Upaya Pemajuan dan Penegakkan serta Penanganan Masalah Hak Asasi Manusia di Indonesia

The Law Sign - Lambang Penegakan Hukum di Indonesia
The Law Sign – Lambang Penegakan Hukum di Indonesia

Upaya Pemajuan & Penegakkan dan Penanganan Masalah Hak Asasi Manusia pada negara Indonesia

Pemajuan & Penegakkan Hak Asasi Manusia pada Indonesia

Semua negara pada global memiliki putusan bulat dan menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi insan yg universal. Akan tetapi, aplikasi hak asasi insan bisa saja tidak sama antara satu negara menggunakan negara lain. Ideologi, kebudayaan & nilai- nilai spesial yg dimiliki suatu bangsa akan menghipnotis perilaku manusia berbangsa.

Misalnya pada Indonesia, seluruh perilakuhidup berbangsa diukur menurut kepribadian Indonesia yg tentu saja tidak sama menurut bangsa lain. Bangsa Indonesia akan merampungkan permasalahannya menggunakan cara sendiri. Bangsa lain tidak bisa memaksakan konsep hak asasi versi negaranya pada bangsa kita, kebalikannya bangsa kita pun tidak bisa memaksakan konsep hak asasi versi bangsa kita pada bangsa lain.

Salah satu karakteristik negara aturan merupakan adanya jaminan terhadap hak asasi insan. Ciri inilah yg membedakan antara negara otoriter menggunakan negara demokratis yg menghormati & menjunjung tinggi hak asasi insan. Sebagai keliru satu negara yg mengaku menjadi negara aturan, Indonesia tentu saja berperan aktif pada upaya penegakan HAM. Proses penegakan HAM pada Indonesia mengacu pada ketentuan-ketentuan aturan internasional yg dalam dasarnya menaruh kewenangan luar biasa pada setiap negara.

Berkaitan menggunakan hal tadi, bangsa Indonesia pada proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan 2 hal pada bawah ini:

1) Kedudukan negara Indonesia menjadi negara yg berdaulat baik secara aturan, sosial, politik wajib dipertahankan pada keadaan apapun sinkron menggunakan prinsip- prinsip yg dianut pada piagam PBB.

2) Dalam pelaksanaannya, pemerintah wajib permanen mengacu pada ketentuan- ketentuan aturan internasional tentang HAM. Kemudian menyesuaikannya & memasukkannya ke pada sistem aturan nasional dan menempatkannya sedemikian rupa, sebagai akibatnya merupkan bagian yg tidak terpisahkan menurut sistem aturan nasional.

Pemerintah Indonesia pada proses penegakan HAM ini sudah melakukan langkah-langkah strategis, yakni menggunakan menciptakan produk aturan, pembentukan forum independen yg keberadaannya dilandasi UU atau peraturan dan lembaga atau forum swadaya rakyat yg ikut mengawasi penegakkan HAM itu sendiri. Berikut ini akan dibahas ketiga hal tadi.

1). Pembentukan produk aturan yg mengatur mengenai HAM menjadi Penjabaran Undang-Undang Dasar 1945 Pembentukan produk aturan yg mengatur tentang hak asasi insan (HAM) dimaksud buat mengklaim kepastian aturan pada proses penegakan HAM. Selain itu produk aturan tadi menaruh arahan bagi aplikasi proses penegakan HAM.

Adapun produk aturan yg dibuat buat mengatur perkara HAM merupakan:

a) Pada amandemen ke 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah ditetapkan satu bab tambahan pada btg tubuh yaitu bab X A yg berisi tentang hak asasi insan, melengkapi pasal-pasal yg lebih dahulu mengatur tentang perkara HAM.

b) Dalam sidang istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat 1998 ditetap sebuah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang hak asasi insan yaitu TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/Majelis Permusyawaratan Rakyat/1998.

c) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia dalam tahun 1998.

d) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia, yg diikuti menggunakan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 tahun 1999 mengenai pengadilan HAM yg lalu ditetapakan sebagai sebuah undang- undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 mengenai Pengadilan HAM.

e) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan menggunakan Pancasila & UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Hal ini diwujudkan menggunakan meratifikasi:

(1) Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment sebagai Undang-Undang RI Nomor lima tahun 1998 mengenai Konvensi Menentang Penyiksaan & Perlakuan atau Penghukuman yg Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

(2) International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights sebagai Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005 mengenai Kovenan Internasional Hak- hak Ekonomi, Sosial.& Budaya.

(3) International Covenant on Civil and Political Rights sebagai Undang- Undang RI Nomor 11 tahun 2005 mengenai Kovenan Internasional mengenai Hak- hak Sipil & Politik. Selain ketentuan-ketentuan tadi, tentu saja masih terdapat produk aturan mengenai HAM yg berlaku pada Indonesia waktu ini.

