Bunga Desa yang Tidak Pernah Suka Bunga

Bunga adalah seorang gadis desa yang cantik dan pintar. Namanya berasal dari ibunya yang sangat menyukai bunga-bunga. Namun, Bunga sendiri tidak pernah suka bunga. Ia lebih tertarik pada buku-buku dan ilmu pengetahuan. Ia bermimpi untuk menjadi seorang dokter dan membantu banyak orang.

Suatu hari, Bunga mendapat kabar bahwa ia lulus ujian masuk universitas kedokteran di kota besar. Ia sangat senang dan bersyukur. Ia pun bersiap-siap untuk meninggalkan desanya dan pergi ke kota. Namun, ada satu hal yang mengganjal hatinya. Ia belum pernah mengucapkan terima kasih kepada ibunya yang selalu mendukungnya.

Ia pun memutuskan untuk memberikan hadiah kepada ibunya sebelum berangkat. Ia ingin memberikan sesuatu yang spesial dan berkesan. Ia berpikir keras apa yang paling disukai oleh ibunya. Lalu, ia teringat bahwa ibunya sangat menyukai bunga mawar merah. Ia pun mencari toko bunga terdekat dan membeli satu tangkai bunga mawar merah.

Ia kembali ke rumah dengan membawa bunga mawar merah itu. Ia berharap ibunya akan senang melihatnya. Namun, ketika ia sampai di rumah, ia mendapati ibunya sedang menangis di ruang tamu. Di sampingnya ada seorang pria berjas hitam yang tampak serius.

“Bunga, ini Pak Andi, dia dari universitas kedokteran yang kamu lulus,” kata ibunya dengan suara terbata-bata.

“Halo, Bunga. Selamat atas prestasimu. Aku datang ke sini untuk memberitahumu sesuatu yang penting,” kata Pak Andi dengan nada serius.

“Apa itu, Pak?” tanya Bunga dengan penasaran.

“Maaf, Bunga. Aku harus memberitahumu bahwa kamu tidak bisa kuliah di universitas kami,” kata Pak Andi.

“Mengapa, Pak? Apa yang salah?” tanya Bunga dengan panik.

“Kamu tidak salah apa-apa, Bunga. Ini bukan salahmu. Ini salahku,” kata Pak Andi.

“Salahmu? Maksudnya?” tanya Bunga dengan bingung.

“Aku harus jujur padamu, Bunga. Aku adalah seorang penipu. Aku bukan dari universitas kedokteran itu. Aku hanya mengaku-ngaku sebagai stafnya untuk menipu orang-orang seperti kamu,” kata Pak Andi.

“Apa?!” teriak Bunga dengan marah.

“Ya, aku adalah seorang penipu profesional. Aku sudah menipu banyak orang dengan modus yang sama. Aku membuat surat palsu yang mengatakan bahwa mereka lulus ujian masuk universitas kedokteran itu. Lalu, aku meminta mereka untuk membayar uang pendaftaran yang besar kepada aku. Setelah itu, aku menghilang dengan uang itu,” kata Pak Andi.

“Jadi, kamu sudah mengambil uang pendaftaranku?” tanya Bunga dengan sedih.

“Ya, aku sudah mengambil uangmu. Maaf, Bunga. Aku tidak punya pilihan lain. Aku harus melakukan ini untuk menyelamatkan hidupku,” kata Pak Andi.

“Menyelamatkan hidupmu? Dari apa?” tanya Bunga dengan heran.

“Dari utang, Bunga. Aku punya utang besar kepada seorang rentenir yang kejam. Jika aku tidak membayar utang itu segera, dia akan membunuhku,” kata Pak Andi.

“Lalu, kenapa kamu tidak mencari pekerjaan yang halal? Kenapa kamu harus menipu orang-orang yang tidak bersalah?” tanya Bunga dengan kesal.

“Aku sudah mencoba mencari pekerjaan yang halal, Bunga. Tapi, aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan apapun karena aku tidak punya ijazah atau sertifikat apapun. Aku hanya lulusan SMP yang putus sekolah karena kemiskinan,” kata Pak Andi.

“Jadi, kamu tidak punya pendidikan yang cukup? Lalu kamu menipu orang lain?” amarah bunga masih bergejolak.

Pak Andi masih terdiam.

Dalam diamnya, Pak Andi ingin memetik sekuntum bunga mawar yang tumbuh di taman di sebelahnya. Dia berpikir wanginya bunga mawar bisa meluluhkan amarah seorang wanita.

Diambilnya bunga mawar dan hendak diberikan kepada bunga. Sebelum sampai di tangan Bunga, mawar itu sudah dihempaskan lebih dulu ke tanah.

“Aku tidak suka bunga. Jangan berpikir aku akan memaafkanmu lewat pemberian bunga ini,” Bunga bersikukuh menolak pemberian bunga.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *