Hai sobat blogger Jombang! The Jombang Taste kembali menyapa Anda dengan artikel kesenian tradisional dari daerah Jombang. Seni daerah Jombang identik dengan Ludruk. Ludruk bukanlah hal baru bagi masyarakat Jombang. Pertunjukan Ludruk sering hadir dalam berbagai kesempatan di Jombang.
Ludruk adalah kesenian drama tradisional yang berasal dari Jawa Timur. Ludruk merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah kelompok kesenian yang digelar di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Ludruk muncul sebagai pengembangan dari kesenian rakyat Besutan. Seni drama ludruk dulu dipentaskan di halaman rumah dan ditonton oleh banyak orang. Dialog dalam ludruk ataupun monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penonton tertawa. Cerita drama Ludruk menggunakan bahasa khas Surabaya, meski terkadang terdapat bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, dan Madiun dengan logat bicara yang berbeda.
Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk membuatnya mudah diserap oleh kalangan non-intelek, misalnya tukang becak, peronda, sopir angkutan, dan kalangan masyarakat kecil lainnya. Ludruk berbeda dengan seni drama ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu, baik dari sejarah maupun dongeng, dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan kisah kehidupan sehari-hari dari kalangan masyarakat kelas bawah.
Kesenian ludruk merupakan perwakilan budaya masyarakat Surabaya. Karateristik masyarakat Surabaya dan sekitarnya tercermin dalam kesenian Ludruk. Seni Ludruk menggambarkan kondisi masyarakat yang lugas, blak-blakan dan guyonan yang kasar bahkan terkesan urakan. Gambaran tersebut akan memberikan pengertian kepada kita perbedaan yang ada dalam budaya Jawa, antara masyarakat Jawa Timur dengan masyarakat Jawa Tengah.
Pertunjukan ludruk mempunyai ciri khusus semua pemainnya terdiri dari laki-laki, baik untuk peran laki-laki sendiri maupun untuk peran wanita. Oleh karena biasa memainkan peran wanita, para pemain ludruk cenderung terbentuk menjadi kelompok peran pentas wanita yang dilakonkan oleh laki-laki. Tak jarang, sifat feminim para pria pemain Ludruk terbawa ke dalam kehidupan nyata lalu mereka menjadi wanita transgender.
Jenis Cerita Drama Ludruk
Menurut MGMP Seni Budaya Kabupaten Jombang, cerita ludruk dibedakan menjadi dua macam, yakni cerita pakem dan cerita fantasi. Cerita pakem dalam seni drama Ludruk adalah cerita mengenai tokoh-tokoh terkemuka dari wilayah Jawa Timur, seperti Cak Sakera dan Sarip Tambak Yoso, Sogol Sumur Gemuling, Joko Sambang, Sawunggaling dan lain-lain. Alur cerita dalam lakon cerita pakem sudah pasti dan tidak bisa diubah.
Sedangkan cerita fantasi dalam seni drama Ludruk adalah cerita karangan individu tertentu yang biasanya berkaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita khayalan dalam Ludruk lebih disukai oleh penonton karena menimbulkan rasa penasaran sekaligus menghilangkan kebosanan terhadap cerita-cerita lokal yang sudah ada. Uniknya lagi, cerita fantasi dalam drama Ludruk mampu memotret isu terkini kejadian yang berlangsung di tengah masyarakat.
Lakon fantasi dalam kesenian Ludruk Jombangan meliputi lakon horor dan drama rumah tangga. Lakon ini banyak dipentaskan karena para penonton cenderung menyenanginya. Cerita dalam ludruk biasanya diselingi dengan adegan tragedi dan humor. Humor Ludruk biasanya dibawakan secara khusus oleh seniman komedi, misalnya Supali dan Trubus. Penampilan para komedian inilah yang menjadi daya tarik pementasan Ludruk.
Menguak Sejarah Ludruk
Hasil penelitan Suripan Sadi Hutomo, sastrawan dan budayawan yang pernah melakukan penelusuran terhadap naskah kuno dan kamus kuno untuk mengetahui bagaimana sejarah awal kesenian ludruk, kata ludruk sudah ada dalam kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda yang terbit tahun 1847. Buku ini mengalami cetakan 4 kali, cetakan terakhir tahun 1901, pada kamus cetakan keempat tersebut diterangkan makna kata ludruk artinya Grappermarker atau badutan.
Sementara W.J.S. Poerwadarminta dalam buku Baroe Sastra Djawa (Kamus Sastra Jawa), tahun 1930 Jilid 1 menerangkan makna ludruk ialah teledek (penari wanita) dan badhut (pelawak). Menurut S. Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat Jawa Timur sejak tahun 760 Masehi di masa Kerajaan Kanjuruhan Malang dipimpin Raja Gajayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa Candi Badhut.
Para seniman ludruk se-Jawa Timur pernah membentuk perhimpunan seniman dan pecinta ludruk melalui Ludruk Organisation di era kejayaan Cak Durasim. Organisasi ini bukan hanya menjadi induk bagi para seniman ludruk, tetapi juga menjadi alat perjuangan seniman dalam menentang penguasa yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.
Beberapa nama kelompok seniman ludruk yang terkenal antara lain Ludruk Karya Baru, Ludruk Baru Budi, dan Ludruk Karya Mekar. Pertunjukan seni Ludruk yang fenomenal tentu saja saat kejayaan Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan secara langsung suara pertunjukan Ludruk Baru Budi setiap hari Kamis malam Jumat pada kurun waktu tahun 90-an. Inilah masa keemasan ludruk sebelum akhirnya berangsur-angsur ditinggalkan penggemarnya. Kehadiran televisi berwarna pada awal tahun 2000-an telah menggantikan pola perilaku masyarakat dalam mencari hiburan.
Masyarakat Kabupaten Jombang sendiri boleh berbangga karena ditengah tenggelamnya popularitas seni daerah masih ada usaha pelestarian kesenian Ludruk. Pada tahun 2007 telah berdiri Paguyuban Ludruk Arek Jombang atau disingkat Palembang. Organisasi inilah yang masih konsisten mengembangkan Ludruk sebagai seni sekaligus media menyuarakan aspirasi di tengah himpitan modernisasi. Semoga tulisan ini bisa memberi inspirasi bagi Anda untuk lebih mencintai kekayaan budaya Jombang.
Tinggalkan Balasan ke Jim Batalkan balasan