Setiap masa memiliki cerita tersendiri bagi pelakunya. Cerita Lebaran beberapa tahun lalu memberikan kesan berbeda karena dirayakan dalam suasana berkabung sepeninggal Mbah Ngatsiyah. Kamis, 31 Juli 2014 saya menghadiri kegiatan Halal Bihalal Keluarga Besar Bani Karso di Jombang. Acara tahun itu merupakan kegiatan ke-19 yang terselenggara berkat kerukunan keluarga. Sebagian besar anggota keluarga hadir di acara yang dilaksanakan pada pagi hari di kediaman Mbah Karso. Sebanyak 25 kepala keluarga yang terdiri dari 80 orang anggota keluarga hadir dan menyemarakkan suasana.
Bani Karso memiliki dua orang sesepuh utama, yaitu Mbah Karso dan Mbah Ngatsiyah. Mbah Ngatsiyah telah wafat lebih dulu pada awal tahun ini. Minggu depan merupakan peringatan 100 hari wafatnya beliau. Tinggal Mbah Karso yang masih hidup dan berusia lebih dari 100 tahun dengan kondisi kesehatan yang terus menurun. Pada waktu Mbah Ngatsiyah masih hidup, beliau merupakan satu-satunya alasan mengapa keluarga besar ini masih hidup rukun. Dan Mbah Karso menjadi alasan terakhir mengapa saat ini sembilan bersaudara terus mengingatkan putra-putri dan cucu-cicitnya untuk menjaga tali silaturahmi.
Begitu banyak yang berubah dalam kegiatan halal bihalal tahun itu. Anggota keluarga besar yang makin bertambah banyak. Dan juga makin kompleksnya permasalahan antar generasi lintas saudara. Perubahan itu sepertinya memang sudah diprediksi sejak tahun kemarin. Panitia acara sudah mewanti-wanti kepada seluruh anggota keluarga besar agar menyempatkan waktu dan menghadiri kegiatan halal bihalal. Tapi yang namanya rencana manusia tetaplah menjadi rencana saja sementara Allah yang menentukan hasilnya. Tidak semua anggota bisa hadir di acara.
It’s oke wae mas. Sebagai panitia penyelenggara, saya bersikap nothing to lose saja. Saya sudah terbiasa menggelar event yang melibatkan masyarakat dalam jumlah banyak. Keberhasilan dan kekecewaan adalah satu paket yang menyatu dalam setiap acara. Boleh jadi saya kurang sukses menyelenggarakan acara dilihat dari jumlah peserta. Namun setidaknya kegiatan tersebut menjadi seleksi alam terhadap orang-orang yang berkomitmen dan orang-orang yang mudah berpaling. Semua sudah dewasa dalam bersikap. Fakta saat ini adalah kondisi terbaik yang dapat diberikan.
Seperti halnya menurunkan ilmu persaudaraan dari satu generasi ke generasi lainnya, rutinitas halal bihalal itu pasti tetap ada. Namun seberapa besar manfaat yang bisa didapatkan peserta kegiatan itulah pertanyaan besar yang harus dibahas bersama. Sudah bukan waktunya membahas kuantitas, sekarang lebih mengarah ke kualitas. Pertemuan tatap muka bukan sekedar makan bersama dan bercanda serta tertawa bersama. Lebih dari itu, halal bihalal keluarga besar adalah untuk menyegarkan kembali ukhuwah Islamiyah yang mungkin sedikit pudar setahun terakhir. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada persaudaraan ini. Aamiin.
Tinggalkan Balasan