Ritus Keleman di Jombang: Sedekah Petani Ketika Padi Bunting

Tradisi dan Makna Keleman

Di tengah kehidupan agraris masyarakat Jombang, Jawa Timur, terdapat sebuah tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun: Ritus Keleman. Ritual ini merupakan bagian dari rangkaian upacara adat yang dikenal sebagai Unduh-Unduh, yang dilakukan oleh komunitas petani Kristen di Mojowarno, Jombang, sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas berkah panen dan permohonan perlindungan bagi tanaman padi mereka. Keleman secara khusus dilaksanakan ketika tanaman padi sedang “bunting” atau mengandung, yaitu saat butir-butir padi mulai terbentuk, sekitar 36 hari setelah tanam. Tradisi ini bukan sekadar seremoni, melainkan cerminan nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan penghormatan terhadap alam yang menjadi dasar kehidupan masyarakat petani.

Sebagai sebuah upacara adat, Keleman mengandung makna mendalam yang terus dijaga dan diteruskan dari generasi ke generasi. Ritual ini tidak hanya mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga keterkaitan erat antara petani dan siklus alam. Dalam kehidupan sehari-hari yang bergantung pada hasil bumi, Keleman menjadi simbol harapan akan kelimpahan panen sekaligus upaya menjaga harmoni dengan lingkungan. Artikel ini akan mengulas asal-usul, pelaksanaan, serta nilai budaya dan sosial yang terkandung dalam ritus Keleman, sekaligus relevansinya di masa kini.

Asal-Usul dan Konteks Ritus Keleman

Ritus Keleman merupakan salah satu tahapan dalam tradisi Unduh-Unduh, sebuah perayaan syukur panen yang berakar pada kehidupan agraris masyarakat Mojowarno, Jombang. Tradisi ini unik karena dilakukan oleh komunitas Kristen setempat, yang menggabungkan nilai-nilai agama Kristen dengan praktik budaya lokal Jawa. Unduh-Unduh sendiri terdiri dari tiga ritual utama: Kebetan, Keleman, dan Unduh-Unduh. Ketiganya memiliki peran spesifik dalam siklus pertanian, mulai dari persiapan tanam hingga panen.

  • Kebetan: Ritual awal yang berupa doa bersama sebelum petani memulai pekerjaan di sawah. Dalam Kebetan, masyarakat memohon perlindungan dan curah hujan yang cukup agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
  • Keleman: Dilakukan ketika tanaman padi berusia 36 hari dan mulai “bunting,” ritual ini bertujuan memohon perlindungan dari hama, penyakit, dan bencana alam agar padi dapat berkembang hingga siap dipanen.
  • Unduh-Unduh: Puncak perayaan yang digelar saat panen tiba, di mana hasil bumi terbaik dipersembahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur.

Keleman, dengan fokusnya pada fase “kehamilan” padi, menunjukkan betapa petani memahami pentingnya setiap tahap dalam siklus tanam. Istilah “bunting” mengacu pada saat padi mulai membentuk bulir, sebuah periode kritis yang menentukan keberhasilan panen. Ritual ini kemungkinan besar telah ada sejak lama, diadaptasi dari tradisi-tradisi Jawa kuno yang menghormati alam, kemudian diperkaya dengan nilai-nilai Kristen oleh masyarakat Mojowarno.

Pelaksanaan Ritus Keleman

Persiapan

Pelaksanaan Keleman dimulai dengan persiapan yang melibatkan seluruh komunitas. Para petani, bersama keluarga dan tetangga, bekerja sama untuk mengumpulkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam ritual. Persiapan ini biasanya mencakup:

  • Hasil Bumi: Padi, sayuran, atau buah-buahan segar yang melambangkan kesuburan dan harapan akan panen melimpah.
  • Sesajen Sederhana: Makanan seperti nasi tumpeng atau kue tradisional disiapkan sebagai simbol sedekah kepada alam dan Tuhan.
  • Peralatan Doa: Alkitab, lilin, atau benda-benda lain yang digunakan dalam doa Kristen sering disertakan untuk memperkuat dimensi spiritual.

Persiapan ini dilakukan secara kolektif, menunjukkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat agraris. Para sesepuh atau tokoh agama lokal biasanya memimpin koordinasi, memastikan semua elemen ritual siap sebelum hari pelaksanaan.

Prosesi Ritual

Ritus Keleman biasanya digelar di sawah atau area pertanian tempat padi ditanam. Prosesi ini sederhana namun penuh makna, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Doa Pembukaan: Dipimpin oleh seorang pendeta atau tokoh agama, doa ini berisi permohonan agar tanaman padi dilindungi dari ancaman seperti hama, kekeringan, atau banjir. Doa juga mencakup ungkapan syukur atas pertumbuhan padi yang telah mencapai tahap “bunting.”
  2. Penyajian Sesajen: Hasil bumi yang telah disiapkan diletakkan di tengah sawah atau di tempat khusus yang dianggap sakral. Sesajen ini tidak hanya dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi juga melambangkan pemberian kembali kepada alam.
  3. Pemberkatan: Pendeta atau sesepuh memberkati tanaman padi dan sesajen, sering kali dengan membacakan ayat-ayat Alkitab yang relevan, seperti tentang berkat Tuhan atas bumi (misalnya, Kejadian 1:11-12).
  4. Sedekah dan Pembagian: Setelah didoakan, sesajen dibagikan kepada warga yang hadir atau disebar di sawah sebagai tanda sedekah. Bagian ini memperkuat aspek komunal dari ritual, di mana keberkahan dibagi bersama.

