Kesenian Kentrung Tulungagung: Jejak Seni Tutur Lisan, Kisah Babad, dan Penguatan Identitas Mataraman

Kabupaten Tulungagung, yang terletak di kawasan Mataraman Jawa Timur, memiliki kekayaan seni budaya tradisional yang mendalam. Salah satu warisan seni pertunjukan lisan yang paling berharga adalah Kesenian Kentrung Tulungagung. Kesenian ini merupakan perpaduan harmonis antara seni tutur (bercerita), seni musik (tabuhan rebana dan jedor), dan seni peran (olah vokal dan gerak dalang), yang disajikan sebagai media hiburan, pendidikan, dan penjaga memori kolektif masyarakat. Kentrung Tulungagung dikenal karena kemampuannya membawakan kisah-kisah historis dan babad yang sarat makna, menjadikannya salah satu aset budaya tak benda yang penting di Jawa Timur.

Artikel ini akan mengupas tuntas Kentrung Tulungagung, menelusuri asal-usulnya yang bernuansa historis, membedah tujuan awal kelahirannya, menganalisis perbedaan esensialnya dengan Kentrung dari Blitar dan Lamongan, serta menguraikan strategi pelestarian untuk menjadikannya ekspresi budaya yang abadi, di tengah tantangan zaman yang kian modern.


 

Asal Usul Kentrung Tulungagung

Kentrung Tulungagung memiliki akar yang kuat dalam tradisi lisan Jawa yang berkembang di wilayah Mataraman, yang secara kultural dekat dengan Kediri dan Blitar. Kesenian ini diperkirakan sudah eksis sejak abad ke-19, atau bahkan jauh sebelumnya sebagai seni tutur rakyat yang mandiri.

Tumbuh dari Tradisi Lisan Pedesaan

Kentrung di Tulungagung awalnya berkembang di daerah pedesaan sebagai media hiburan dan penerangan yang bersifat sederhana dan mudah diakses. Pada masa itu, sebelum hadirnya media massa modern, Kentrung menjadi jendela informasi dan rekreasi utama bagi masyarakat.

Etimologi dan Instrumen Khas

Sama seperti di daerah lain, nama “Kentrung” diambil dari suara instrumen utamanya, yaitu rebana kecil atau alat musik serupa yang menghasilkan bunyi “trung, trung, trung”. Kentrung Tulungagung umumnya menggunakan beberapa instrumen pendukung seperti Jedor (kendang besar), Kendang, dan Kadang Gong sederhana, memberikan irama yang lebih kaya dan dinamis.

Pengaruh Babad dan Sejarah Lokal

Tulungagung, yang memiliki sejarah panjang sejak era Hindu-Buddha hingga masa kolonial, kaya akan kisah-kisah lokal. Kentrung tumbuh dengan menarasikan Babad Tulungagung, legenda tokoh-tokoh penting di daerah tersebut, dan kisah-kisah yang bernuansa sejarah perjuangan. Hal ini menjadikan Kentrung Tulungagung sangat lekat dengan identitas historis daerahnya.

Sosok Maestro Kentrung Tulungagung

Kentrung di Tulungagung dibawakan oleh seorang Dalang Kentrung yang didampingi oleh beberapa Panjak (pemain musik) dan seringkali Pelawak atau Badut. Para maestro seperti mendiang Mbah Legi (dari Rejotangan) atau tokoh-tokoh lain, telah berperan besar dalam menjaga dan mewariskan gaya dan narasi Kentrung khas Tulungagung.


 

Tujuan Munculnya Kesenian Kentrung Tulungagung

Kesenian Kentrung Tulungagung hadir di tengah masyarakat dengan tujuan fungsional yang holistik, mencakup aspek sosial, pendidikan, dan historiografi lisan.

1. Media Historiografi Lisan dan Babad

Tujuan utama Kentrung Tulungagung adalah sebagai penjaga dan penyampai sejarah lokal atau babad. Melalui tuturan Dalang, masyarakat mengenal asal-usul desa, kisah perjuangan pemimpin lokal, dan epik-epik yang membentuk identitas Tulungagung. Kesenian ini berfungsi sebagai perpustakaan berjalan yang mentransfer memori kolektif secara lisan.

2. Sarana Pendidikan Moral dan Etika

Kentrung menjadi media pendidikan moral yang efektif. Lakon-lakon yang dibawakan sarat dengan pesan tentang keadilan, kesetiaan, kerukunan, dan etika hidup bermasyarakat. Cerita disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan humor yang membuat pesan-pesan tersebut mudah diserap oleh penonton.

3. Hiburan Rakyat dalam Upacara Daur Hidup

Kentrung merupakan hiburan rakyat (tontonan) yang wajib hadir dalam berbagai upacara daur hidup dan perayaan, seperti:

  • Bersih Desa (Sedekah Bumi): Menjadi puncak acara sebagai bentuk rasa syukur.
  • Pernikahan dan Khitanan: Memberikan kemeriahan dan doa restu melalui lakon-lakonnya.

4. Kritik Sosial yang Menghibur (Social Safety Valve)

Seperti kebanyakan seni rakyat Jawa, Kentrung menjadi wadah bagi Dalang untuk menyisipkan kritik sosial terhadap penguasa atau fenomena masyarakat. Kritik ini dibalut dalam humor dan guyonan sehingga tidak bersifat menyinggung, melainkan menghibur dan mengedukasi.


 

Perbedaan Kentrung Tulungagung dengan Kentrung Blitar dan Lamongan

Meskipun Kentrung di Blitar, Lamongan, dan Tulungagung berada dalam satu rumpun tradisi lisan Jawa Timur, terdapat perbedaan signifikan yang mencerminkan kekhasan lokal masing-masing.

Aspek Pembeda Kentrung Tulungagung Kentrung Blitar Kentrung Lamongan
Corak Cerita Utama Babad Lokal & Sejarah (Babad Tulungagung, Legenda Lokal, Kisah Perjuangan). Kisah Panji (Panji Semirang, Panji Asmara Bangun). Dakwah Islam & Syiar Agama (Kisah Nabi, Walisongo, Sunan Drajat).
Jumlah Pelaku Dialogis/Grup (Dalang, Panjak, dan seringkali Pelawak). Dialogis/Grup (Dalang, Panjak, dan Pelawak). Monolog/Ontang-Anting (Satu Dalang merangkap penabuh).
Alat Musik Khas Rebana/Kentrung (terbangan), Jedor, Gong kecil, Kendang. Irama dinamis, kadang bernuansa Tayub. Jedor dominan, Kentrung/Terbangan, Kendang, fokus pada irama Mataraman. Terbang/Rebana sederhana. Fokus pada irama yang bernuansa Islami.
Gaya Penyampaian Fleksibel, perpaduan antara parikan (pantun), narasi sejarah, dan humor yang terencana. Kental humor spontan dan interaksi guyonan dengan Pelawak. Mirip teater Ketoprak mini. Kental dengan Syair/Selawat dan tuturan yang fokus pada pesan spiritual.
Bahasa Bahasa Jawa dialek Mataraman dengan penekanan pada kromo (halus) dalam narasi sejarah, dan ngoko (kasar/akrab) untuk humor. Bahasa Jawa dialek Mataraman yang lugas. Bahasa Jawa dialek Pesisir (Lamongan).

Perbedaan Esensial:

  1. Tulungagung: Fokus pada Historiografi dan Babad Lokal, dengan musik Mataraman yang fleksibel dan nggandrung (bersemangat) layaknya Tayub.
  2. Blitar: Fokus pada Epos Panji dan kuatnya unsur Teater Rakyat/Humor yang mendominasi.
  3. Lamongan: Fokus pada Dakwah Islam dan bersifat monolog total (ontang-anting).

 

Perkembangan Kesenian Kentrung dari Kabupaten Tulungagung

Kentrung Tulungagung telah mengalami evolusi dari pertunjukan rakyat sederhana menjadi aset budaya yang dikelola dengan kesadaran modern.

1. Adaptasi Format Pementasan

Kentrung Tulungagung mulai tampil dalam format yang lebih ringkas dan modern, terutama saat diundang dalam acara-acara resmi atau festival. Waktu pementasan yang dulunya bisa semalam suntuk kini dipersingkat menjadi 1-3 jam, tanpa mengurangi esensi cerita.

2. Penguatan Organisasi Kelompok Seni

Kelompok-kelompok Kentrung di Tulungagung, seperti yang berbasis di Rejotangan atau Gondang, mulai menata diri secara organisasional. Mereka aktif berkoordinasi dengan Dewan Kesenian Tulungagung (DKT) dan Dinas Kebudayaan untuk mendapatkan dukungan dan jadwal pementasan.

3. Pengakuan WBTB dan Dokumentasi

Upaya pelestarian membuahkan hasil dengan masuknya Kentrung Tulungagung dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional. Pengakuan ini memberikan landasan hukum dan moral untuk menjaga otentisitas dan memfasilitasi dokumentasi yang komprehensif terhadap lakon dan teknik pementasan.

4. Pemanfaatan Media Baru

Para Dalang Kentrung Tulungagung mulai memanfaatkan teknologi digital. Perekaman pementasan dan penyebarannya melalui YouTube atau media sosial menjadi cara efektif untuk menjangkau audiens baru, khususnya generasi muda.


 

Usaha Melestarikan Kesenian Kentrung Tulungagung

Pelestarian Kentrung Tulungagung adalah upaya kolektif yang melibatkan pemerintah, seniman, dan komunitas akademis.

1. Program Regenerasi Dalang dan Panjak

  • Sekolah Kentrung Rakyat: Mengadakan program pelatihan formal dan informal untuk calon Dalang dan Panjak. Pelatihan ini harus menekankan pada penguasaan bahasa Kromo Inggil (halus) untuk narasi dan Babad, serta keterampilan bermusik yang dinamis.
  • Pendanaan Regenerasi: Pemerintah daerah dapat memberikan beasiswa atau insentif finansial kepada pelajar yang bersedia menjadi pewaris Kentrung.

2. Penguatan Dukungan Kultural dan Finansial

  • Festival Kentrung Tulungagung: Mengadakan festival tahunan sebagai wadah pementasan, kompetisi, dan apresiasi. Festival ini harus menjadi magnet bagi wisatawan budaya.
  • Kemitraan Publik: Mendorong instansi pemerintah dan swasta untuk menggunakan Kentrung sebagai pengisi acara dalam kegiatan mereka, memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan bagi seniman.

3. Kodifikasi dan Digitalisasi Sastra Lisan

  • Pencatatan Babad: Melakukan pencatatan mendalam terhadap Babad Tulungagung, Kisah Panji, dan lakon-lakon khas yang dibawakan oleh Kentrung. Pengetahuan ini perlu diterbitkan dalam bentuk buku agar mudah dipelajari.
  • Arsip Digital: Mengarsip seluruh rekaman video, audio, dan foto pementasan Kentrung sebagai bank data digital untuk kepentingan studi dan referensi.

Upaya Menjadikan Kentrung Tulungagung sebagai Ekspresi Budaya Tradisional

 

Menjadikan Kentrung sebagai ekspresi budaya yang kokoh membutuhkan integrasi yang cerdas dalam kehidupan modern.

1. Integrasi Kurikulum Muatan Lokal

Memasukkan materi tentang Kesenian Kentrung, termasuk teknik narasi dan nilai-nilai Babad lokal, ke dalam kurikulum sekolah di Tulungagung. Siswa didorong untuk tidak hanya menonton, tetapi juga mencoba mempraktikkan seni Kentrung.

