Sabtu, 3 Februari 2018 lalu Bupati Jombang, NSW, tertangkap KPK dalam OTT di stasiun Balapan Solo. Orang nomor satu di Jombang itu pun lantas menjadi bahan pemberitaan utama media massa nasional. Sabtu malam minggu pekan lalu pun menjadi malam penuh drama. Hampir semua grup WA yang saya ikuti membahas berita tersebut. Terkejut, marah, bersyukur, tertawa, dan aneka komentar pedas berhamburan menenuhi chatroom.
Sehari kemudian NSW tampil dalam jumpa pers di televisi dalam pendampingan penyidik KPK. Statusnya memang baru sebatas pada tersangka namun terlihat sifat legawa beliau dalam menyikapi kasus penangkapannya. Beliau mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada seluruh warga Jombang. Bukan hanya itu, NSW juga mengundurkan diri sebagai Bupati Jombang dan Ketua DPD Jawa Timur partai berlogo pohon beringin.
Beragam respons kawan-kawan guru terlontarkan dalam pertemuan rutin KKG MKI hari Senin lalu. Sebagai pemimpin, seharusnya NSW bisa menjadi teladan bagi warganya. Sebagian besar guru kecewa ketika mengetahui borok perilaku NSW diumbar ke publik. Semua aparat sipil Jombang sudah mengetahui budaya suap dan korupsi Pak Bupati. Ini sudah jadi penyakit kronis selama lima tahun masa kepemimpinannya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak posisi penting di masyarakat yang didapatkan dengan cara membeli. Ada uang, ada jabatan.
Namun, kecewa tumbuh bersama dengan harapan manakala begitu banyak politik pendidikan di Jombang akan segera berubah dengan penangkapannya. Citra baik yang telah dibangun selama ini runtuh seketika. Ada harapan baru bahwa pemimpin Jombang berikutnya akan memimpin bebas korupsi. Kekurangan masa kepemimpinan NSW adalah merebaknya praktek suap untuk membeli jabatan tertentu. Besar harapan kami korupsi dan pungli bisa diberantas.
Terkait dengan pencalonan beliau sebagai bakal calon dalam Pilkada Bupati, banyak pihak yang menyayangkan kejadian ini. Reputasi NSW bisa dipastikan turun mengingat pengakuan beliau yang terang-terangan menerima dana bermasalah. Sebagian kalangan mengaku salut atas keberanian dan kejujurannya dalam mengakui tipikor. Namun itu tidak cukup menjadi alasan bagi warga untuk memilihnya kedua kali pada 27 Juni 2018 nanti. Mari kita saksikan kelanjutan drama politik negeri ini.
Tinggalkan Balasan