Keterlibatan Komunitas

Keleman bukanlah ritual individu, melainkan kegiatan yang melibatkan seluruh komunitas. Anak-anak, orang dewasa, dan lansia turut hadir, baik sebagai peserta maupun penonton. Keterlibatan ini mencerminkan pentingnya tradisi dalam menjaga solidaritas sosial. Bagi anak-anak, keikutsertaan mereka menjadi sarana belajar tentang budaya dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur.

Makna Budaya dan Sosial

Hubungan dengan Alam

Keleman mencerminkan hubungan harmonis antara petani dan alam. Dengan melakukan sedekah saat padi bunting, masyarakat Mojowarno menunjukkan kesadaran bahwa keberhasilan panen tidak hanya bergantung pada usaha manusia, tetapi juga pada keseimbangan dengan lingkungan. Tradisi ini mengajarkan pentingnya menghormati siklus alam dan tidak mengambil lebih dari yang diberikan.

Filosofi ini selaras dengan kearifan lokal Jawa yang memandang alam sebagai entitas yang hidup. Meskipun Keleman dilakukan dalam konteks Kristen, pengaruh budaya Jawa tetap terasa dalam cara petani memperlakukan tanaman padi sebagai sesuatu yang “hidup” dan perlu dilindungi.

Penguatan Ikatan Komunitas

Selain aspek spiritual, Keleman memiliki fungsi sosial yang kuat. Prosesi bersama, pembagian sesajen, dan doa kolektif menjadi ajang untuk mempererat hubungan antarwarga. Dalam kehidupan agraris yang penuh ketidakpastian, seperti ancaman gagal panen atau bencana alam, solidaritas komunitas menjadi penopang utama. Keleman, dengan semangat kebersamaannya, memperkuat rasa saling mendukung di antara petani.

Pelestarian Tradisi

Sebagai warisan budaya, Keleman memainkan peran penting dalam menjaga identitas masyarakat Mojowarno. Dalam era modernisasi yang membawa perubahan besar pada pola hidup, ritual ini menjadi pengingat akan akar budaya dan nilai-nilai leluhur. Dengan melibatkan generasi muda, tradisi ini terus hidup dan relevan, meskipun tantangan seperti urbanisasi dan teknologi pertanian modern mulai memengaruhi kehidupan desa.

Evolusi dan Relevansi di Masa Kini

Seiring waktu, Keleman telah mengalami adaptasi. Jika dahulu ritual ini mungkin lebih sederhana dan hanya melibatkan doa serta sesajen minimal, kini elemen-elemen Kristen seperti penggunaan Alkitab dan nyanyian rohani menjadi bagian integral. Namun, inti dari ritual—sedekah saat padi bunting—tetap tidak berubah, menunjukkan ketahanan tradisi ini terhadap perubahan zaman.

Di era modern, relevansi Keleman terletak pada pesan ekologis dan sosialnya. Dalam konteks perubahan iklim dan degradasi lingkungan, ritual ini mengingatkan pentingnya menjaga keselarasan dengan alam. Sedekah kepada bumi yang dilakukan petani dapat dilihat sebagai simbol kesadaran lingkungan, sebuah ajakan untuk tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan.

Secara sosial, Keleman tetap menjadi perekat komunitas di tengah individualisme yang semakin meningkat. Dalam dunia yang serba cepat, ritual ini menawarkan momen refleksi dan kebersamaan yang kian langka. Bagi masyarakat Mojowarno, melestarikan Keleman berarti menjaga jati diri mereka sebagai komunitas agraris yang hidup dalam harmoni dengan Tuhan, alam, dan sesama.

Kesimpulan: Warisan yang Hidup

Ritus Keleman di Jombang adalah lebih dari sekadar upacara adat; ia adalah cerminan kehidupan masyarakat petani yang penuh makna. Melalui tradisi sedekah saat padi bunting, petani Mojowarno mengekspresikan syukur, harapan, dan penghormatan mereka kepada Tuhan dan alam. Ritual ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, tidak hanya memperkuat ikatan spiritual dan sosial, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.

Di tengah tantangan modern, Keleman tetap relevan sebagai simbol kearifan lokal dan identitas budaya. Dengan terus melestarikan tradisi ini, masyarakat Jombang menunjukkan bahwa nilai-nilai leluhur dapat hidup berdampingan dengan kemajuan zaman. Keleman bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga inspirasi untuk masa depan—sebuah ajakan untuk hidup selaras dengan alam dan menjaga kebersamaan dalam komunitas.

Tinggalkan Balasan