Cerita rakyat Indonesia sungguh unik. Walaupun seringkali terdengar tidak masuk akal, namun legenda, fabel, mitos dan dongeng itu mengajarkan nilai-nilai moral yang kaya makna. Pada artikel The Jombang Taste sebelumnya sudah dibahas kisah legenda asal-usul Danau Toba dan legenda Putri Niwer Gading, maka artikel ini menceritaka asal-usul Batu Kuwung yang konon katanya berkhasiat bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Pada jaman dahulu kala, ada seorang saudagar kaya-raya yang hartanya tidak terkira jumlahnya. Saudagar itu belum menikah. Ia berpikiran menikah hanya akan menghabiskan hartanya. Saudagar ini perilakunya buruk dan menyusahkan orang lain. la sombong dan kikir pada orang miskin. Karena budi pekertinya yang buruk itulah maka penduduk desa sangat membencinya.
Hukuman Mengumpat Pengemis
Hingga pada suatu hari, sang Saudagar kedatangan seorang pengemis berkaki pincang meminta makanan. Bukannya memberi, saudagar itu malah menghardik dan mencaci maki. Ia tidak suka melihat pengemis masuk ke rumahnya.
“Enak saja kamu minta-minta. Kau kira hartaku ini milik nenek moyangmu, sudah pergi sana!” Si Pengemis didorong oleh saudagar hingga jatuh tersungkur.
Mendapat perlakuan seperti itu, si Pengemis pun marah. Ia tidak mengira orang kaya itu akan mendorongnya hingga terjatuh ke tanah.
“Dasar manusia sombong! Tunggulah, sebentar lagi kau akan mendapat balasan akibat perbuatanmu ini!” kata si Pengemis sambil bangkit berdiri kemudian pergi tanpa menoleh lagi.
Keesokan harinya, ketika Saudagar bangun dari tidur, kedua kakinya sulit digerakkan. Sunguh aneh. Padahal kemarin malam ia tidak terluka sedikitpun. Tapi saat bangun tidur ini dirinya tidak bisa bergerak sama sekali. Ia tak mampu bangkit dari kasurnya. Ia pun panik dan berteriak kepada para pembantunya.
“Hai kalian semua, cepat bantu aku bangun dari tempat tidurku!” teriak saudagar itu dengan suara lantang.
Namun sayang tidak ada satupun pembantunya yang datang menolong. Merasa tidak dihiraukan, ia makin marah. Ia melempar gelas keluar pintu sehingga menimbulkan kehebohan di rumahnya. Sontak saja beberapa pembantunya datang ke arah kamarnya.
“Kalian jangan hanya melihatku. Segera tolong aku bangun dari sini,” saudagar itu membentak pembantunya.
Setelah bangun dari tempat tidurnya dengan dibantu beberapa orang pembantunya, ia perintahkan kepada pengawainya mencari tabib, dukun atau orang sakti untuk mengobati penyakitnya. Usahanya untuk menjadi sembuh dilakukan selama berbulan-bulan. Namun, tak satu pun orang pintar yang berhasil mengobatinya.
Saudagar itu pun berjanji bahwa ia akan memberikan setengah dari harta kekayaannya, kepada siapa saja yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Mendengar hal itu, si Pengemis berkaki pincang datang kembali dan menjelaskan apa yang menjadi penyebab lumpuhnya kaki Saudagar tersebut.
“Apakah kau masih ingat aku, tuan?” kata si pengemis.
Saudagar itu tidak menjawab. Ia malu untuk membalas ucapan pengemis miskin yang berpakaian compang-camping.
“Musibah yang menimpa dirimu disebabkan oleh sifatmu yang sombong dan kikir. Ada beberapa syarat jika kau ingin sembuh,” ujar pengemis melanjutkan ucapannya.
Merasa tertarik dengan syarat kesembuhannya, saudagar kaya membalas sekenanya.
“Apa syaratnya?” ucapnya singkat.
“Pertama, kau harus rendah hati dan pemurah. Kedua, pergilah bertapa di atas batu cekung selama tujuh hari tujuh malam. Ketiga, penuhi janjimu untuk membagi separuh kekayaan kepada orang miskin di sekitar rumahmu,” ujar pengemis itu.
Bertapa di Batu Cekung
Awalnya saudagar kaya itu tidak menghiraukan ucapan si pengemis. Ah, itu pasti akal-akalan pengemis miskin untuk dapat uang dengan mudah, pikirnya. Namun setelah beberapa hari ia memikirkannya, saudagar kaya itu tertarik melaksanakan saran si pengemis.
“Tak ada salahnya kucoba,” gumam si saudagar kaya.
Dengan dibantu oleh pelayannya berangkatlah sang Saudagar melakukan perjalanan jauh untuk bertapa di atas batu cekung selama tujuh hari tujuh malam. Ia tidak makan dan tidak minum selama menjalani pertapaan. Kiranya beginilah rasanya menjadi orang yang kelaparan, sungguh tidak enak. Ia menderita rasa lapar untuk pertama kalinya.
Lalu pada hari terakhir pertapaan, keajaiban pun terjadi. Dari pusat batu cekung tersebut menyembur sumber mata air panas. Saudagar itu menghentikan tapanya, ia mandi dengan sumber mata air panas. Ia mengusap seluruh tubuhnya sampai bersih.
Sungguh aneh, kedua kakinya yang semula lumpuh, kini dapat ia gerakkan kembali. Setelah berendam agak lama ia pun kin dapat berjalan dengan normal. Setelah yakin sembuh pulih seperti sedia kala, saudagar itu kembali ke rumahnya. la memenuhi janjinya, membagi-bagikan separo harta kepada orang-orang miskin di sekitar tempat tinggalnya.
la betul-betul telah berubah. Jika ada pengemis datang buru-buru ia memberikan uang atau makanan sepantasnya. Ketika menikah ia tidak memilih putri orang kaya melainkan memilih gadis desa anak seorang petani miskin. Kiranya pengalaman pahitnya dulu yang tak bisa berjalan telah membuatnya insyaf. Pedagang itu tidak lagi sombong, melainkan suka menolong sesama.
Perubahan sikapnya itu lantas membuat penduduk senang. Orang-orang yang dulu membencinya kini berbalik menyukainya. Perdagangannya pun semakin lancar, ia bertambah kaya raya karena sudah bersedekah. Ia pun kini hidup bahagia bersama keluarganya.
Penduduk setempat menyebut istilah cekung dengan Kuwung, maka Batu Cekung yang telah menjadi sebab kesembuhan si Saudagar disebut Batu Kuwung. Konon, berbagai macam penyakit dapat sembuh apabila mandi dengan sumber mata air panas Batu Kuwung yang terletak di kaki Gunung Karang.
Amanat dari legenda Batu Kuwung ini adalah kesombongan dapat mendatangkan celaka. Yang berhak sombong hanya Tuhan. Sementara kekayaan yang dimiliki manusia tidak boleh menyebabkan sombong, namun harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan bersama. Bersedekah dapat menjadikan hidup lebih indah. Semoga Anda terinspirasi cerita rakyat Nusantara ini. Sampai jumpa di artikel The Jombang Taste berikutnya.
Daftar Pustaka:
Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya.
Tinggalkan Balasan