Semanggi Suroboyo: Kuliner Tradisional sebagai Pengetahuan Tradisional Warisan Budaya Tak Benda

Dalam khazanah kuliner Indonesia yang kaya akan keberagaman, Semanggi Suroboyo berdiri tegak sebagai ikon pengetahuan tradisional yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Surabaya. Makanan sederhana in terdirri dari daun semanggi (Marsilea crenata) yang dikukus, disiram bumbu kacang, dan disajikan dengan taoge, kangkung, tauge, dan kerupuk. Kuliner ini bukan hanya sekadar hidangan sehari-hari. Ia adalah representasi dari adaptasi manusia terhadap lingkungan, simbol ketangguhan arek Suroboyo di tengah urbanisasi, serta warisan budaya tak benda (WBTB) yang diakui oleh Kemendikbudristek pada tahun 2022.

Lebih dari itu, semanggi adalah superfood lokal yang kaya nutrisi: tinggi protein nabati, antioksidan, zat besi, dan bukti bahwa pengetahuan tradisional leluhur sudah selaras dengan ilmu gizi modern. Artikel ini akan menelusuri sejarah, eksistensi, aktivitas pedagang, resep lengkap, manfaat nutrisi ilmiah, manfaat kumpulan penjual, verifikasi sumber bahan, serta tantangan pelestarian. Dengan memahami khasiatnya, pembaca diajak tidak hanya menikmati rasa, tapi juga meraciknya sebagai bagian dari gaya hidup sehat dan berkelanjutan.

Sejarah Makanan Semanggi

Sejarah Semanggi Suroboyo berakar pada kearifan lokal masyarakat pedesaan Surabaya yang miskin sumber daya, namun kaya akan kreativitas. Asal mula makanan ini berasal dari Desa Kendung, Kecamatan Benowo, tepatnya di Kampung Semanggi. Penduduk kampung ini mayoritas petani dan buruh tani memanfaatkan tanaman semanggi liar yang tumbuh subur di sawah, rawa, dan lahan kosong. Tanaman paku air ini, yang dianggap gulma, diolah menjadi lauk bergizi untuk mengatasi keterbatasan pangan pada masa pasca-kolonial.

Awal kemunculannya dikaitkan dengan era 1950-an hingga 1960-an, saat Indonesia baru merdeka. Sekitar tahun 1960, ibu-ibu rumah tangga mulai mengukus daun semanggi, mencampurnya dengan taoge dan bunga turi, lalu menyiramnya dengan sambal kacang pedas manis, resep yang lahir dari kebutuhan. Ini bukan penemuan baru; semanggi telah dimakan sebagai sayur lalapan sejak era kolonial Belanda, tapi bentuk pecelnya muncul sebagai inovasi lokal untuk menambah nilai gizi.

Legenda urban Surabaya juga menghubungkan semanggi dengan perjuangan kemerdekaan 1945–1949, saat pejuang menggunakan makanan ini sebagai sumber energi cepat di rawa-rawa Kali Mas. Hingga kini, resep asli tetap dijaga: dikukus sebentar agar nutrisi tidak hilang, disajikan dingin dengan bumbu kacang dari kacang tanah, cabai, dan gula merah, proses yang mencerminkan pengetahuan tradisional tentang pengolahan makanan sehat dan tahan lama.

Eksistensi Semanggi Suroboyo di Tengah Masyarakat

Semanggi Suroboyo telah eksis di masyarakat Surabaya sejak pertengahan abad ke-20, tepatnya sejak era 1950-an, ketika ia menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari arek Suroboyo. Popularitasnya meledak pada 1960-an, saat Presiden Soekarno menjamu tamu negara dengan pecel semanggi sebagai hidangan rakyat, menjadikannya simbol kebanggaan nasional. Lagu keroncong “Semanggi Suroboyo” karya S. Padimin pada 1950-an semakin mengabadikannya, menggambarkan semanggi sebagai “lontong balap Wonokromo, dimakan enak, enak semanggi Suroboyo”.

Hingga 2025, keberadaannya tetap kuat meski terancam urbanisasi, dengan penjual keliling yang masih menyusuri jalanan kota. Di masyarakat urban Surabaya, semanggi bukan hanya makanan, tapi identitas kolektif. Ia hadir di warung pinggir jalan, pasar tradisional seperti Pasar Atom atau Pasar Genteng, dan acara komunal seperti haul atau pernikahan. Bagi generasi muda, semanggi menjadi medium edukasi kearifan lokal melalui festival kuliner seperti Surabaya Food Festival. Pada 2025, dengan pengakuan WBTB, semanggi semakin diintegrasikan dalam kurikulum sekolah sebagai pengetahuan tradisional, mengajarkan nilai lingkungan dan ekonomi rakyat.

Aktivitas Masyarakat Urban

Aktivitas pedagang semanggi di Surabaya adalah potret dinamis kehidupan urban yang penuh perjuangan dan kreativitas. Mayoritas pedagang adalah ibu-ibu rumah tangga dari Kampung Semanggi, yang memulai hari pukul 04.00 pagi dengan memanen daun semanggi dari lahan sawah lokal. Prosesnya ritualistik: mencuci daun di air sungai, mengukusnya dalam panci besar, membuat bumbu kacang segar, dan mengemasnya dalam daun pisang atau styrofoam untuk dijual dingin agar renyah.

Pedagang urban ini bersifat keliling, menggunakan gerobak dorong, sepeda ontel, atau gendongan bambu tradisional, meski kini banyak yang beralih ke sepeda motor untuk efisiensi. Mereka menjajakan di titik strategis: sekitar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), kampus Unair, kawasan Dukuh Pakis, atau pasar malam seperti di Embong Malang. Harga Rp 5.000-10.000 per porsi membuatnya terjangkau, menarik pekerja kantor, mahasiswa, dan warga biasa yang mencari camilan bergizi.

Di tengah kemacetan Surabaya, pedagang seperti Ibu Yati (60 tahun) yang telah berjualan 20 tahun, menggabungkan tradisi dengan inovasi: menambahkan topping modern seperti telur rebus atau kerupuk udang untuk menarik generasi Z. Pandemi COVID-19 sempat mengganggu, tapi mereka beradaptasi dengan penjualan online via Gojek atau WhatsApp. Aktivitas ini mencerminkan ketangguhan urban: dari desa ke kota, dari manual ke digital, semanggi tetap menjadi nafas ekonomi rakyat.

Resep Lengkap Semanggi Suroboyo: Rahasia Rasa Asli Kampung Kendung

Berikut resep autentik untuk 4 porsi, dari ibu-ibu Kampung Kendung:

Bahan Utama:

  • Daun semanggi segar: 500 g
  • Taoge panjang: 200 g
  • Kangkung: 100 g
  • Bunga turi (opsional): 50 g
  • Kerupuk gendar: 8–10 lembar

Bahan Bumbu Kacang:

  • Kacang tanah goreng: 200 g
  • Cabai rawit: 8–10 buah
  • Cabai keriting: 3 buah
  • Bawang putih: 4 siung
  • Kencur: 2 cm
  • Daun jeruk: 3 lembar
  • Gula merah: 100 g
  • Garam: 1 sdt
  • Asam jawa: 1 sdm + 50 ml air
  • Air matang: 300–400 ml

Cara Membuat:

  1. Kukus sayuran (semanggi 2–3 menit, kangkung 1 menit, taoge 30 detik). Tiriskan, dinginkan.
  2. Haluskan bumbu: goreng kacang, cabai, bawang, kencur. Ulek rata, tambah gula merah, asam, air.
  3. Sajikan: tata sayuran, siram bumbu, taburi kerupuk hancur.

Tips: Kukus sebentar agar nutrisi tetap terjaga.

Manfaat Nutrisi Semanggi: Khasiat Ilmiah di Balik Rasa Sederhana

Semanggi (Marsilea crenata) bukan hanya lezat, tapi superfood lokal yang telah terbukti secara ilmiah. Berikut kandungan dan manfaatnya berdasarkan penelitian dari IPB University, UGM, dan jurnal internasional (2020–2024):

Nutrisi (per 100 g daun segar) Jumlah Manfaat Kesehatan
Protein nabati 4,5–6 g Membangun otot, alternatif protein hewani, cocok untuk vegetarian
Zat besi 3,2–4,8 mg Mencegah anemia, meningkatkan hemoglobin (lebih tinggi dari bayam)
Kalsium 120–150 mg Menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis
Serat pangan 3–4 g Melancarkan pencernaan, mencegah sembelit, menurunkan kolesterol
Vitamin C 35–50 mg Antioksidan, tingkatkan imunitas, cegah infeksi
Vitamin A (beta-karoten) 2.500–3.000 IU Jaga kesehatan mata, kulit, dan sistem imun
Antioksidan (flavonoid, polifenol) Tinggi Lawan radikal bebas, kurangi risiko kanker dan penuaan dini
Kalori Hanya 25–30 kcal Ideal untuk diet, membantu kontrol berat badan

Khasiat Khusus:

  1. Mencegah Anemia: Kombinasi zat besi + vitamin C meningkatkan penyerapan zat besi hingga 6 kali lipat—sangat bermanfaat bagi ibu hamil dan anak.
  2. Menurunkan Tekanan Darah: Kalium alami membantu relaksasi pembuluh darah.
  3. Detoks Alami: Serat tinggi membersihkan usus dari racun.
  4. Anti-inflamasi: Senyawa polifenol meredakan peradangan sendi.
  5. Ramah Lingkungan: Tumbuh tanpa pupuk kimia, mendukung pertanian berkelanjutan.

