
Puskesmas Mojowarno melaksanakan vaksinasi difteri tahap ketiga di SDN Latsari Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang hari ini Rabu, 28 November 2018. Para siswa sudah diberitahu sejak kemarin agar mereka berangkat sekolah dengan kondisi sudah sarapan pagi. Mereka tampaknya sudah memahami bahwa akan dilaksanakan suntikan vaksinasi difteri yang memasuki tahap ketiga. Vaksinasi difteri kali ini berlangsung lebih teratur dibanding vaksinasi difteri tahap pertama dan kedua beberapa bulan lalu. Para siswa sudah paham bahwa mereka akan disuntik oleh tim medis dari Puskesmas Kecamatan Mojowarno. Tepat pukul 08.00 WIB Bu Lia, seorang petugas medis dari Puskesmas Mojowarno, datang ke sekolah. Saya membantu beliau membawakan sejumlah perlengkapan medis dan menyiapkan kelas, terutama anak-anak, yang sejak awal sudah tampak gelisah menanti kedatangan dokter itu.
Kelas 1 merupakan kelompok pertama yang mendapatkan suntik vaksinasi difteri. Semua murid kelas 1 patuh dan tenang saat mereka disuntik. Tidak satupun dari murid-murid kelas 1 yang menangis saat disuntik. Tampaknya mereka sudah paham bahwa vaksinasi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan mereka dari kemungkinan penularan penyakit difteri. Anak-anak kecil itu patuh pada perintah para guru untuk membuka lengan baju sebelah kiri dan menyiapkan lengan mereka untuk disuntik oleh dokter. Anak-anak kecil itu awalnya masih gemetar menyaksikan jarum lancip yang berisi vaksin. Tapi setelah beberapa orang murid disuntik siswa lainnya turut tenang karena murid pertama tadi tidak menangis. Pengaruh teman memang sangat besar. Mereka malu jika terlihat menangis saat disuntik.
Kegiatan suntik vaksin difteri untuk kelas 2, 3 dan 4 berlangsung lebih terkendali. Walaupun ada seorang murid yang menangis karena takut disuntik tapi secara umum mereka semua patuh pada perintah guru untuk tetap tenang saat disuntik. Seorang siswa kelas 3 yang menangis itu karena langganan tangis. Ketika tim medis memasuki ruang kelas 5 dan ruang kelas 6, kedua kelas itu menjadi ramai. Beberapa siswa putra kelas 6 melarikan diri dari kelas. Mereka mencongkel jendela Kelas dan keluar dari kelas dengan tergesa-gesa. Tentu saja hal ini menyebabkan kekacauan di antara para murid. Beberapa orang guru berusaha mengejar murid tersebut dan mengumpulkan kembali ke dalam kelas. Aksi kejar-kejaran ini tentu saja menghasilkan pemandangan yang menarik. Para siswa putra itu walaupun kesehariannya tampak garang dan banyak bicara tapi mereka ternyata takut juga saat melihat jarum suntik.
Murid-murid kelas 6 tampaknya lebih susah diatur daripada murid kelas 1. Mereka bahkan ada yang menangis sampai menggelepar-gelepar di lantai. Tontonan ini mengingatkan saya pada pertunjukan kuda lumping dan banthengan yang memaksa setiap pawang kuda lumping untuk duduk berjongkok dan menenangkan pemain kuda lumping yang kesurupan. Kali ini bapak dan ibu guru membantu tim medis untuk menenangkan murid yang berteriak histeris karena ketakutan untuk disuntik. Teman-teman satu kelas mereka pun tertawa karena menyaksikan kejadian yang lucu ini.
Pemberian vaksinasi difteri perlu dilakukan 3 kali untuk membentuk kekebalan tubuh anak dari bakteri corynebacterium diphteriae. Untunglah para wali murid di lembaga tempat saya mengajar semuanya mendukung kegiatan vaksinasi ini. Namun ada juga orang tua dari sekolah lain yang merasa keberatan anaknya mendapatkan vaksinasi pencegahan penyakit difteri. Alasan keberatan itu terutama muncul karena kekhawatiran setelah vaksinasi dilakukan anak mengalami demam dan bengkak pada bagian kulit yang telah disuntik oleh dokter. Kekhawatiran kedua adalah anak mengalami malpraktek atau penyalahgunaan obat pada pada saat vaksinasi oleh tim dokter yang memberikan imunisasi pencegahan penyakit difteri di sekolah. Bu Lia, dokter yang bertugas hari ini menyatakan bahwa pembengkakan pada ruas kulit yang telah disuntik itu terjadi karena anak mengalami tegang otot ketika disuntik sehingga cairan obat masuk ke dalam saraf anak. Hal itu dapat diobati dengan cara mengompres kulit tersebut dengan air hangat. Selain itu anak bisa diberikan obat tertentu pencegahan nyeri dan bisa didapatkan secara gratis di Puskesmas terdekat.
Para ibu muda merasa khawatir setelah diberikan vaksinasi bayi mereka akan sakit demam. Mereka juga berpikir bahwa minum air susu ibu (ASI) sudah cukup untuk menggantikan vaksinasi difteri. Hal itu tidak benar. Penyebaran penyakit difteri tidak dapat dicegah dengan minum ASI. Difteri dapat menular melalui kontak kulit dan pertukaran air ludah penderita dengan orang lain. Oleh karena itu penyakit ini harus segera ditangani dan jangan sampai muncul kejadian luar biasa (KLB) Difteri seperti yang telah terjadi pada sejumlah daerah di luar Pulau Jawa beberapa bulan lalu. Semoga para murid selalu sehat dan dapat belajar dengan nyaman serta terbebas dari penularan penyakit Difteri.
Tinggalkan Balasan