Karena Lidah Tidak Bertulang, Hilanglah Wibawa Sang Ustadz

Anak Mengajak Bertengkar? Tahanlah Emosi Untuk Tidak Berdebat Dengannya

Menjadi seorang pendidik agama merupakan profesi mulia. Setiap gerak dan langkahnya merupakan teladan ibadah bagi anak didiknya. Tidak jarang, seorang ustadz atau guru agama Islam menjadi tempat bertanya bagi permasalahan warga desa. Tokoh agama adalah pusat perhatian orang-orang yang membutuhkan nasehat kehidupan. Tokoh agama di desa mendapat sejumlah sebutan, misalnya Pak Modin, Pak Kyai, Pak Ustadz, Pak Haji dan lain-lain. Segala bentuk perilaku tokoh agama tersebut menjadi panutan atau teladan bagi semua warga yang berinteraksi dengannya. Masyarakat akan menilai dan mencontoh caranya berbicara, berpakaian, dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Namun tidak selamanya wibawa seorang ustadz bisa digenggam. Hilangnya rasa hormat kepada ustadz bisa terjadi karena yang bersangkutan tidak mampu mengendalikan bicara. Memang benar bahwa lidah tidak bertulang sehingga begitu mudah manusia berkata, termasuk sang ustadz. Mengapa ustadz sampai terpeleset omongan? Tidak lain karena faktor lingkungan. Situasi politik tanah air kita sungguh membuat terlena para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Mereka ikut terombang-ambing manuver politik para kyai kelas wahid yang saat ini diragukan netralitasnya. Bagaimana Pak Kyai bisa netral bersikap jika beliau sudah tunduk dan takluk pada penguasa. Tokoh agama yang sudah tunduk pada partai politik tidak akan bisa merangkul semua pihak yang diayomi.

Memang benar setiap warga negara bebas berserikat dan berkumpul untuk menyuarakan pendapat dalam beragam organisasi yang ada. Ustadz dan tokoh agama sebaiknya tidak terlibat politik praktis demi kedamaian umat. Alangkah bijak bila mereka mau menahan diri untuk tidak mencondongkan diri kepada salah satu partai politik. Partai politik identik dengan proses merebut kekuasaan dan mengalahkan pihak lain. Ini tentu saja tidak sesuai dengan sifat dasar pemuka agama yang seharusnya bisa menghadirkan kedamaian untuk setiap orang yang ditemuinya. Partai politik saat ini tidak bisa menjadi jaminan kebersihan karakter politisi yang diusungnya. Begitu juga sebaliknya. Sosok Pak Kyai ataupun Pak Ustadz pun tidak menjadi jaminan bagusnya partai politik yang dibela.

Komentar

11 tanggapan untuk “Karena Lidah Tidak Bertulang, Hilanglah Wibawa Sang Ustadz”

  1. Avatar Kang Paimo
    Kang Paimo

    Sepakat kang! Ustadz lbh bagus netral. Politik itu kotor dan menyesatkan ahli agama.

  2. Avatar Sriyono
    Sriyono

    Andai lidah bertulang, susah makan dong say…

  3. Avatar Heris
    Heris

    Siapakah inisial tersangka?

  4. Avatar Faysal
    Faysal

    Tulisan ini cermin buruknya pembinaan akhlaq tokoh agama di desa. Mereka mencampur aduk agama dengan politik sehingga membingungkan umat.

  5. Avatar Novi Rasyid
    Novi Rasyid

    Mulutmu harimaumu.

  6. Avatar Desri
    Desri

    Drpd dipakai bergosip, mending tahlilan aja ya..

  7. Avatar Hakim
    Hakim

    Gak perlu wibawa. Yang penting punya duit bnyk. Haha!

  8. Avatar DV1 Duck
    DV1 Duck

    Diam adalah emas. Gak usah ngomong klo cuma bikin sakit hati.

  9. Avatar Berita Jombang
    Berita Jombang

    Sangat disayangkan klo ada ustadz hafidz bikin malu krn kebohongannya.

  10. Avatar Noto Sukses
    Noto Sukses

    Jaga lisan supaya hidup aman dan nyaman.

  11. Avatar Achmad Suryadi
    Achmad Suryadi

    Sebenarnya sangat disayangkan sekarang ini banyak tokoh agama yang terjun ke dunia politik. rakyatnya jadi bingung mereka harus mempercayai tokoh yang mana. karena kalau sudah masuk politik biasanya orang tidak bisa bersikap netral dan cenderung memihak ke salah satu kelompoknya. Kejadian ini sudah sering berulang setiap lima tahun sekali dan anehnya masyarakat itu menerima saja keadaan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *