Review Film Santet Segoro Pitu: Horor Mistis yang Menggali Budaya Lokal

Film horor Indonesia kembali menghadirkan karya yang mengangkat kekayaan budaya lokal melalui Santet Segoro Pitu. Dirilis pada tahun 2024, film ini disutradarai oleh Tommy Dewo dan diadaptasi dari sebuah thread viral di media sosial yang sempat menghebohkan jagat maya. Dengan mengusung tema santet—praktik ilmu hitam yang masih melekat dalam kepercayaan masyarakat Jawa—Santet Segoro Pitu menjanjikan pengalaman horor yang kental dengan nuansa mistis sekaligus relevan dengan realitas sosial. Dalam artikel review ini, saya akan mengulas sinopsis, tema, aspek teknis, performa aktor, kelebihan dan kekurangan, perbandingan dengan film sejenis, tanggapan penonton, hingga kesimpulan menyeluruh tentang apakah film ini layak ditonton.


Sinopsis Film

Santet Segoro Pitu berkisah tentang sebuah keluarga yang menjadi target praktik santet setelah terlibat dalam konflik bisnis yang pelik. Cerita diawali dengan kehidupan sehari-hari keluarga ini yang tampak harmonis, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk ketika berbagai kejadian aneh mulai menghantui mereka. Dari suara-suara misterius di malam hari hingga penyakit tak wajar yang menyerang anggota keluarga, film ini membangun ketegangan secara bertahap. Sang tokoh utama, diperankan oleh Ari Irham, berusaha mencari tahu sumber malapetaka ini, dibantu oleh seorang paranormal yang diperankan oleh Sara Wijayanto. Penyelidikan mereka mengungkap bahwa santet ini berasal dari dendam mendalam yang terkait dengan persaingan bisnis sang ayah, yang diperankan oleh Christian Sugiono.

Tanpa mengungkap terlalu banyak detail, film ini mencapai klimaks ketika keluarga tersebut harus menghadapi kekuatan supranatural yang tampaknya tak terkalahkan. Perjuangan mereka untuk bertahan hidup menjadi inti cerita, sekaligus menggambarkan keteguhan ikatan keluarga di tengah ancaman mistis. Sinopsis ini sengaja dirancang singkat agar pembaca tetap penasaran untuk menyaksikan sendiri bagaimana cerita ini berkembang.


Analisis Tema dan Pesan

Salah satu kekuatan utama Santet Segoro Pitu adalah penggalian tema santet yang tidak sekadar digunakan sebagai elemen horor, tetapi juga sebagai cerminan budaya dan kepercayaan masyarakat Indonesia. Santet, dalam konteks film ini, bukan hanya alat untuk menakut-nakuti, tetapi juga simbol dari konflik sosial yang lebih dalam, seperti dendam, iri hati, dan persaingan tidak sehat. Film ini berhasil menunjukkan bagaimana praktik ilmu hitam masih relevan di era modern, terutama di kalangan masyarakat yang memadukan logika dengan kepercayaan supranatural.

Pesan moral yang tersirat cukup kuat: tindakan kita di dunia nyata—entah itu dalam bisnis atau hubungan pribadi—dapat memicu konsekuensi yang tak terduga, bahkan melintasi batas alam gaib. Selain itu, film ini juga menonjolkan pentingnya kekeluargaan sebagai benteng terakhir melawan segala ancaman, baik yang kasat mata maupun tidak. Namun, pengemasan pesan ini terkadang terasa kurang halus, dengan dialog yang cenderung eksplisit dalam menyampaikan maksudnya, sehingga mengurangi ruang bagi penonton untuk menafsirkan sendiri.


Penilaian Aspek Teknis

Sutradara dan Penulis Naskah

Tommy Dewo, yang dikenal lewat film-film seperti Filosofi Kopi, menunjukkan kepiawaiannya dalam membangun atmosfer horor yang mencekam. Ia berhasil menciptakan ritme cerita yang seimbang antara ketegangan dan jeda emosional. Namun, naskah yang ditulis oleh Riheam Junianti terkadang terasa kurang konsisten. Beberapa subplot, seperti latar belakang sang pelaku santet, tidak dieksplorasi secara mendalam, sehingga meninggalkan pertanyaan yang menggantung.

Sinematografi

Secara visual, Santet Segoro Pitu menawarkan sinematografi yang memukau. Penggunaan pencahayaan redup dan warna-warna gelap mendukung suasana mencekam, terutama pada adegan malam hari di rumah tua yang menjadi setting utama. Pengambilan gambar dengan sudut rendah dan close-up wajah aktor saat ketakutan berhasil memperkuat intensitas emosi. Sayangnya, beberapa transisi antar adegan terasa kurang mulus, yang sedikit mengganggu alur cerita.

Efek Khusus dan Makeup

Efek khusus dalam film ini cukup memadai untuk standar horor lokal. Penampakan makhluk gaib dan luka-luka akibat santet dibuat dengan detail yang cukup realistis, meskipun tidak sebanding dengan produksi horor Hollywood. Makeup para aktor, terutama yang memerankan korban santet, patut diacungi jempol karena berhasil menciptakan kesan mengerikan tanpa berlebihan. Namun, ada beberapa momen di mana efek CGI terlihat kurang halus, terutama pada adegan klimaks yang seharusnya menjadi puncak ketegangan.

