Saya menghadiri sejumlah undangan hajatan pada hari Minggu, 8 Juli 2018 kemarin. Saya dibuat sibuk sendiri oleh tiga acara yang dilaksanakan dalam waktu yang hampir bersamaan itu. Dua undangan merupakan acara pernikahan dua guru Genius di dua lokasi berbeda. Satu undangan lagi merupakan acara halal bihalal ustadz dan santri Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) se-Desa Karanglo Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang. Acara TPQ gabungan enam dusun di Karanglo itu dilaksanakan di Musholla Sirojul Ummah Dusun Srapah. Saya berangkat ke lokasi halal bihalal jam delapan pagi. Sesampai di halaman Musholla Sirojul Ummah, saya menyaksikan ratusan santri TPQ telah siap menunjukkan penampilan terbaik mereka. Ada yang tampil menyanyi, menari, hafalan doa, hafalan surat pendek, maupun seni musik banjari.
Acara pelantikan pengurus Jamiyatul Qurra wal Huffadz (JQH) Ranting Karanglo dilakukan sekitar jam sepuluh setelah para santri tampil. Belasan wanita paruh baya menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars JQH, dan Mars Subhanul Wathon. Iringan musik bersemangat itu membunyarkan kantuk akibat angin sepoi-sepoi yang berhembus ke dalam Musholla Sirojul Ummah. Kegiatan pelantikan kemudian dilanjutkan dengan sambutan-sambutan dan pelantikan pengurus baru masa khidmat empat tahun ke depan. Kehadiran saya dalam acara pelantikan ini sebagai perwakilan JQH Ranting Latsari. JQH Latsari telah lama vakum. Entah kapan terakhir kali kami mengadakan acara, kepengurusan JQH Latsari pun seharusnya perlu dilakulan peremajaan.
Ada cerita menarik yang saya dapat dari menghadiri acara JQH di Karanglo kemarin. Saya secara kebetulan duduk bersebelahan dengan salah satu sesepuh Dusun Srapah, entah namanya siapa saya lupa. Beliau adalah seorang haji yang aktif berdakwah agama Islam di Srapah. Beliau juga yang memiliki inisiatif membangun Musholla Sirojul Ummah meski di Srapah sudah berdiri masjid dan beberapa musholla atau langgar. Beliau berujar bahwa menyiarkan agama Islam sekarang lebih mudah. Kita tidak perlu berteriak dan memaksa orang untuk datang mengerjakan sholat jamaah ke masjid atau musholla. Kita hanya perlu mendoakan mereka dan menciptakan lingkungan Islami yang kondusif. Keteladanan sikap hidup adalah yang utama.
Memang benar kata beliau, semakin dipaksa seorang warga Islam KTP untuk mengerjakan sholat lima waktu, makin besar penolakan yang akan kita terima. Mereka sudah cukup paham konsep surga dan neraka dalam agama Islam serta tidak butuh banyak ceramah. Pembangunan Musholla Sirojul Ummah tepat berada di sisi sebuah warung kopi. Disitulah tempat berkumpulnya para pria dewasa. Dulu mereka sangat susah diajak mengerjakan sholat berjamaah. Berkat adanya bangunan musholla di dekatnya, perlahan-lahan mereka mulai membiasakan diri sholat berjamaah di musholla. Diperlukan latihan yang berulang sehingga proses mencapai kesadaran beragama bisa terlaksana. Semoga nasehat beliau bisa saya laksanakan dalam mendidik para santri di TPQ Al-Mujahiddin Guwo.
Tinggalkan Balasan