Setiap desa memiliki kisah unik terkait tingkah laku warganya. Alkisah, Haji Muhidin merupakan seorang terpandang di Negeri Sembilan Gua. Beliau sosok terpandang yang pernah menjadi guru PNS dan saat ini telah purna tugas. Kehidupan Haji Muhidin terbilang sempurna. Memiliki rumah besar dan anak-anak yang sukses bekerja di bidangnya masing-masing. Istrinya adalah seorang pensiunan perawat. Menantunya pun berprofesi sebagai aparat militer negara. Singkat kata, keluarga Haji Muhidin adalah keluarga ideal yang diimpikan semua orang. Tidak ada satupun warga di desa ini yang mampu menyaingi kekayaan keluarga ini.
Kendati telah berkecukupan dalam hal materi, Haji Muhidin tidak mendapatkan cukup penghormatan dari warga sekitar rumahnya. Tingkah-lakunya tidak mencerminkan karakter seorang haji. Ia sering bersilat-lidah dengan sesama tokoh agama di desa. Pembahasan pun tidak selalu menyangkut hal-hal penting yang menyangkut kehidupan beragama di desa. Seringkali perdebatan terjadi untuk membahas hal-hal yang sepele. Perbuatan tidak menyenangkan ini terjadi berulangkali. Satu kasus belum usai, segera disusul satu kasus baru buatannya sendiri. Dalam pandangan saya, beliau dihinggapi oleh post power syndrome, sebuah penyakit mental yang sulit dihilangkan di kalangan orang tua. Mereka masih ingin menanamkan pengaruh dan kekuasaan terhadap generasi muda kendati jaman sudah banyak berubah.
Dua pekan sebelum perayaan Idul Adha warga mendapat kabar bahwa Haji Muhidin dilarikan ke rumah sakit karena sakit jantung dan diabetes. Warga bersorak kegirangan. Mereka berucap syukur atas musibah yang menimpa Haji Muhidin itu. Warga bahagia karena masjid dan mushola aman selama sepuluh hari abah haji di rumah sakit. Tidak ada lagi orang yang mencari gara-gara untuk pelaksanaan ibadah. Warga berpikir kiranya Allah telah menegur hamba yang tinggi hati itu. Antara bahagia dan berduka, warga mendoakan semoga beliau lekas sembuh. Sepuluh hari kemudian, beliau telah keluar dari rumah sakit. Setibanya di rumah, isak-tangis mengiringi acara permintaan maaf beliau kepada orang-orang yang pernah ia sakiti. Kiranya penyakit yang diderita telah menyadarkan beliau. Semoga insyaf ini bertahan selamanya, bukan hanya tobat sambal.
Tinggalkan Balasan