Pada era pasca-pandemi di mana keberlanjutan menjadi kata kunci, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, kembali menjadi pusat perhatian nasional melalui penyelenggaraan Gathering Forum Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perusahaan Tahun 2025. Acara ini bukan sekadar pertemuan rutin, melainkan momentum strategis yang menyatukan pelaku usaha lokal, pemerintah daerah, dan mitra internasional, khususnya dari Brunei Darussalam melalui BIMP-EAGA Business Council. Acara ini berlangsung pada Selasa, 7 Oktober 2025, pukul 19.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB di Pendopo Kabupaten Jombang, Jl. Alun-Alun No. 1, Kelurahan Kaliwingu, Kecamatan Jombang, gathering ini menjadi panggung diplomasi budaya dan ekonomi yang memadukan nilai-nilai lokal dengan visi regional Asia Tenggara.
Sebagai “Kota Santri” yang kaya akan warisan Islam dan tradisi Jawa, Jombang telah lama dikenal sebagai melting pot kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) atau TJSL. Tahun ini, acara ini diwarnai rencana temu investasi dengan delegasi Brunei Darussalam, yang dipimpin oleh Pangeran Herediter atau perwakilan tinggi dari BIMP-EAGA Business Council. BIMP-EAGA—singkatan dari Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area—merupakan inisiatif subregional ASEAN yang fokus pada peningkatan perdagangan, investasi, dan konektivitas di wilayah timur. Kunjungan ini melanjutkan momentum hubungan bilateral Indonesia-Brunei, yang telah terbukti melalui kunjungan Persatuan Persahabatan Brunei Darussalam-Indonesia (BRUDIFA) ke Jombang pada Februari 2025, membuka peluang sinergi di sektor halal, pariwisata, dan infrastruktur.
Acara ini diisi dengan pentas seni kebudayaan daerah Jombang, termasuk Tari Remo, Tari Topeng Jatiduwur, dan Tari Bedaya Tradisi Kungkum Sinden Sendang Made, yang tidak hanya menghibur tetapi juga menyimbolkan keramahan Jawa. Sebelum memasuki pendopo, delegasi Brunei disambut melalui prosesi Cucuk Lampah—adat Jawa kuno untuk menghormati tamu penting—yang menekankan nilai penghormatan dan harmoni. Dengan latar belakang BIMP-EAGA Vision 2025 yang baru saja mencapai puncaknya pada Mei 2025, gathering ini diharapkan menjadi katalisator bagi investasi lintas batas, sekaligus memperkuat komitmen TJSL dalam pembangunan berkelanjutan. Artikel ini akan mengupas mendalam latar belakang, agenda, elemen budaya, dan implikasi ekonomi acara ini, dengan harapan menjadi referensi bagi pemangku kepentingan.
Latar Belakang Forum TJSL di Jombang: Dari Lokal ke Regional
Forum TJSL Kabupaten Jombang telah berkembang pesat sejak dibentuk pada 2022, sebagai wadah kolaborasi antara pemerintah daerah dan perusahaan swasta untuk mengimplementasikan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan kontribusi sosial dan lingkungan. Gathering TJSL 2025 ini merupakan kelanjutan dari Rapat Kerja Tahunan Forum TJSL pada Agustus 2024, yang menyoroti pencapaian CSR senilai miliaran rupiah dalam pencegahan stunting, pendidikan, dan pelestarian lingkungan. Pada Desember 2024, Pj Bupati Jombang, dalam gathering serupa, mengapresiasi kontribusi perusahaan seperti Bank Jatim yang menyerahkan dana CSR untuk program kesehatan masyarakat, menegaskan peran forum ini sebagai “mitra strategis” pemerintah daerah dengan APBD terbatas.
Secara historis, Jombang—dengan populasi lebih dari 1,2 juta jiwa dan ratusan pesantren—telah menjadi laboratorium TJSL yang unik. Program seperti pembangunan infrastruktur pesantren oleh PT Semen Gresik dan pelatihan UMKM halal oleh perusahaan makanan lokal telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gathering 2025 ini, yang dihadiri oleh Ketua DPRD, bupati, dan perwakilan 50 perusahaan, bertujuan untuk mengevaluasi capaian 2025 dan merancang strategi pasca-BEV 2025. Dengan tema “Kolaborasi Berkelanjutan: Dari TJSL Lokal ke Investasi Regional”, acara ini selaras dengan agenda nasional Indonesia Emas 2045, di mana TJSL diharapkan mencapai Rp 100 triliun secara nasional.
Integrasi dengan rencana temu investasi Brunei menambah dimensi internasional. BIMP-EAGA, yang didirikan pada 1994, telah mendorong pertumbuhan ekonomi subregional mencapai USD 400 miliar pada 2025, dengan fokus pada konektivitas dan investasi hijau. Delegasi Brunei, yang tiba di Jombang sebagai bagian dari rangkaian 12th BIMP-EAGA Trade and Investment Facilitation Meeting di Bandar Seri Begawan pada September 2025, melihat Jombang sebagai gerbang investasi halal di Jawa Timur. Potensi sektor seperti agroindustri, pariwisata religi, dan energi terbarukan menjadi sorotan, dengan nilai investasi potensial mencapai USD 50 juta dalam dua tahun ke depan. Kunjungan ini juga melanjutkan dialog bilateral yang dimulai pada 16th BIMP-EAGA Summit Mei 2025, di mana Sultan Brunei menekankan perluasan koridor ekonomi untuk menarik investasi.

Deskripsi Acara: Agenda dan Atmosfer Pendopo Jombang
Pendopo Kabupaten Jombang, bangunan bersejarah berarsitektur Jawa dengan ukiran kayu khas Majapahit, menjadi saksi bisu berbagai peristiwa bersejarah. Pada 7 Oktober 2025, pukul 19.30 WIB, pintu gerbangnya terbuka untuk menyambut ratusan tamu undangan, termasuk delegasi Brunei yang dipimpin Pengiran Haji Haris bin Pengiran Haji Duraman. Acara dimulai dengan registrasi dan ramah tamah, diikuti sambutan dari Bupati Jombang dan Ketua Forum TJSL. Agenda utama mencakup presentasi capaian TJSL 2025, diskusi panel tentang integrasi CSR dengan SDGs, dan sesi business matching untuk rencana investasi.
Puncak acara adalah pentas seni yang dimulai pukul 20.00 WIB, di mana Tari Remo, Tari Topeng Jatiduwur, dan Tari Bedaya bergantian memukau penonton. Pertunjukan ini bukan hanya estetika, tetapi juga simbol diplomasi budaya, mengingatkan pada akar Melayu-Islam bersama antara Jombang dan Brunei. Sesi temu investasi pada pukul 20.30 WIB, dengan fokus pada MoU potensial di sektor halal tourism dan agroforestry. Acara ditutup dengan doa bersama dan gala dinner, di mana hidangan lokal seperti pecel tumpang dan gethuk Jombang disajikan, menciptakan suasana kekeluargaan.
Keamanan dan protokol kesehatan dijaga ketat, dengan kapasitas pendopo dibatasi 300 orang untuk mematuhi standar pasca-pandemi. Penyelenggara, bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jombang, memastikan live streaming melalui YouTube untuk audiens global, memperluas dampak acara ini.
Prosesi Cucuk Lampah: Adat Penyambutan Tamu yang Sakral
Sebelum delegasi Brunei memasuki pendopo, prosesi Cucuk Lampah digelar pukul 20.00 WIB sebagai pembuka yang penuh makna. Cucuk Lampah, berasal dari tradisi Jawa abad ke-16, adalah ritual penyambutan tamu penting yang melambangkan penghormatan, perlindungan, dan harmoni kosmik. Secara harfiah, “cucuk” berarti menusuk atau membuka jalan, sementara “lampah” artinya langkah atau perjalanan. Dalam konteks ini, prosesi ini diadaptasi dari ritual pernikahan Jawa—di mana ia berfungsi sebagai penolak bala—menjadi bentuk diplomasi untuk “membuka jalan” bagi hubungan bilateral.
Prosesi dimulai dengan barisan penari wanita berpakaian kebaya encim dan kain batik Jombang, dipimpin oleh seorang “cucuk” utama yang membawa tombak ritual berhias bunga. Diikuti gadis-gadis kecil membawa nampan berisi sirih pinang dan bunga melati—simbol kemakmuran—mereka berjalan pelan dengan gerakan halus, diiringi gamelan slendro. Pangeran Brunei, didampingi bupati, “ditemani” barisan ini memasuki pendopo, di mana air suci disiramkan untuk membersihkan energi negatif. Makna filosofisnya dalam filsafat Jawa adalah “manunggaling kawula gusti” (persatuan hamba dan Tuhan), menekankan kerendahan hati dalam menerima tamu sebagai anugerah Ilahi.
Adaptasi ini menunjukkan fleksibilitas adat Jawa; meski tradisionalnya untuk pengantin, Cucuk Lampah telah digunakan dalam kunjungan negara, seperti saat Presiden Jokowi ke Jawa Timur. Bagi delegasi Brunei, yang kental dengan etiket Melayu-Islam, prosesi ini resonan dengan konsep “adat bersatu dengan agama”, memperkuat ikatan budaya.