2). Terbentuknya forum-forum independen yg menangani perkara HAM yg pembentukannya diatur UU Lembaga bentukan pemerintah yg bersifat independen & tidak memihak yg pembentukan, susunan, & kedudukannya diatur menggunakan undang-undang yg spesifik buat menangani pertarungan HAM diantaranya merupakan :

(1). Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibuat pada7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. Eksistensi Komnas HAM selanjutnya diatur pada Undang-Undang RI Nomor 39 tahun1999 mengenai Hak Asas Manusia pasal 75 hingga menggunakan pasal 99.

Komnas HAM adalah forum negara berdikari setingkat forum negara lainnya yg berfungsi menjadi forum pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan & mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35 orang yg dipilih sang DPR dari usulan Komnas HAM & diresmikan sang Presiden.

Masa jabatan anggota Komnas HAM selama 5 tahun & bisa diangkat lagi hanya buat satu kali masa jabatan. Komnas HAM memiliki kewenangan menjadi berikut:

(a) melakukan perdamaian dalam ke 2 belah pihak yg bermasalah

(b) merampungkan perkara secara konsultasi juga negosiasi

(c) menyampaikan rekomendasi atas suatu perkara pelanggaran hak asasi insan pada pemerintah & DPR buat ditindak lanjuti

(d) memberi saran pada pihak yg bermasalah buat merampungkan konkurensi pada pengadilan. Setiap rakyat negara yg merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan pada Komnas HAM. Pengaduan tadi wajib disertai menggunakan alasan, baik secara tertulis juga mulut & bukti diri pengadu yg benar.

(2). Pembentukan Pengadilan HAM

Pengadilan HAM didirikan sesuai Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan HAM merupakan pengadilan spesifik terhadap pelanggaran HAM berat yg diperlukan bisa melindungi hak asasi insan baik perseorangan juga rakyat & sebagai dasar pada penegakan, kepastian aturan, keadilan & perasaan aman, baik perseorangan juga rakyat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000, Pengadilan HAM bertugas & berwenang mempelajari & tetapkan kasus pelanggaran hak asasi insan yg berat. Di samping itu, berwenang mempelajari & memutus kasus pelanggaran HAM yg dilakukan sang rakyat negara Indonesia & terjadi pada luar batas teritorial daerah Indonesia.

Adapun yg termasuk pelanggaran HAM berat yg diatur pada Pasal 7 hingga 9 Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 meliputi:

(a) Kejahatan genosida

Kejahatan genosida yaitu setiap perbuatan yg dilakukan menggunakan maksud buat menghancurkan atau memusnahkan semua atau sebagian grup bangsa, ras, grup etnis, atau grup kepercayaan menggunakan cara membunuh anggota grup, menyebabkan penderitaan fisik atau mental yg berat terhadap anggota grup, membangun syarat kehidupan grup yg akan menyebabkan kemusnahan secara fisik baik semua atau sebagiannya, & memaksakan tindakan yg bertujuan mencegah kelahiran pada pada grup atau memindahkan secara paksa anak-anak menurut grup eksklusif pada grup yg lain.

(b) Kejahatan kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan yaitu satu perbuatan yg dilakukan menjadi bagian menurut agresi yg meluas atau sistemik, yg diketahuinya bahwa agresi tadi ditujukan secara langsung pada penduduk sipil. Kejahatan kemanusian berbentuk pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, perbudakan, pengusiran, perampasan kemerdekaan yg melanggara aturan internasional & sebagainya.

Selain itu banyak sekali forum indipenden yg bentuk sang pemerintah buat mengatasi pertarungan spesifik pada bidang anak, wanita atau perkara spesifik lainnya seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia, disingkat KPAI, merupakan forum independen Indonesia yg dibuat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak pada rangka menaikkan efektifitas penyelenggaraan proteksi anak. Keputusan Presiden Nomor 95/M/2004 adalah dasar aturan pembentukan forum ini. Demikian juga, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi & lain lain.

3) Terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat yg menangani HAM

Selain peraturan perundangan & forum independen yg pembentukannya melibatkan pemerintah, terdapat juga forum swadaya rakyat yg lahir & berdirinya bersifat bottom up. Lembaga tadi diantaranya: Kontras (Komisi buat Orang Hilang & Korban Tindak Kekerasan), YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Indonesia), & Elsam (Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat), BKBH (Biro Konsultasi Bantuan Hukum) Perguruan Tinggi, & lain-lain.

b. Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Kasus pelanggaran HAM akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yg tidak mau menangani perkara pelanggaran HAM yg terjadi pada negaranya akan dianggap menjadi unwillingness state atau negara yg tidak memiliki kemauan menegakan HAM. Kasus pelanggaran HAM yg terjadi pada negara tadi akan disidangkan sang Mahkamah Internasional. Hal tadi tentu saja mendeskripsikan bahwa kedaulatan aturan negara tadi lemah & wibawa negara tadi jatuh pada pada pergaulan bangsa-bangsa yg beradab.

Sebagai negara aturan & beradab, tentu saja Indonesia tidak mau dianggap menjadi unwillingness state. Indonesia selalu menangani sendiri perkara pelanggaran HAM yg terjadi pada negaranya tanpa donasi menurut Mahkamah Internasional.

Contoh model perkara yg dikemukakan dalam bagian sebelumnya adalah bukti bahwa pada negara kita terdapat proses peradilan buat menangani perkara HAM terutama yg sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 26 tahun 2000 mengenai pengadilan HAM, perkara pelanggaran HAM diperiksa & diselesaikan pada pengadilan HAM ad hoc yg dibuat dari keputusan presiden & berada pada lingkungan peradilan generik.

Setelah berlakunya undang-undang tadi perkara pelanggaran HAM pada Indonesia ditangani & diselesaikan melalui proses peradilan pada Pengadilan HAM. Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat dilakukan dari ketentuan Hukum Acara Pidana.

Proses penyidikan & penangkapan dilakukan sang Jaksa Agung menggunakan disertai surat perintah & alasan penangkapan, kecuali tertatangkap tangan. Penahanan buat inspeksi pada sidang pada Pengadilan HAM bisa dilakukan paling usang 90 hari & bisa diperpenjang paling usang 30 hari sang pengadilan negeri sinkron menggunakan wilayah hukumnya.

Penahanan pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling usang 60 hari & bisa diperpanjang paling usang 30 hari. Penahanan pada Mahkamah Agung paling usang 60 hari & bisa diperpanjang paling usang 30 hari. Adapun penyelidikan pada terhadap pelanggaran hak asasi insan yg berat dilakukan sang Komnas HAM.

Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM bisa menciptakan Tim ad hoc yg terdiri menurut Komnas Ham & unsur rakyat. Hasil penyelidikan Komnas HAM yg berupa laporan pelanggaran hak asasi insan, diserahkan berkasnya pada Jaksa Agung yg bertugas menjadi penyidik. Jaksa Agung wajib menindak lanjuti laporan menurut Komnas Ham tadi. Jaksa Agung menjadi penyidik bisa menciptakan penyidik ad hoc yg terdiri menurut unsur pemerintah & rakyat.

Proses penuntutan kasus pelanggaran HAM berat dilakukan sang Jaksa Agung. Dalam aplikasi tugasnya, Jaksa Agung bisa mengangkat penuntut generik ad hoc yg terdiri menurut unsur pemerintah atau rakyat. Setiap waktu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bisa kabar secara tertulis pada Jaksa Agung tentang perkembangan penyidikan & penuntutan kasus pelanggaran hak asasi insan yg berat.

Jaksa penuntut generik ad hoc sebelum melaksanakan tugasnya wajib mengucapkan sumpah atau janji. Selanjutnya, kasus pelanggaran hak asasi insan yg berat diperiksa & diputuskan sang Pengadilan HAM yg dilakukan sang Majelis Hakim Pengadilan HAM paling usang 180 hari sehabis berkas kasus dilimpahkan menurut penyidik pada Pengadilan HAM.

Majelis Hakim Pengadilan HAM yg berjumlah 5 orang terdiri atas 2 orang hakim dalam Pengadilan HAM yg bersangkutan & 3 orang hakim ad hoc yg diketuai sang hakim menurut Pengadilan HAM yg bersangkutan. Dalam hal kasus pelanggaran hak asasi insan yg berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka kasus tadi diperiksa & diputus pada saat paling usang 90 hari terhitung semenjak kasus dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi.

Pemeriksaan kasus pelanggaran HAM pada Pengadilan Tinggi dilakukan sang majelis hakim yg terdiri atas 2 orang hakim Pengadilan Tinggi yg bersangkutan & tigaorang hakim ad hoc. Kemudian, pada hal kasus pelanggaran hak asasi insan yg berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, kasus tadi diperiksa & diputus pada saat paling usang 90 hari terhitung semenjak kasus dilimpahkan ke Mahkamah Agung.

Pemeriksaan kasus pelanggaran HAM berat pada Mahkamah Agung dilakukan sang majelis hakim terdiri atas 2 orang Hakim Agung & 3 orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc pada Mahkamah Agung diangkat sang Presiden selaku Kepala Negara atas usulan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Sumber: Halimi, Muhammad. 2019. Modul 5 PPG PGSD Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan