Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 1)

Desain sepatu Converse yang nyaman bisa dipakai di acara jalan-jalan santai.
Desain sepatu Converse yang nyaman bisa dipakai di acara jalan-jalan santai.

Goes To Surabaya

86,400 tak kan ku biarkan 1 digit angkapun melayang dan menghilang.
Pagi buta pada 28 Desember 2018 ku tembus dinginnya Lereng Gunung Willis. Sisa liburanku tinggal 4 hari tapi sepertinya aku belum merasakan menghela nafas di rumahku sendiri. Hari ini juga aku harus ke Surabaya. Aku bersyukur puluhan ribu detik tak terbuang percuma, tak 1 milisekonpun terlepas dari waktuku berproses.

Tiba di terminal bus aku lihat teman-temanku baik Pendaki 5 maupun pengurus Muda Anjuk Ladang sedang menunggu yang lainnya. Ku hampiri mereka dengan pakaian compang-camping bersandal swallow. Semoga tak ada yang menganggapku mau mengamen atau mengemis di bus waktu itu. Hari ini kami memiliki agenda MAL Goes To Surabaya. Kalian bisa menganggap ini adalah acara simulasi mahasiswa. Kami akan menuju Kampus ITS dan merasakan atmosfir kehidupan mahasiswa disana.

Sekitar pukul 06.30 si tayo beranjak dari Nganjuk, kota kecil kami yang menjadi surga untuk menyusun mimpi. Sebelum berangkat aku sudah sedia payung sebelum hujan. Karena aku adalah orang yang gampang mabuk. Mungkin ambigu tapi kujelaskan biar tak keliru. Bukan mabuk minuman atau mabuk asmara, tapi mabuk karena phobia kendaraan beroda lebih dari 2. Aku tidak tahan bau mesin. Aku sudah siapkan kresek.

Duduk didalam bus selama beberapa menit sudah membuatku pusing. Tambah lagi masuk seorang pengamen sambil membawa gitar yang terkalungkan di lehernya. Aku harus hadapi kenyataan kali ini. Aku coba hibur hati. One…two…tree genjrengan gitarnya menyuara mengisi sudut-sudut, bahkan celah-celah kecil dalam bus sekalipun.

Tiba-tiba telingaku terpana ketika bapak pengamen itu menyuarakan lagunya. Lirik lagunya acak. Semua syair itu tentang nilai-nilai Islam. Kali itu aku tertampar dan baru menyadari bahwa meskipun ia cuma ngamen, tapi dia juga sedang berdakwah.

Nasehat bisa datang dari siapa saja. Tak terkecuali seorang pengamen. Aku teringat begitu banyak ulama menjual agama untuk kepentingan sesaat jelang pemilihan umum seperti saat ini. Ah, kiranya pengamen ini lebih tulus berdakwah daripada pria bersurban tukang korupsi seperti di televisi.

Perjalanan masih panjang. Kami masih baru sampai Kertosono. Aku putuskan untuk tidur daripada menyadari kalau aku sedang mencium bau tidak enak. Ketika mata ini hampir 99% terpejam. Tiba-tiba aku mendengar suara seorang ibu yang mengucapkan salam.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,’’ ujarnya.

Aku menjawab salam ibu yang berdandan setengah rapi itu. Ia memperhatikan sekitarku. Hampir semua mutlak tidak menjawab. Apa aku yang memang kurang dengar. Ah entahlah!

Yang pasti aku merasa miris karena belum banyak orang yang mengerti tentang wajibnya menjawab salam. Ternyata ibu itu akan mengemis. Dia membawa bayi yang usianya sekitar satu tahun dalam gendongan. Bayu itu terlihat lemah dalam pelukan. Tangan mungilnya hampir tidak bergerak.

Entah sudah berapa jam bayi itu menghirup asap knalpot bus umum. Pasti ruang pernapasannya telah penuh oleh polutan jahat di jalan raya.

Wanita itu tetap memasang wajah memelas. Dia menyodorkan amplop kepada semua penumpang dalam bus yang bertuliskan: tolong saya, saya sedang berusaha menghidupi keluarga saya’’.

Ada sedikit iba. Hanya sedikit saja. Hanya 0,1 ml. Aku justru bertanya-tanya dalam hati, ‘’kenapa sih ini orang kok jual derita…?’’

Padahal ibu itu masih terlihat bugar dan masih mampu untuk bekerja. Ku kembalikan amplop itu dengan kosong tanpa isi. Ini uang saku dari ibuku, jadi aku lebih ingat pada ibuku yang berusaha menghidupi kami tiga saudara dengan mengkoyak-koyak semangatnya, membanting tulang demi berhembusnya nafas kami hingga saat ini.

‘’Berikan infaq kepada yang benar-benar membutuhkan!’’.

Aku menguatkan diri untuk bertahan dalam pendirianku.

Baca cerita selanjutnya.


Comments

9 tanggapan untuk “Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 1)”

  1. Semangat dik fitri.
    Kamu pasti bisa!

  2. Semangat Kak Fitri!

  3. Cemungut ya pren…

  4. Kisah bagus dan sangat memotivasi.

  5. Hasil tdk akan mengkhianati proses.

  6. Anak yatim bkn pengemis.

  7. Tetap semangat dik fitri.

  8. Keep smile, girl!

Tinggalkan Balasan ke Reza Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *