Terdapat anjing yang melalui sebuah sungai dengan sepotong tulang pada mulutnya. Oleh karena ingin hendak merebut tulang yang digonggong lawannya, yang nampak olehnya dalam air, dibuangkannya tulang yang dimulutnya, dan yang dalam air itu tiada pula diperolehnya. Sebab itu pada mulanya takutlah aku kepada kehidupan demikian, dan berniatlah aku hendak tetap dalam kehidupan sediakala saja.
Kemudian terpikir olehku hendak menimbang-nimbang kesusahan yang kutakuti tiada akan tertahan rasanya itu, kuperbandingankan dengan bala bencana yang menimpa diri orang-orang yang menjadi hamba dunia. Bagiku teranglah sudah, bahwa tidak sebuah juga nikmat ke duniaan ini yang tidak menjadi penyakit pada akhirnya.
Dunia serupa dengan air gula, makin diminum makin menghauskan. Atau seperti tulang yang lekat bau daging padanya, berdarah-darah mulut anjing yang lapar menggigit-gigitnya, harapkan daging yang ada baunya itu. Atau seperti sepotong tulang digonggong terbang oleh seekor burung elang, menyebabkan burung elang itu dikejar dan dikerumuni oleh beberapa burung lain, hingga akhirnya jadi letih ia, terlepas tulang itu dari mulutnya.
Atau seperti segelas madu yang di dasarnya bersembunyi racun yang bisa, permulaannya sedap, tetapi kesudahannya maut yang menakutkan. Atau seperti mimpi, menggirangkan selama tidur, menyedihkan setelah bangun. Tatkala telah kutimbang dalam-dalam, berbaliklah keinginanku hendak memasuki hidup pertapaan kembali, dan tetaplah hatiku.
Ketika itu kukatai diriku, “Hai diri, mengapakah maka mau juga engkau diperhamba nafsu rendah, hingga tiada tenagamu hendak berdiri teguh dalam menuju yang dimaksud? Tak ubah engkau dengan seorang hakim yang tidak sempurna pertimbangannya, demi didengarnya dakwa pihak yang pertama disalahkannya pihak kedua, tetapi ketika didengarnya keterangan pihak kedua, dicabutnya putusannya, dihukumnya pihak yang pertama.”
Semoga cerita rakyat ini bisa memberi inspirasi bagi kehidupan Anda. Sampai jumpa di artikel The Jombang Taste berikutnya.
Tinggalkan Balasan