Ushul Fiqh: Nahi Atas Beberapa Pilihan Larangan

Ride with the sun - creative artwork doodle art by Roger Duvoisin
Ride with the sun – creative artwork doodle art by Roger Duvoisin

Jika amar kadang ditujukan atas sesuatu dari beberapa pilihan, nahi pun kadang ditujukan terhadap sesuatu dari beberapa pilihan. Apakah nahi itu hanya ditujukan untuk salah satu dari beberapa pilihan (alternatif) itu atau berlaku untuk selamanya. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Umpamanya terdapat seseorang berkata, “Jangan kau dekati si Haidar atau si Humaidi.” Yang tidak boleh didekati dalam contoh di atas, apakah keduanya atau hanya salah seorang di antara si Haidar atau si Humaidi.

Kelompok pertama jumhur ulama berpendapat bahwa larangan hanya berlaku untuk salah satu dari beberapa larangan pilihan. Dalam contoh di atas, hanya berlaku untuk larangan mendekati salah seorang diantara si Haidar atau si Humaidi. Bila ia telah meninggalkan mendekati si Haidar, maka terlaksanalah larangan itu. Tentang siapa salah seorang di antara keduanya itu, di sini tidak dapat dipastikan dan pihak yang dilarang dapat memilih salah satu di antara keduanya.

Alasan yang digunakan oleh kelompok ini ialah bahwa nahi adalah sama dengan amar dalam hal keharusan meninggalkan. Bila seseorang disuruh untuk bersedekah seratus rupiah atau seratus dollar, maka orang tersebut tidak wajib melakukan keduanya. Begitu pula yang berlaku dalam larangan.

Kelompok kedua datang dari golongan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa nahi tersebut menghendaki meninggalkan keseluruhan yang dilarang. Pendapat ini juga diikuti oleh al-Jurjani. Mereka mengemukakan argumen dalam firman Allah dalam surat al-Insan ayat 24: Janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.

Meskipun larangan dalam ayat tersebut dinyatakan secara pilihan dengan menggunakan kata penghubung “atau” namun ayat itu berarti tidak boleh mematuhi mereka yang berdosa dan juga tidak boleh yang kufur. Kemudian argumen kedua adalah dalam menjauhi kedua hal yang dilarang itu terdapat tindakan yang lebih hati-hati sehingga sama sekali terhindar dari dosa.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Satria. 2005. Ushul Fiqih. Kencana: Jakarta

Fadal, Mohamad Kurdi. 2008. Kaidah-kaidah Fikih. Artha Rivera: Jakarta

Syarifuddin, Amir. 1999. Ushul Fiqh I. Logos Wacana Ilmu: Jakarta

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *