Tag: kisah anak yatim

  • Sini, Bapak Peluk!

    Menyingkap tirai silam dirintik hujan. Rindu dan dendam bertalu. Terdengar bisikan merdu merayu di telingaku. Namun apa guna yang terlewatkan di masa-masa yang telah usang menjadi pedoman. Mengusik masa lalu tidak selalu berarti terjebak pada lingkaran waktu yang telah usang. Ada kalanya kita perlu menghirup cangkir kenangan walau panas, pahit dan rawan namun berguna sebagai…

  • Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 7-Habis)

    Cerita sebelumnya disini. Perjalananku di kota surabaya masih berlanjut di hari terakhir ini. Aku masih berkepentingan untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dari pakar kehidupan yang telah berpengalaman mengarungi asam garam hidup. Aku bersama teman-temanku mengikuti kegiatan hari terakhir di kampus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) dengan semangat. Tak sedikitpun gelisah menerpaku.

  • Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 6)

    Baca cerita sebelumnya. Setelah kami mendapat materi dari mas Dwi di tempat yang sama namun beda waktu, kami mendapat materi berikutnya dari Presiden BEM ITS. Presiden BEM adalah ketua inti dari ribuan Mahasiswa. Kalau di SMA kalian bisa menyebutnya ketua OSIS. Inilah organisasi tempat kalian menempa diri dan memilih karakter diri.

  • Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 5)

    Baca cerita sebelumnya. Setelah deklarasi life plan, aku dan teman-teman menuju gazebo Statistika ITS. Disana kami mendapat materi dari mbak Regia, Mawapres ITS. Keren habislah. Mbak Regia juga baru kembali dari Jerman untuk mempelajari Revolusi Industri 4.0. Beliau juga mendapat paket haji gratis.

  • Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 4)

    Baca cerita sebelumnya. Langit kian pekat, tanda malam makin Nampak. Pukul 22.00 materi ditutup. Setelah itu kami mendapat briefing dari panitia. Kami satu persatu diberi kertas buffalo berwarna. Meskipun aku suka warna merah merona tapi kali ini aku memilih warna kuning sedikit kehijauan.

  • Fitri Nur Alifah Meniti Langkah (Bagian 3)

    Baca cerita sebelumnya. Sore itu hampir menggelap. Lampu-lampu jalan mulai satu persatu menyala. Ku akui Surabaya memang kota yang asyik. Bangunan pencakar langit, taman di pinggir jalan setapak yang berhias gemerlap dian, jalan-jalan yang ramai. Tak sunyi seperti rumahku yang berada di kaki Gunung Wilis.