Keragaman budaya Jawa selalu berhubungan dengan wisata sedekah kuliner. Bukan bermaksud untuk mempopulerkan praktik syirik di era modern, kali ini penulis membahas tradisi liwetan di saat ada gerhana bulan. Sebenarnya bukan cuma gerhana bulan, bahkan saat gerhana matahari pun ada tradisi liwetan. Tujuan liwetan bukan untuk bahan sesajen kepada arwah nenek moyang, tapi ini bentuk sedekah tolak balak. Ajaran agama Islam menyebutkan bahwa sedekah bisa berguna menolak balak dan memberikan keselamatan bagi pelakunya. Jadi jangan keburu menyalahkan tradisi liwetan ya gaes. Nasi liwet itu pada akhirnya dibagi-bagikan kepada tetangga untuk dimakan. Tradisi liwetan ini berlaku di kalangan masyarakat Jawa.
Sebagian masyarakat di Jawa Timur masih mempercayai upacara ruwatan saat gerhana bulan bagi orang hamil. Mitos yang berkembang di masyarakat Jawa Kuno adalah sebagian permukaan bulan sedang dimakan raksasa Batara Kala. Untuk mencegah bahaya lebih luas maka dibuat acara tabuhan lesung dan bancakan nasi liwet. Hal-hal yang diperlukan dalam upacara ruwatan adalah perlengkapan liwet atau menanak nasi, telur rebus dan sambal terasi. Menu ini termasuk sederhana dan cepat dibuat. Mengapa pilihan menunya simpel? Karena durasi gerhana singkat sehingga butuh waktu cepat dalam memasak. Menu makanan ini pun bisa dibuat dengan memanfaatkan bahan makanan yang ada. Keluarga wanita hamil akan mengundang tetangga di sekitar rumah untuk mengikuti upacara ini.
Adapun jalannya upacara liwetan bagi wanita hamil pada saat bulan gerhana adalah sebagai berikut. Pertama, perempuan yang sedang hamil diminta menggigit kreweng atau pecahan genting sambil mengelus-elus perutnya dan berdoa semoga bayi yang dikandung terlahir selamat. Kedua, perempuan yang sedang hamil tersebut harus jalan merangkak di bawah tempat tidur yang sudah dipersiapkan. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat lahir dengan selamat dan sempurna. Langkah terakhir adalah berdoa bersama sebelum menyantap seluruh makanan yang disiapkan. Doa bersama dipimpin oleh tokoh agama setempat maupun orang yang dituakan. Kegiatan bancakan gerhana bulan dilakukan di malam hari dengan mengundang tetangga perempuan.
Mitos yang berkembang di masyarakat adalah kalau ada wanita hamil tidak bancakan nasi liwet pada waktu gerhana, maka bayi yang lahir nanti akan terlahir cacat. Misalnya sebagian kepalanya akan hilang, sebagian anggota tubuhnya tidak sempurna, dan jenis cacat fisik lainnya. Bagi keluarga Jawa yang mempercayai mitos ini, mereka pun telah menyiapkan diri ketika beberapa hari sebelumnya telah mendengar akan terjadi peristiwa gerhana bulan. Kecanggihan teknologi memungkinkan warga Jawa di era modern bisa memprediksi kapan terjadinya gerhana bulan sehingga mereka mereka pun lebih siap untuk melakukan bancakan. Menu bancakan gerhana yang hadir di jaman sekarang pun bukan hanya nasi liwet, tapi bisa juga dengan nasi tumpeng, nasi kuning, ayam bakar dan beberapa makanan lain yang dibuat dalam waktu lebih lama.
Kita bisa mengambil nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada tradisi gerhana bulan ini yaitu keinginan untuk berbagi dengan sesama dan hidup bersosial dengan masyarakat. Jika kita ingin hidup bahagia dunia dan akhirat maka jangan melupakan kerukunan hidup dengan tetangga di sekitar rumah karena mereka adalah orang yang pertama kali mendoakan dan membantu kita di saat kita sedang mengalami kesusahan. Bagaimana dengan tradisi Bancakan gerhana bulan di daerah Anda? Apakah masih ada kebiasaan sedekah makanan nasi liwet di sekitar tempat tinggal Anda? Silakan berbagi pengalaman di kolom komentar. Mari kenali ragam budaya daerah Jawa.
Tinggalkan Balasan