Ahad, 27 November 2016 pagi saya hadir di Gedung Pertemuan PAUD Ar-Rahman Jombang dalam rangka memenuhi undangan Andre Indrianto, staff program Yayasan Yatim Mandiri KCP Jombang. Telah hadir disana 23 anak yatim dan 6 orang bunda yatim dari Sanggar Genius Ar-Rohim Pandanwangi. Wajah-wajah ceria menyambut kehadiran saya disana setelah beberapa bulan tidak bertemu. Mereka masih sama menyenangkan seperti halnya perjumpaan dalam acara Pesantren Kreatif lalu.
Fokus saya hari itu adalah menemui para bunda yatim. Saya berbagi tips komunikasi pendidikan Islami berdasarkan pengalaman saya mengajar di TPQ Al-Mujahiddin dan SDN Latsari selama beberapa tahun. Karena sharing kali ini berdasarkan kisah nyata, maka saya tidak memiliki banyak kesulitan dalam bertutur. Tak terlintas sedikitpun dalam pikiran saya untuk menggurui mereka karena dalam kenyataannya mereka lebih kenyang makan asam garam kehidupan.
Diantara kesalahan komunikasi yang sering dilakukan orang tua adalah memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Anak bukanlah miniatur orang dewasa sehingga orang dewasa tidak selayaknya memperlakukan mereka seperti orang dewasa. Anak memiliki dunianya sendiri. Mereka sangat imajinatif sementara orang dewasa berpikir realistis. Anak-anak lebih mudah memaafkan kesalahan temannya sementara orang tua lebih suka memendam kesalahan orang lain.
Diantara hak anak yang harus dipenuhi setiap hari adalah bermain dengan riang. Anak yatim yang mampu melewatkan masa kecilnya dengan kebahagiaan maka ia akan tumbuh menjadi pribadi optimis. Sementara itu, anak yatim yang hidupnya dihabiskan dengan kemurungan maka besar kemungkinan dia tumbuh menjadi pribadi pesimis. Telah banyak cerita kegagalan anak yatim dalam kehidupan akibat tidak mampu menikmati dunia dengan wajar.
Satu kebiasaan yang sering terjadi dalam kehidupan anak yatim adalah mendapatkan label anak peminta-minta. Melalui acara diskusi dengan bunda yatim ini saya mengingatkan para audiens untuk memperbaiki pola pikir. Anak yatim bukanlah pengemis. Mereka harus disiapkan mampu menjadi muzakki di masa depan. Itulah poin utama program-program pemberdayaan Yatim Mandiri sebagaimana saya dalami selama ini.
Dalam diskusi lanjutan antara saya, para bunda yatim dan Andre Indrianto terungkap fakta bahwa persoalan pendidikan anak yatim selama ini tidak serta-merta disebabkan oleh keterbatasan biaya pendidikan. Hambatan terbesar pendidikan Islami di lingkungan keluarga adalah rendahnya kualitas komunikasi efektif ibu dan anak.
“Bagaimana mau bicara enak mas, saya capek pulang dari pasar dan dagangan belum dapat untung.” Itulah sekelumit alasan bunda yatim mengenai hambatan mereka membangung komunikasi gayeng antara ibu dan anak. Kebutuhan mengisi perut masih menjadi prioritas utama mereka.
Masih banyak hal ingin saya bagi kepada anak genius Pandanwangi dan para bunda yatim. Namun sekali lagi waktu tidak berpihak kepada kami. Semoga pertemuan saya dengan para bunda yatim Jombang bisa membawa keberkahan bersama. Inilah sekelumit cerita yang bisa saya bagi untuk anda. Anda pun dapat berkontribusi dalam usaha memandirikan anak yatim sesuai kemampuan Anda. Semoga terinspirasi.
Tinggalkan Balasan