2. Pengembangan Paket Wisata Budaya Sejarah

Kentrung dapat menjadi atraksi utama dalam paket wisata sejarah dan budaya Tulungagung. Pementasan dapat diadakan di situs-situs bersejarah, seperti Candi Dadi atau situs era Majapahit, di mana Kentrung akan menarasikan sejarah situs tersebut, memberikan konteks budaya yang mendalam bagi wisatawan.

3. Kolaborasi Antar Seni dan Industri Kreatif

  • Musikalisasi Kentrung: Mendorong musisi lokal untuk mengadaptasi irama musik Kentrung (jedoran) ke dalam genre musik populer.
  • Seni Rupa dan Batik: Mengembangkan motif batik atau kerajinan tangan yang terinspirasi dari tokoh dan narasi Kentrung Tulungagung (misalnya, motif dari kisah Babad lokal).

4. Panggung Dialog dan Edukasi Publik

Memanfaatkan panggung Kentrung sebagai forum dialog publik mengenai isu-isu penting, seperti pelestarian lingkungan atau kesehatan, dengan tetap mempertahankan gaya bercerita yang menghibur dan bernuansa historis.


 

Hambatan Pelestarian Kesenian Kentrung Tulungagung

Meskipun mendapat pengakuan WBTB, Kentrung Tulungagung menghadapi serangkaian tantangan serius dalam upaya pelestariannya.

1. Kompleksitas Regenerasi Keterampilan

Hambatan terbesar adalah krisis regenerasi. Dalang Kentrung membutuhkan keterampilan yang sangat kompleks: menguasai banyak lakon (Babad dan Sejarah), mahir berimproviasi humor, memiliki olah vokal untuk berbagai karakter, dan memiliki kemampuan memimpin panjak. Proses belajar yang memakan waktu lama ini seringkali tidak menarik bagi generasi muda yang lebih memilih pekerjaan dengan hasil yang lebih cepat.

2. Persaingan dengan Hiburan Massal

Kentrung Tulungagung harus bersaing keras dengan hiburan keybord tunggal (organ tunggal), orkes dangdut, dan media streaming yang menawarkan hiburan yang lebih instan dan populer. Masyarakat modern seringkali kurang sabar menikmati pertunjukan narasi panjang yang membutuhkan fokus.

3. Keterbatasan Sumber Daya Finansial dan Penghargaan

Pendapatan dari tanggapan (pesanan) tidak selalu mencukupi untuk membiayai operasional kelompok yang melibatkan banyak anggota (panjak dan pelawak) serta perawatan instrumen yang mahal. Hal ini menyebabkan banyak seniman Kentrung terpaksa menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan, mengancam kualitas dan frekuensi pementasan.

4. Risiko Hilangnya Otentisitas Narasi

Dalam upaya beradaptasi dengan selera pasar yang menuntut humor dan keringkasan, ada risiko bahwa narasi Babad dan Sejarah yang otentik akan disederhanakan atau dihilangkan sama sekali. Jika narasi digantikan sepenuhnya oleh humor atau musik pop, Kentrung akan kehilangan esensi terbesarnya sebagai penjaga memori kolektif dan historiografi lisan Tulungagung.


 

Penutup: Jedoran yang Tak Pernah Padam

Kesenian Kentrung Tulungagung adalah penjaga kisah Babad dan semangat Mataraman di Jawa Timur. Dengan kekhasan jedoran yang dinamis, narasi sejarah yang mendalam, dan fleksibilitas panggung yang mengagumkan, Kentrung adalah harta tak ternilai. Tantangan regenerasi dan modernisasi harus dihadapi dengan strategi yang fokus pada edukasi, digitalisasi, dan peningkatan kesejahteraan seniman. Hanya dengan demikian, suara tuturan Kentrung Tulungagung, yang telah menjadi saksi bisu sejarah, akan terus terdengar, menjaga ingatan dan kearifan lokal untuk generasi mendatang.

Tinggalkan Balasan