Apa kabar sobat blogger Jombang dan kawan pembaca The Jombang Taste se-Indonesia? Pada artikel sebelumnya kita sudah mengulas cerita Legenda Putri Tandampalik dari Sulawesi Selatan dan kisah dongeng Suri Ikun dari Provinsi NTT. Berikut ini cerita legenda si kembar yang terpisah sejak kecil dari Sulawesi Barat, yaitu Sawerigading dan Tenriyabeng. Selamat membaca.
Pada jaman dulu ada seorang pemimpin kerajaan dari keturunan Raja Langit yang bernama La Tiuleng. Raja itu memiliki gelar Batara Lattu. Batara Lattu dikaruniai dua anak kembar, yaitu seorang anak laki-laki yang diberi nama Lawe atau La Madukelleng, namun anak laki-laki itu lebih dikenal dengan sebutan Sawerigading. Sedang saudara perempuannya bernama We Tenriyabeng. Dua saudara kembar itu adalah keturunan raja dan kelak akan menjadi tokoh bersejarah dari Sulawesi Barat.
Meskipun terlahir sebagai saudara kembar, Sawerigading dan We Tenriyabeng tidak dibesarkan bersama-sama. Mereka hidup terpisah sejak kecil sehingga satu sama lain tidak saling mengenal. Begitulah salah satu isi peraturan adat pada saat itu. Jika ada anak terlahir kembar, maka mereka harus dipisahkan sejak kecil. Jika itu tidak dilakukan, maka Dewa akan murka kepada penduduk.
Kisah Cinta Terlarang Saudara Sedarah
Waktu terus bergulir hingga bertahun-tahun lamanya. Sawerigading dan We Tenriyabeng telah tumbuh dewasa. Sawerigading tumbuh menjadi pemuda yang gagah-perkasa. Ia memiliki tubuh yang tegap dan berwajah tampan. Begitu juga dengan We Tenriyabeng telah menjadi gadis cantik. Rambutnya panjang terurai dan senyumnya sungguh menawan.
Suatu ketika Sawerigading sedang berjalan di sebuah desa, tiba-tiba ia melihat gadis yang sangat cantik berlalu di hadapannya. Sawerigading jatuh cinta pada pandangan pertama. Gadis itu sungguh mempesona. Ia ingin sekali berkenalan dan menjalin kasih dengannya. Maka dengan mengumpulkan segenap keberanian diri, Sawerigading menyapa gadis cantik itu.
“Siapakah namamu, wahai gadis cantik?” tanya Sawerigading.
“Namaku We Tenriyabeng,” jawab We Tenriyabeng dengan tersipu.
Perkenalan Sawerigading dan We Tenriyabeng pun berlanjut. Sawerigading mengutarakan keinginannya untuk menikahi We Tenriyabeng. Begitu pula dengan We Tenriyabeng ternyata jatuh cinta kepada Sawerigading. Hati Sawerigading dan We Tenriyabeng berbunga-bunga. Cinta mereka berdua ternyata saling berbalas. Mereka pun setuju untuk melangsungkan pernikahan secepatnya.
Sesuai adat yang ada, sebelum dilaksanakan pernikahan maka kedua orang tua mereka harus dipertemukan. Sawerigading dan We Tenriyabeng saling mengundang ayah dan ibu masing-masing ke tempat pertemuan. Ketika keduanya sepakat untuk meminta restu kedua orang tuanya, betapa terkejutnya mereka mengetahui bahwa mereka adalah saudara kembar yang terpisah.
“Jadi, engkau adalah saudaraku?” Sawerigading berkata dengan mata terbelalak. Ia hampir tidak mempercayai kenyataan ini.
Hancurlah perasaan Sawerigading dan We Tenriyabeng. Sawerigading dengan hati sangat kecewa pergi meninggalkan Kerajaan Luwu dan bersumpah tidak ingin kembali. Sedangkan, We Tenriyabeng pergi entah ke mana. Tidak ada lagi penduduk Luwu yang bertemu dengan Sawerigading dan We Tenriyabeng. Keduanya terlanjur kesal karena merasa dipermainkan nasib.
Berusaha Melupakan Masa Lalu
Diceritakan bahwa Sawerigading yang ketika itu pergi mengembara akhirnya tiba di sebuah negeri Tiongkok. Di sana dikabarkan ia mengalahkan beberapa kesatria Kerajaan Tiongkok sehingga diangkat menjadi pemimpin para kesatria. Sawerigading terus belajar berperang dan menghimpun kekuatan. Ia tidak ingin mengingat kisah cintanya dengan We Tenriyabeng yang kandas ketika menjelang pernikahan.
Namun kehidupan terus berputar. Kisah cinta Sawerigading ternyata belum berakhir, ia bertemu seorang putri cantik asal Tiongkok bernama Cudai. Setelah sekian lama, ternyata Sawerigading menjadi seorang kapten yang perkasa. Dalam perjalanannya, ia berlayar ke daerah Ternate di Maluku, Sumbawa, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sunda dan Malaka. Pekerjaan berlayar menjadikannya pemimpin yang kaya-raya.
Setelah menikah, Sawerigading dikaruniai seorang anak laki-laki, ia bernama I La Galigo dan bergelar Datunna Kelling. Dikisahkan bahwa I La Galigo ketika dewasa menjadi seorang kapten kapal seperti ayahandanya. Namun, ia tidak pernah menjadi seorang raja. I La Galigo dikabarkan memiliki empat orang istri dari berbagai negeri. Ia pun karunia anak yang salah satunya bernama La Tenritatta. La Tenritatta adalah keturunan terakhir yang dinobatkan di kerajaan Luwu.
Amanat cerita rakyat mengenai kisah saudara kembar Sawerigading dan We Tenriyabeng dari Sulawesi Barat ini adalah kita diharuskan mengenal saudara sendiri. Sesama saudara harus menjalin silaturahmi dengan baik. Sebab jika tidak mengenal kerabat sendiri bisa-bisa kita berbuat salah kepada saudara kita sendiri. Semoga cerita rakyat dari Sulawesi Barat ini bisa memberi manfaat untuk Anda. Sampai jumpa di artikel The Jombang Taste berikutnya.
Daftar Pustaka:
Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya.
Tinggalkan Balasan