Fakta Ilmiah: Penelitian di Journal of Food Science and Technology (2023) menyebut semanggi memiliki kandungan antioksidan lebih tinggi daripada kangkung dan bayam, menjadikannya superfood lokal yang terjangkau.

Kombinasi dengan kacang tanah (protein + lemak sehat) dan taoge (vitamin B) menjadikan Semanggi Suroboyo sebagai makanan lengkap bergizi tinggi, rendah kalori, dan kaya serat—bukti bahwa leluhur Surabaya sudah memahami gizi seimbang jauh sebelum ilmu modern.

Manfaat Membentuk Kumpulan Penjual

Pembentukan kumpulan penjual semanggi, seperti Kelompok Bakat Astra (KBA) Semanggi Surabaya yang didirikan pada 2021 bekerja sama dengan PT Astra International dan Universitas Wijaya Putra, telah merevolusi persebaran perdagangan. Kumpulan ini menyatukan ratusan pedagang dari Kampung Kendung, menyediakan pelatihan UMKM, akses modal, dan pemasaran terpadu.

Manfaat utamanya adalah perluasan wilayah: dari lokal Surabaya ke kabupaten tetangga seperti Sidoarjo dan Gresik, bahkan ekspor kecil-kecilan ke Jakarta via e-commerce. Secara ekonomi, kumpulan meningkatkan pendapatan hingga 30% melalui branding kolektif, seperti kemasan “Semanggi Suroboyo Asli” yang menarik wisatawan. Persebaran wilayah diperluas melalui festival bersama dan kerjasama dengan hotel. Lingkungan juga diuntungkan: program penanaman semanggi di lahan kosong mencegah erosi. Secara budaya, kumpulan ini melestarikan resep turun-temurun, mencegah kepunahan di tengah kompetisi makanan cepat saji. Pada 2025, KBA telah membuka cabang di 10 titik baru, membuktikan bahwa solidaritas pedagang adalah kunci persebaran yang berkelanjutan.

Benarkah Kabupaten Jombang Menjadi Pemasok Terbesar?

Meski Kabupaten Jombang dikenal sebagai sentra pertanian sayur di Jawa Timur, klaim bahwa ia menjadi pemasok terbesar semanggi untuk Surabaya tidak sepenuhnya akurat. Produksi semanggi utama masih bergantung pada lahan lokal di Surabaya, khususnya Kampung Semanggi di Benowo dan lahan rawa di Sambikerep serta Bringin. Program PPM di Kelurahan Sememi fokus pada budidaya organik lokal untuk memenuhi 70-80% kebutuhan pedagang.

Jombang memang menyumbang sebagian impor sayur semanggi, terutama saat musim kemarau, tapi volumenya hanya 20-30% menurut estimasi Dinas Pertanian Surabaya 2024. Faktor transportasi dan harga membuat pedagang lebih memilih sumber lokal untuk menjaga kesegaran. Verifikasi ini menekankan pentingnya dukungan lokal untuk keberlanjutan pengetahuan tradisional.

Tantangan Pemerintah Kota Surabaya

Pengakuan Semanggi Suroboyo sebagai WBTB pada 2022 adalah kemenangan besar, tapi Pemkot Surabaya menghadapi tantangan berlapis untuk menjadikannya pengetahuan tradisional yang lestari. Pertama, ancaman ketersediaan bahan baku: urbanisasi mengubah lahan rawa menjadi permukiman, mengurangi populasi semanggi liar hingga 50% sejak 2010. Kedua, generasi muda kurang tertarik: hanya 30% anak muda Surabaya mengenal resep asli. Ketiga, kompetisi komersial: jumlah pedagang turun dari 500 menjadi 200 sejak 2020.

Keempat, aspek lingkungan: pestisida mengancam kualitas semanggi organik. Tantangan terbesar adalah birokrasi dan anggaran: implementasi lokal butuh Rp 5 miliar tahunan. Namun, inisiatif seperti Kampung Berseri Astra 2021 menunjukkan potensi kolaborasi swasta-pemerintah.

Kesimpulan

Semanggi Suroboyo adalah warisan hidup: lahir dari rawa Kendung tahun 1960-an, eksis sejak 1950-an, dijajakan ibu-ibu tangguh, diresepkan lengkap di sini, kaya nutrisi superfood, diperluas oleh kumpulan pedagang, bersumber lokal, dan dilestarikan meski penuh tantangan.

Ia bukan sekadar makanan. ia adalah obat alami, identitas, dan pelajaran keberlanjutan. Raciklah di rumah. Nikmati khasiatnya. Lestarikan warisannya. Agar cita rasa dan kesehatan Suroboyo terus mengalir di darah generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan