
Hari raya semestinya jadi hari yang menyenangkan. Saat itu seluruh anggota keluarga berkumpul, bercakap bersama, makan bareng ataupun sekedar saling tanya kabar. Tapi tidak dengan perayaan Idul Fitri tahun ini di rumah saya. Emak jatuh sakit di tanggal 2 Syawal. Untung ada Dokter Mulyadi yang selalu sigap bersedia datang ke rumah kapan saja. Pagi-pagi setelah sholat subuh saya kontak dokter langganan keluarga saya itu.
Waktu itu pak dokter masih di luar kota dan dalam perjalanan ke Jombang. Setelah dag dig dug selama satu jam, dokter penyabar itu akhirnya datang ke rumah. Beliau bergegas memeriksa Emak. Emak didiagnosa menderita diabetes dan asam urat. Ditambah kecapekan usai membuat kue lebaran, Emak akhirnya jatuh sakit. Susahnya kalau Emak sakit, semua aktifitas di keluarga jadi terasa hampa.
Saya membatalkan sejumlah acara jalan-jalan keluar kota, baik acara keluarga maupun reuni teman-teman lama. Biarlah lebaran tahun ini saya di rumah saja menunggui Emak hingga sembuh. Posisi Ibu berbeda dibanding dengan Bapak. Tanpa bermaksud merendahkan posisi Ayah, Bapak, Abi dan sebutan lainnya, seorang Ibu memegang kendali emosi para anggota keluarganya di rumah.
Update…
Alhamdulillah seminggu kemudian Ibu saya sudah sehat kembali dan dapat beraktifitas seperti semula. Ketika Ibu sudah sehat, saudara-saudara saya sudah kembali ke tempat kerja di kota. Saya tinggal di rumah menemani Ibu. Aktifitas pertama adalah memasak ketupat Lebaran. Berbeda dengan warga kota yang memiliki tradisi makan ketupat setelah sholat Idul Fitri, warga desa justru makan ketupat lima hari setelah sholat Idul Fitri.
Semoga ibunda cepat sembuh.
Surga dunia akhirat berada di kaki ibu.
Lekas sembuh ya Mak…
Kebahagiaan anak tergantung ridho ibunda tercinta.
Peran ibu tak bisa digantikan siapapun.
Semoga emak selalu sehat.
Mudah2an ibu slalu sehat.
Surga di telapak kaki ibu.