Pentas Seni Kebudayaan: Jendela Warisan Jombang
Pentas seni menjadi jantung acara, mempresentasikan tiga tarian ikonik Jombang yang sarat nilai edukatif dan estetis.
Pertama, Tari Remo, tarian penyambut tamu asli Jombang sejak abad ke-19. Dipentaskan oleh penari pria atau kelompok, Tari Remo menggambarkan semangat perjuangan rakyat melalui gerakan dinamis seperti “ngremo” (maju) dan “cokel” (memukul), diiringi gendang dan suling. Maknanya adalah kegembiraan dan syukur atas rezeki, sesuai dengan nilai TJSL yang menekankan kontribusi sosial. Pada acara ini, Tari Remo membuka pentas, menyambut delegasi Brunei sebagai metafor “maju bersama” dalam investasi.
Kedua, Tari Topeng Jatiduwur, varian wayang topeng dari Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben. Berasal dari era Majapahit, tarian ini menggunakan topeng kayu berukir halus yang melambangkan karakter epos Panji, seperti Raden Inu Kertapati. Gerakan seperti “alen-alen” (menggantung) dan “lumaksono” (berguling) mencerminkan perjuangan spiritual, diiringi gamelan dan vokal dalang. Sebagai Warisan Budaya Takbenda Jawa Timur, tari ini dipentaskan oleh 2 penari, menyoroti pelestarian melalui TJSL, di mana perusahaan lokal mendanai workshop.
Ketiga, Tari Bedaya, tarian klasik Jawa yang diadaptasi lokal di Jombang. Terinspirasi Bedhaya Ketawang Keraton Surakarta, tari ini ditarikan oleh 4 wanita dengan gerakan lambat dan halus, menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Di Jombang, Tari Bedaya sering dikaitkan dengan ritual pesantren, simbol kesabaran dan keanggunan. Pada pentas ini, ia menutup sesi, melambangkan penutupan

yang damai bagi diskusi investasi.
Rencana Temu Investasi: Sinergi BIMP-EAGA dan Potensi Ekonomi Jombang
Sesi temu investasi menjadi klimaks ekonomi acara, menghubungkan TJSL dengan agenda BIMP-EAGA. Delegasi Brunei, mewakili Business Council, berdiskusi dengan perusahaan Jombang tentang peluang di sektor halal—seperti sertifikasi produk makanan dan farmasi—yang telah menjadi fokus 12th BIMP-EAGA Meeting September 2025. Jombang, dengan potensi ekspor tembakau dan tekstil halal senilai Rp 500 miliar per tahun, melihat Brunei sebagai mitra strategis untuk rantai pasok.
BIMP-EAGA Vision 2025, yang berakhir tahun ini, telah mendorong pertumbuhan 7,7% di subwilayah, dengan koridor ekonomi baru yang mencakup Jawa Timur. Rencana MoU mencakup investasi USD 20 juta di agroindustri organik dan USD 10 juta di ekowisata pesantren, selaras dengan TJSL yang menargetkan 30% dana CSR untuk lingkungan. Dampaknya: penciptaan 5.000 lapangan kerja dan peningkatan PDB Jombang 5% pada 2027. Tantangan seperti regulasi lintas batas akan dibahas, dengan solusi seperti platform digital BIMP-EAGA untuk business matching.
Hubungan ini diperkuat oleh kunjungan BRUDIFA, yang membuka dialog investasi di sektor pendidikan Islam, di mana Brunei berpotensi mendanai modernisasi pesantren Tebuireng. Secara keseluruhan, temu ini menjanjikan era baru kolaborasi, di mana TJSL bukan hanya filantropi, tapi investasi strategis.
Dampak dan Harapan: Menuju Pembangunan Inklusif
Gathering TJSL 2025 diharapkan meninggalkan legacy berupa peningkatan kontribusi CSR sebesar 20% dan kesepakatan investasi awal dengan Brunei. Bagi masyarakat Jombang, acara ini memperkuat identitas sebagai pusat ekonomi Islami, sementara bagi BIMP-EAGA, ia menjadi model integrasi budaya dalam perdagangan. Harapan ke depan: festival tahunan yang menggabungkan seni dan bisnis, mendorong pariwisata berkelanjutan.
Kesimpulan
Acara Gathering Forum TJSL 2025 dan rencana temu investasi dengan Brunei Darussalam bukan hanya pertemuan, tapi simfoni harmoni antara tradisi, tanggung jawab sosial, dan ambisi ekonomi. Melalui Cucuk Lampah dan pentas seni, Jombang membuka pintu persaudaraan, siap merangkul masa depan bersama BIMP-EAGA. Semoga acara ini menjadi titik balik bagi kemakmuran bersama di Nusantara.