Soundtrack dan Efek Suara

Musik latar karya Aghi Narottama menjadi salah satu elemen terbaik dalam film ini. Nada-nada rendah yang menggema di saat-saat tegang mampu membuat bulu kuduk berdiri. Efek suara seperti bisikan, langkah kaki, atau tetesan air digunakan secara cerdas untuk membangun antisipasi. Kombinasi ini menjadikan audio sebagai tulang punggung suasana horor, bahkan lebih efektif daripada elemen visual di beberapa bagian.


Penilaian Performa Aktor

Para pemeran utama dalam Santet Segoro Pitu memberikan penampilan yang cukup solid, meskipun tidak sepenuhnya bebas dari kekurangan. Ari Irham, sebagai anak tertua yang berusaha melindungi keluarganya, berhasil menunjukkan emosi yang kompleks—dari kebingungan hingga keputusasaan. Namun, ekspresinya terkadang terasa monoton di adegan-adegan krusial. Sandrinna Michelle, yang memerankan adik perempuan, membawa kesegaran dengan aktingnya yang natural, meskipun karakternya kurang mendapat sorotan.

Christian Sugiono sebagai sang ayah tampil memukau dengan aura otoritas yang meyakinkan, sekaligus kerapuhan emosional saat keluarganya terancam. Sara Wijayanto, yang dikenal sebagai paranormal di dunia nyata, memberikan penampilan autentik sebagai pembimbing spiritual. Kehadirannya terasa alami, mungkin karena pengalamannya yang relevan dengan tema film. Secara keseluruhan, chemistry antar aktor cukup baik, meskipun beberapa dialog terasa kaku akibat penulisan naskah yang kurang tajam.


Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan

  1. Originalitas Cerita: Berbasis pada thread viral, film ini menawarkan premis yang segar dibandingkan formula horor konvensional.
  2. Atmosfer Horor: Kombinasi sinematografi, musik, dan efek suara berhasil menciptakan suasana yang benar-benar mencekam.
  3. Relevansi Budaya: Penggunaan tema santet memperkaya narasi dengan nuansa lokal yang autentik.

Kekurangan

  1. Plot yang Klise: Beberapa elemen cerita, seperti dendam sebagai motif utama, terasa sudah usang dalam genre horor.
  2. Efek Khusus yang Inkonsisten: Meskipun ada usaha, beberapa efek visual terlihat murahan dan mengurangi imersi.
  3. Dialog Kaku: Beberapa percakapan terasa tidak alami, membuat emosi yang disampaikan kurang mengena.


Perbandingan dengan Film Sejenis

Dibandingkan dengan film horor Indonesia bertema santet lainnya seperti Teluh Darah karya Kimo Stamboel atau Pengabdi Setan karya Joko Anwar, Santet Segoro Pitu memiliki pendekatan yang lebih personal. Jika Teluh Darah lebih fokus pada horor psikologis dan Pengabdi Setan pada estetika sinematik, Santet Segoro Pitu mencoba menyeimbangkan keduanya dengan narasi keluarga yang relatable. Namun, film ini belum mampu mencapai kedalaman emosional seperti Pengabdi Setan atau kebaruan visual seperti Teluh Darah. Meski begitu, adaptasi dari media sosial menjadi nilai tambah yang membedakannya dari kompetitor.


Tanggapan Penonton dan Kritikus

Berdasarkan respons awal di media sosial, penonton terbagi dalam menilai Santet Segoro Pitu. Sebagian memuji atmosfer horor dan akting para pemeran, terutama Sara Wijayanto yang dianggap “nyata” dalam perannya. Namun, ada pula yang mengkritik plot yang mudah ditebak dan efek khusus yang kurang memuaskan. Kritikus film lokal cenderung memberikan rating sedang, dengan skor rata-rata 6,5 dari 10, mengapresiasi usaha film ini menghidupkan budaya mistis namun menyoroti eksekusi yang belum maksimal.


Kesimpulan

Santet Segoro Pitu adalah film horor yang layak diapresiasi karena keberaniannya mengangkat tema lokal dengan pendekatan modern. Meskipun memiliki kekurangan seperti plot klise dan efek khusus yang inkonsisten, film ini berhasil menghibur dengan atmosfer mencekam dan performa aktor yang cukup kuat. Film ini cocok untuk penggemar horor lokal yang menyukai cerita mistis dengan sentuhan budaya Jawa, serta mereka yang penasaran dengan adaptasi thread viral ke layar lebar. Bagi penonton yang mencari horor dengan kedalaman narasi atau terobosan visual, film ini mungkin terasa standar. Secara keseluruhan, Santet Segoro Pitu adalah tontonan yang layak untuk mengisi malam Anda—terutama jika Anda tidak takut mendengar bisikan di kegelapan.


Tinggalkan Balasan