Pendidikan budi pekerti atau karakter merupakan salah satu aspek krusial dalam pembentukan generasi muda yang berkualitas. Di era modern ini, di mana anak-anak menghadapi berbagai tantangan seperti pengaruh media sosial dan lingkungan yang semakin kompleks, peran pendidikan budi pekerti menjadi semakin penting. Budi pekerti mencakup nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, hormat, dan sopan santun, yang tidak hanya diajarkan di sekolah tetapi juga dimulai dari rumah. Orang tua, sebagai pendidik pertama bagi anak, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan karakter ini. Khususnya, sopan santun dalam perkataan orang tua dapat menjadi model utama yang memengaruhi bagaimana anak berperilaku di sekolah dan masyarakat.
Artikel ini akan membahas hubungan antara sopan santun perkataan orang tua dengan hasil pendidikan budi pekerti anak di sekolah. Sopan santun perkataan di sini merujuk pada penggunaan bahasa yang hormat, lembut, dan positif dalam komunikasi sehari-hari dengan anak. Menurut penelitian, komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak dapat membentuk isu moral dengan baik. Pendidikan budi pekerti di sekolah sering kali melibatkan kurikulum yang dirancang untuk mengembangkan nilai-nilai etis, tetapi keberhasilan itu sangat bergantung pada dukungan dari rumah. Jika orang tua menggunakan kata-kata yang kasar atau tidak sopan, hal itu dapat menghambat perkembangan karakter anak, sementara bahasa yang sopan dapat memperkuat pembelajaran di sekolah.
Dalam konteks Indonesia, di mana nilai-nilai budaya seperti gotong royong dan hormat kepada orang tua masih kuat, peran orang tua dalam menanamkan sopan santun menjadi sangat relevan. Banyak studi menunjukkan bahwa sikap sopan santun anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Artikel ini akan mengeksplorasi berbagai aspek, termasuk teori psikologi pendidikan, contoh kasus, dan rekomendasi praktis untuk memberikan pemahaman yang mendalam.
Pengertian Sopan Santun Perkataan dan Budi Pekerti
Sopan santun perkataan adalah bentuk komunikasi yang mencerminkan penghargaan terhadap orang lain, menggunakan kata-kata yang halus, menghindari umpatan, dan menunjukkan empati. Dalam budaya Indonesia, sopan santun sering dikaitkan dengan penggunaan bahasa Jawa seperti “ngoko” dan “krama” atau dalam bahasa Indonesia dengan kata-kata seperti “tolong”, “terima kasih”, dan “maaf”. Orang tua yang menerapkan ini dalam interaksi harian dengan anak akan memberikan contoh langsung yang mudah ditiru.
Sementara itu, budi pekerti adalah pendidikan moral yang mencakup pembentukan sikap, perilaku, dan nilai-nilai etis. Di sekolah, pendidikan ini sering diintegrasikan melalui mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau program ekstrakurikuler. Namun, menurut para ahli, pembentukan budi pekerti dimulai dari keluarga, di mana orang tua berperan sebagai model utama. Jika orang tua menggunakan perkataan yang sopan, anak cenderung mengadopsi pola yang sama, yang kemudian tercermin dalam prestasi budi pekerti di sekolah, seperti nilai sikap atau partisipasi dalam kegiatan sosial.
Penelitian menunjukkan bahwa degradasi karakter, termasuk hilangnya sopan santun bahasa, menjadi masalah di pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh kurangnya contoh dari rumah, di mana orang tua sibuk dengan pekerjaan dan kurang memperhatikan bahasa mereka.
Peran Orang Tua dalam Pembentukan Karakter Anak
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Dari usia dini, anak meniru perilaku orang tua, termasuk cara berbicara. Jika orang tua menggunakan kata-kata sopan seperti “Nak, tolong ambilkan buku itu” daripada “Ambil buku sekarang!”, anak akan belajar menghargai orang lain. Studi menunjukkan bahwa peran orang tua dalam menerapkan perilaku sopan santun sangat memengaruhi pendidikan anak, termasuk sikap dan keterampilan dasar.
Dalam keluarga, pola asuh yang positif seperti memberikan motivasi dan bimbingan dapat menanamkan nilai sopan santun. Misalnya, orang tua yang selalu mengucapkan “terima kasih” setelah anak membantu akan membuat anak merasa dihargai, sehingga ia akan menerapkan hal serupa di sekolah. Sebaliknya, jika orang tua sering marah-marah dengan kata-kata kasar, anak mungkin menjadi agresif atau kurang hormat terhadap guru dan teman.
Penelitian tentang pola asuh orang tua tunggal juga menunjukkan bahwa sopan santun anak dipengaruhi oleh perhatian orang tua sejak dini. Di sini, bahasa yang digunakan orang tua menjadi kunci, karena anak yang dibesarkan dengan komunikasi positif cenderung memiliki akhlak yang baik.
Hubungan dengan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
Pendidikan budi pekerti di sekolah bertujuan membentuk siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Namun, keberhasilan ini tidak lepas dari dukungan keluarga. Ketika orang tua menggunakan bahasa sopan, anak akan lebih mudah menerima pelajaran di sekolah. Misalnya, anak yang terbiasa mendengar kata-kata hormat di rumah akan lebih mudah menghormati guru, yang merupakan bagian dari budi pekerti.
Studi internasional menunjukkan bahwa partisipasi orang tua dalam pendidikan bahasa anak dapat meningkatkan keterampilan komunikasi dan karakter. Di Indonesia, penelitian serupa menemukan bahwa bimbingan orang tua memengaruhi sikap sopan santun remaja, termasuk dalam konteks pendidikan Islam yang menekankan kelembutan dalam perilaku.
Contoh kasus: Sebuah sekolah dasar di Jakarta melaporkan bahwa siswa dari keluarga dengan pola asuh otoritatif (yang menggunakan bahasa positif) memiliki nilai sikap lebih tinggi daripada siswa dari keluarga dengan pola asuh permisif atau otoriter. Gaya pengasuhan otoritatif, yang melibatkan komunikasi dua arah dengan bahasa sopan, positif terkait dengan hasil belajar anak.
Selain itu, orang tua yang terlibat dalam pendidikan karakter anak melalui bahasa dapat memperkuat program sekolah. Misalnya, sekolah yang mengirim catatan tentang kemajuan sosial anak akan diterima baik jika orang tua sudah menerapkan sopan santun di rumah.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hubungan Ini
Beberapa faktor memengaruhi bagaimana sopan santun perkataan orang tua berdampak pada pendidikan budi pekerti anak:
- Usia Anak: Pada usia dini, anak lebih mudah meniru. Orang tua yang menanamkan sopan santun sejak kecil akan melihat hasil di sekolah dasar.
- Pola Asuh: Pola asuh yang baik, seperti pengawasan dengan nasehat lembut, mendorong perilaku mulia. Pola asuh yang sesuai karakter anak membentuk sopan santun yang baik.
- Lingkungan Sekolah: Sekolah yang bekerja sama dengan orang tua, seperti melalui workshop, dapat memperkuat pengaruh ini.
- Pengaruh Eksternal: Media dan teman sebaya bisa mengganggu, tetapi bahasa sopan dari orang tua menjadi pondasi kuat.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pendidikan keluarga membentuk moral mulia, yang kemudian mendukung pendidikan di sekolah.
Tantangan dan Solusi
Tantangan utama adalah kesibukan orang tua yang membuat mereka kurang memperhatikan bahasa. Selain itu, pengaruh gadget membuat anak kurang berinteraksi langsung.
Solusi: Orang tua dapat mengikuti program pendidikan karakter, seperti yang direkomendasikan untuk melibatkan orang tua. Sekolah bisa mengadakan sesi konseling untuk orang tua tentang pentingnya bahasa sopan.
Contoh praktis: Orang tua bisa menggunakan pendekatan seperti cerita moral dengan bahasa positif untuk menanamkan nilai.
Studi Kasus dan Bukti Empiris
Sebuah studi di Pontianak menunjukkan peran orang tua dalam menerapkan sopan santun memengaruhi pendidikan dasar anak. Di tingkat internasional, pengalaman orang tua dalam mendidik moral melalui komunikasi efektif membentuk karakter anak.
Penelitian lain di sekolah dasar menemukan bahwa pendidikan karakter melalui pengembangan bahasa dapat dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai.
Kesimpulan
Hubungan antara sopan santun perkataan orang tua dan hasil pendidikan budi pekerti anak di sekolah sangat erat. Orang tua yang menggunakan bahasa positif tidak hanya membentuk karakter anak di rumah tetapi juga memperkuat pembelajaran di sekolah. Dengan dukungan dari berbagai penelitian, jelas bahwa investasi dalam komunikasi sopan akan menghasilkan generasi yang bermoral tinggi.
Untuk mencapai ini, orang tua dan sekolah harus berkolaborasi. Di akhirnya, pendidikan budi pekerti bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi dimulai dari kata-kata sehari-hari di rumah.