris terdepan. Tujuan utama takbir keliling untuk bertakbir telah berubah menjadi acara jalan sehat pada malam hari. Nikmati saja acara jalan-jalan malam ini, batinku. Sesaat lagi warga akan terhibur oleh suguhan bacaan takbir para peserta lomba tabuh bedug.
Takbir keliling finish di halaman masjid Baitussalam menjelang pukul setengah delapan malam. Musim kemarau berdebu cukup panas. Acara dilanjutkan dengan lomba tabuh bedug. Malam ini telah siap tujuh tim tabuh bedug yang mana setiap tim terdiri dari tiga orang. Penilaian lomba takbiran dan tabuh bedug adalah bacaan takbir, irama tabuhan dan adab berbusana. Para peserta tampil dengan pengalaman nol. Maka tidak mengherankan bila masih dijumpai peserta lomba tabuh bedug yang grogi dan tidak percaya diri kendati saya ikut mendampingi mereka di sisi panggung. Ada kejadian lucu saat salah satu vokalis tim peserta salah ambil nada. Bukannya takbiran, peserta tersebut malah melantunkan adzan. Kontan saja aksi anak tersebut membuat penonton tertawa terpingkal-pingkal.
Dua puluh satu orang peserta yang tergabung dalam tujuh tim telah selesai tampil pada pukul setengah sembilan. Hadiah pawai takbir pun telah habis dibagikan. Para juara lomba tabuh bedug pun menerima hadiahnya. Acara telah usai. Satu per satu jamaah membubarkan diri dari kerumunan massa di halaman masjid baitussalam. Saya senang penyelenggaraan acara lomba tabuh bedug kali ini berlangsung meriah dan sukses meski masih menyisakan sejumlah catatan penting. Kinerja organisasi remaja masjid harus diperbaiki untuk merespons kebutuhan masyarakat. Mereka belum mampu tanggap terhadap perubahan sosial di masyarakat. Andai saya tidak ngotot membuat acara lomba tabuh bedug, mereka tidak akan punya lahan untuk tempat eksis di peringatan hari besar Idul Adha tahun 2018 ini.
Saya menaruh optimisme tinggi untuk pelaksanaan PHBI berikutnya di Dusun Guwo. Walau rasa lelah di badan belum bisa hilang, saya masih mampu membaca takbir dengan gembira lewat pengeras suara masjid. Ini bukan sekedar lantunan takbir, tetapi juga wujud semangat saya dalam mendidik anak-anak desa. Mereka butuh lebih banyak suasana inovatif dalam lingkungan Islami agar semangat hidup mereka terbarukan secara rutin. Memahami agama tidak harus dilakukan dalam pelajaran tekstual. Islam sebagai agama rohmatal lil ‘alamin menekan pentingnya bermuamalah. Takbiran bersama, duduk bersama, makan bersama, dan bergembira bersama. Itulah simbol-simbol kerukunan warga sebagai bekal persatuan bangsa. Semoga takbiran kali ini bisa meningkatkan motivasi beribadah warga Guwo. Inilah ceritaku pada perayaan Idul Adha tahun ini. Bagaimana dengan ceritamu, teman?
Tinggalkan Balasan