Ramadhan tahun ini memberikan pengalaman berbeda dalam hidup saya. Untuk pertama kalinya saya merasa bangga atas kerja keras selama empat tahun terakhir mendidik anak-anak Latsari dalam pendidikan agama. Tentu saya tidak sendirian membesarkan mereka. Masih ada beberapa ustadz dan ustadzah yang sigap berdakwah disini. Kami semua bisa tersenyum menyaksikan anak-anak Guwo dapat mengambil peran dalam kehidupan keagamaan bersama penduduk dewasa.
Tahun ini saya merasa ringan menjalankan ibadah puasa. Kesibukan Pondok Ramadhan di SDN Latsari membuka lembaran baru bagi anak desa Latsari. Keceriaan mereka di sekolah nyata terbawa sampai ke rumah. Mereka lebih termotivasi menjalani hidup dengan bekal pendidikan sekolah. Apa buktinya? Saya tidak pernah memerintah, mereka sudah paham tugas bertadarus setiap hari. Hal ini berbeda dibanding bulan puasa tahun lalu yang membuat saya berpikir keras bagaimana merangsang anak untuk lebih peduli dalam praktek keagamaan di masyarakat.
Seberapa penting tadarus Ramadhan bagi peningkatan iman dan taqwa anak? Bagi saya penting banget. Tadarus Al-Quran berguna untuk mengetahui tingkat ketakwaan seseorang kepada Allah. Anak yang sholeh akan merasa butuh tadarus sebagai media belajar sekaligus ibadah mulia. Meskipun masih ada sedikit pamrih di hati mereka, itu semua dapat tertutupi dengan kesediaan mereka menyimak bacaan Quran. Selain itu, keberadaan makanan takjil menjadi penyemangat mereka untuk mengunjungi masjid.
Saya juga merasa lebih tenang untuk membiarkan petugas bilal bekerja mendampingi imam sholat tarawih. Semua petugas bilal tarawih berjumlah 19 anak yang terdiri dari 3 remaja usia SMA dan 16 anak-anak usia SD. Mereka bisa melaksanakan tugas bilal tarawih dengan baik. Setidaknya sampai paruh pertama bulan puasa ini mereka bisa menjadi bilal tarawih tanpa masalah yang berarti. Ada saja kejadian lucu yang hadir dalam praktek kehidupan agama di desa. Semua bentuk ketidakbiasaan itu merupakan ciri khas perkembangan anak menuju pemikiran yang lebih dewasa.
Tantangan mendidik agama bagi anak-anak di desa adalah minimnya kepercayaan masyarakat kepada generasi muda. Tidak semua orang tua bersedia melepaskan anak-anaknya untuk tampil dalam kancah kehidupan agama. Alasan anak takut salah dan takut dirinya kehilangan kekuasaan adalah dua hal yang menghinggapi para sesepuh desa. Memang masih butuh masih banyak waktu untuk membuktikan kemampuan anak-anak. Meski demikian, kita harus terus mendukung mereka sehingga terpacu lebih berani menghadapi realita masyarakat. Semoga mereka bisa konsisten menjalani ibadah di bulan Ramadhan ini dengan riang gembira dan tulus ikhlas.
Tinggalkan Balasan