Semakin banyak acara ceramah agama tayang di layar televisi. Trend ini terus berkembang seiring dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat akan hiburan yang mendidik. Para mubaligh yang tampil pun berasal dari beragam latar belakang pendidikan. Mereka seolah berlomba mengajak manusia untuk berbuat baik. Saya berprasangka baik terhadap mereka semua bahwa tidak ada satupun dari para mubaligh mengajarkan kerusakan di muka bumi.
Diskusi Ushul Fiqh pagi ini topiknya sangat tepat. Ustadz Bahruddin membahas fenomena tayangan siaran agama di televisi dalam bab taqlid. Dikatakan bahwa dalam setiap tindakan manusia harus memiliki dasar hukum. Perbuatan meniru seseorang tanpa dalil hukum disebut taqlid. Al Ghozali mendefinisikan taqlid sebagai perbuatan menerima ucapan tanpa hujjah. Hanya ikut-ikutan saja tanpa memahami dasar hukum perbuatan tersebut.
Lalu bagaimana dengan siaran dakwah di televisi selama ini? Apakah lantas kita harus mempertanyakan kehujjahan tausiyah Ustadz Maulana, curhat Mama Dedeh, dan para mubaligh lainnya? Anda tidak perlu melakukan boikot terhadap kegiatan dakwah melalui media televisi. Semua perbuatan memiliki sisi plus dan minus. Takaran yang tepat adalah bertujuan kepada terciptanya kemaslahatan masyarakat.
Selama Anda memahami kompetensi mereka dengan baik, sah sah saja menjadikan ucapan mereka sebagai pedoman dalam berperilaku. Artinya, masak sih Ustadz Yusuf Mansyur berniat mencelakakan kaidah keimanan muslim di Indonesia. Integritas dan komitmen mereka sudah diketahui bersama sehingga tidak perlu ditanyakan motif ceramah. Saya yakin tidak semua orang setuju dengan pendapat para mubaligh tersebut. Pro dan kontra adalah hal yang wajar dalam Islam. Ada usul?