Sejarah dan Asal Usul Tari Ngremo Dari Jawa Timur

Sholawat Seribu Rebana dan Musik Patrol di Hari Lahir UNHASY Tebuireng ke-49
Sholawat Seribu Rebana dan Musik Patrol di Hari Lahir UNHASY Tebuireng ke-49

Bagaimana kabar Anda hari ini sobat pembaca blog The Jombang Taste? Pada tulisan sebelumnya kita sudah membahas asal-usul kesenian Ludruk dari Jawa Timur. Masih satu paket dengan pementasan Ludruk ada tari Ngremo. Bagaimana sejarah dan awal mula tumbuhnya kesenian Ngremo di Jawa Timur? Ayo cari tahu sejarahnya!

Tari Ngremo, disebut juga Tari Remo, merupakan bagian utama dalam sebuah pementasan ludruk. Tari Remo atau Tari Ngremo dijadikan sebagai pembuka dalam pementasan seni pertunjukan tradisional ludruk, pertunjukan seni kuda lumping, dan pagelaran seni wayang kulit. Tari Remo dapat ditarikan dengan gaya wanita maupun gaya pria, baik ditampilkan secara bersama-sama ataupun bergantian.

Perkembangan tarian tradisional dari Jawa Timur ini dipercaya berawal dari tahun 1930-an saat kesenian ludruk berkembang pesat. Konon ceritanya, kata ‘beskalan’ berasal dari kata bakalan yang pada masa lalu dipertunjukkan di jalanan layaknya pengamen. Pada mulanya tari Beskalan dibawakan oleh laki-laki yang memakai baju perempuan. Namun kini telah banyak perempuan yang mempertunjukkan kebolehan menari Ngremo.

Penelusuran Sejarah Tari Ngremo

Tari Beskalan sebenarnya hampir serupa dengan Tari Ngremo. Dan jenis Ngremo putri pun, termasuk gaya beskalan, banyak dikenal di berbagai wilayah di Jawa Timur. Tari Beskalan ini kemudian berkembang menjadi cikal bakal tari Ngremo modern seperti yang kita kenal saat ini.

Hendricus Supriyanto, salah satu seniman Jawa Timur, mencoba menggali sejarah dan asal usul Tari Remo dengan mewawancarai narasumber yang masih hidup sampai tahun 1988. Hendricus Supriyanto menyatakan bahwa ludruk sebagai teater rakyat dimulai tahun 1907 oleh Pak Santik, warga yang tinggal di Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

Bermula dari kesenian ngamen yang berisi syair dan tabuhan sederhana, Pak Santik berteman dengan Pak Pono dan Pak Amir berkeliling mengamen dari desa ke desa. Pak Pono memakai pakaian wanita dan wajahnya dirias coretan-coretan agar tampak lucu. Dari sinilah penonton menyebut pertunjukan tersebut sebagai ‘Wong Lorek’. Karena variasi bahasa, maka kata Lorek berubah menjadi Lerok.

Ciri Khas Pakaian Penari Remo

Penari Remo menggunakan beberapa kostum, antara lain sawonggalingan atau gaya Surabaya. Pakaian tari Remo gaya Surabaya terdiri dari bagian atas hitam dengan model pakaian khas abad ke-18, ditambah celana beludru hitam dengan hiasan emas dan kain batik di pinggang dengan hiasan sabuk dan keris. Sedangkan di paha kanan terdapat selendang menggantung sampai mata kaki.

Tari Remo merupakan tarian sambutan selamat datang khas Jawa Timur. Tari Ngremo menggambarkan karakter dinamis masyarakat Jawa Timur. Tari ini merefleksikan sebagai gambaran keberanian seorang pangeran kerajaan. Tari Remo juga menjadi bagian dari pembukaan seni pagelaran wayang kulit dan jaran kepang (kuda lumping).

Tarian Ngremo diiringi dengan musik gamelan dalam suatu gending. Instrumen gamelan terdiri dari saron, bonang, gender, gambang, slentem, siter, ketuk, seruling, kempul, kenong, dan gong. Tari Remo menggunakan musik irama slendro.Tari Ngremo biasanya menggunakan irama gending jula-juli Suroboyo tropongan. Kadang-kadang diteruskan dengan lagu walang kekek, gedong rancak, krucilan maupun kreasi baru lainnya.

Mudah-mudahan artikel sejarah tari ngremo dari Jawa Timur ini bisa membuka wawasan Anda untuk mengenal kekayaan budaya Nusantara lebih baik. Ayo cintai budaya negeri sendiri!

Referensi: Medali MGMP Kabupaten Jombang


Comments

4 tanggapan untuk “Sejarah dan Asal Usul Tari Ngremo Dari Jawa Timur”

  1. artikelnya membatu sekali pak, penyampaiannya juga enak, kalau bisa disertai gambar-gambarnya juga dong biar makin lengkap,, terima kasih

  2. […] dengan pesan moral yang mendalam. Artikel seni budaya kali ini akan membahas sejarah perkembangan seni tradisional Jawa Timur ini dari waktu ke […]

  3. Matur nuwun critane cak. Apik tenan.

  4. Apakah mas agus ada kenalan budayawan jombang yg bisa diwawancarai?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *