Nilai Tradisi dan Budaya Masyarakat Jombang

Jombang, sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia, dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya akan warisan budaya dan tradisi. Tradisi-tradisi ini tidak hanya mencerminkan kekayaan sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat, tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, seperti kebersamaan, rasa syukur, dan harmoni. Meskipun modernisasi terus berlangsung, masyarakat Jombang tetap berkomitmen untuk melestarikan tradisi-tradisi unik mereka, yang menjadi bagian integral dari identitas budaya mereka.

Artikel ini akan membahas beberapa tradisi terkenal di Jombang, seperti Grebeg Apem, Riyaya Undhuh Undhuh, Ruwatan Purwokolo, Sedekah Bumi, serta tradisi terkait Lebaran seperti Weweh, Unjung, dan Kupatan. Melalui eksplorasi ini, kita akan memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut dan pentingnya menjaga warisan ini untuk generasi mendatang.


Jombang dan Kekayaan Budayanya

Jombang, yang sering disebut sebagai “Kota Santri” karena peran besar pesantren dalam sejarahnya, adalah tempat di mana budaya lokal dan nilai-nilai keagamaan bercampur secara harmonis. Tradisi-tradisi yang ada di Jombang tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga sarana untuk mempererat hubungan sosial, menjaga keseimbangan spiritual, dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan serta alam. Dari perayaan keagamaan hingga ritual adat yang berakar pada kepercayaan Jawa, masyarakat Jombang telah berhasil mempertahankan warisan budaya mereka di tengah tantangan zaman.

Tradisi seperti Grebeg Apem dan Sedekah Bumi menunjukkan bagaimana budaya lokal dapat beradaptasi dengan ajaran agama, sementara tradisi seperti Riyaya Undhuh Undhuh menggambarkan keragaman yang hidup berdampingan di daerah ini. Artikel ini akan mengupas setiap tradisi secara mendalam, menyoroti makna budaya dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh masyarakat Jombang.


Grebeg Apem: Perpaduan Budaya dan Keimanan

Salah satu tradisi yang paling dikenal di Jombang adalah Grebeg Apem, sebuah perayaan budaya yang biasanya diadakan pada bulan Safar dalam kalender Islam. Tradisi ini melibatkan pembagian kue apem—kue tradisional yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula merah—kepada masyarakat. Grebeg Apem memiliki akar sejarah yang kuat, konon diperkenalkan oleh Wali Songo, sembilan wali penyebar agama Islam di Jawa, sebagai cara untuk mengintegrasikan budaya lokal dengan ajaran Islam. Kue apem sendiri melambangkan kesederhanaan dan kerendahan hati, dua nilai yang sangat dihargai dalam Islam.

Selama perayaan Grebeg Apem, ribuan kue apem diarak melalui jalan-jalan sebelum dibagikan kepada warga. Prosesi ini bukan hanya sekadar acara keagamaan, tetapi juga menjadi ajang berkumpulnya masyarakat dari berbagai lapisan. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai kemurahan hati dan kebersamaan, karena semua orang—tanpa memandang status sosial—dapat menikmati berkah dari acara ini. Grebeg Apem menunjukkan kemampuan masyarakat Jombang untuk memadukan budaya Jawa dengan nilai-nilai Islam, menciptakan tradisi yang unik sekaligus bermakna dalam menjaga identitas komunal mereka.


Riyaya Undhuh Undhuh: Ungkapan Syukur atas Panen

Tradisi Riyaya Undhuh Undhuh adalah perayaan yang diadakan oleh komunitas Kristen di Mojowarno, Jombang, untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah. Tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1930-an dan menjadi salah satu bukti keragaman budaya di Jombang. Kata “undhuh” dalam bahasa Jawa berarti “memanen,” dan perayaan ini melibatkan parade hasil pertanian seperti buah-buahan, sayuran, dan ternak yang dihias dengan indah, kemudian dibawa ke gereja.

Prosesi Riyaya Undhuh Undhuh adalah pameran kekayaan pertanian sekaligus kreativitas masyarakat. Setelah sampai di gereja, hasil panen dilelang, dan dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan gereja serta membantu mereka yang membutuhkan. Tradisi ini tidak hanya mengajarkan rasa syukur kepada Tuhan, tetapi juga mempromosikan solidaritas dan kesejahteraan sosial. Pada tahun 2019, Riyaya Undhuh Undhuh diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia, menegaskan nilai budaya dan komitmen masyarakat Jombang dalam melestarikannya.  
Tradisi Riyaya Unduh-Unduh GKJW Mojowarno 2025 Perayaan Syukur, Budaya, dan Kebersamaan
Tradisi Riyaya Unduh-Unduh GKJW Mojowarno 2025 Perayaan Syukur, Budaya, dan Kebersamaan


Ruwatan Purwokolo: Ritual Penolak Bala

Ruwatan Purwokolo adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk membersihkan individu atau komunitas dari nasib buruk atau gangguan roh jahat. Meskipun detail spesifik tentang pelaksanaan tradisi ini di Jombang terbatas, secara umum ruwatan melibatkan persembahan, doa, dan tindakan simbolis untuk memurnikan serta melindungi peserta. Ritual ini sering dilakukan untuk orang-orang yang dianggap rentan terhadap kemalangan, misalnya anak tunggal atau mereka yang lahir pada kondisi astrologi tertentu.

Ruwatan Purwokolo mencerminkan kepercayaan masyarakat Jombang pada dunia supranatural dan pentingnya menjaga keseimbangan spiritual. Tradisi ini juga menunjukkan nilai dukungan komunal, karena pelaksanaannya sering melibatkan keluarga dan tetangga. Meskipun pengaruh modernisasi telah mengurangi popularitas ritual ini, Ruwatan Purwokolo tetap menjadi bagian penting dari budaya Jombang, melambangkan hubungan masyarakat dengan kepercayaan leluhur dan harapan akan perlindungan serta kemakmuran.


Sedekah Bumi: Penghormatan kepada Alam

Sedekah Bumi adalah tradisi di mana masyarakat memberikan persembahan berupa makanan dan barang lain kepada bumi sebagai ungkapan rasa syukur atas kelimpahan yang diberikan alam. Tradisi ini biasanya diadakan sebelum musim tanam atau panen, dengan harapan mendapatkan berkah untuk hasil panen yang baik. Di Jombang, Sedekah Bumi sering disertai dengan doa bersama dan pertunjukan budaya, menjadikannya acara yang meriah dan penuh makna.

Tradisi ini menekankan nilai-nilai kerendahan hati, rasa syukur, dan penghormatan terhadap alam. Dengan mengakui peran bumi dalam kehidupan mereka, masyarakat Jombang menunjukkan komitmen mereka terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan berkelanjutan. Sedekah Bumi juga mengingatkan kita akan saling ketergantungan antara manusia dan alam, sebuah prinsip yang semakin relevan di era modern ini.


Weweh, Unjung, dan Kupatan: Tradisi Lebaran di Jombang

Perayaan Lebaran atau Idulfitri di Jombang dirayakan dengan tradisi-tradisi khas yang mencerminkan nilai-nilai kemurahan hati, pengampunan, dan kebersamaan. Berikut adalah penjelasan dari tiga tradisi tersebut:

Weweh: Berbagi dengan Tetangga

Weweh adalah tradisi berbagi makanan atau hadiah dengan tetangga dan kerabat menjelang Lebaran. Awalnya, weweh dilakukan dengan mengirimkan makanan rumahan dalam wadah tradisional, tetapi kini telah berkembang menjadi pemberian parsel modern. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk sedekah dan cara untuk mempererat hubungan sosial. Anak-anak sering terlibat dengan mengantarkan hadiah, dan sebagai imbalannya, mereka menerima uang atau hadiah kecil dari penerima. Weweh mengajarkan nilai kebersamaan dan saling mendukung dalam komunitas.

Unjung: Saling Mengunjungi dan Meminta Maaf

Unjung adalah tradisi mengunjungi rumah kerabat, teman, dan tetangga selama Lebaran untuk meminta maaf dan memperbarui hubungan. Ini adalah waktu untuk rekonsiliasi dan memperkuat ikatan sosial. Unjung menunjukkan pentingnya kerendahan hati dan pengampunan dalam menjaga harmoni komunitas.

Kupatan: Simbol Persatuan

Kupatan melibatkan pembuatan dan pembagian ketupat, makanan tradisional dari beras yang dibungkus daun kelapa. Ketupat melambangkan persatuan dan kebersamaan, karena anyaman daunnya menggambarkan keterkaitan dalam komunitas. Selama Lebaran, keluarga membuat ketupat dan membagikannya sebagai tanda kebaikan dan perayaan.

Ketiga tradisi ini menonjolkan nilai-nilai sosial yang kuat dalam masyarakat Jombang, seperti solidaritas dan kemurahan hati, serta menunjukkan adaptasi budaya dari waktu ke waktu.


Penari Cilik Seni Tari Remo Boletan Gagrak Anyar Khas Jombangan
Penari Cilik Seni Tari Remo Boletan Gagrak Anyar Khas Jombangan

Pentingnya Melestarikan Tradisi

Tradisi-tradisi di Jombang bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi ekspresi hidup dari nilai dan identitas masyarakatnya. Mereka menjadi jembatan antara generasi, memperkuat rasa memiliki, dan menjaga keberlanjutan budaya. Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat Jombang memastikan bahwa warisan budaya mereka tetap relevan di tengah perubahan zaman.

Tradisi seperti Grebeg Apem dan Riyaya Undhuh Undhuh juga berperan dalam mempromosikan harmoni sosial dan ketahanan komunitas. Acara-acara ini menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang, melampaui perbedaan agama dan sosial. Dalam konteks Indonesia yang beragam, tradisi semacam ini sangat penting untuk menjaga persatuan nasional dan keberagaman budaya.

Namun, pelestarian tradisi menghadapi tantangan dari modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi. Generasi muda mungkin kurang tertarik untuk melanjutkan praktik tradisional, lebih memilih gaya hidup modern. Untuk mengatasi ini, diperlukan upaya bersama dari pemimpin komunitas, organisasi budaya, dan pemerintah untuk mempromosikan pendidikan budaya dan melibatkan anak muda dalam kegiatan tradisional. Festival budaya, lokakarya, dan program sekolah dapat menjadi sarana untuk menanamkan kebanggaan akan warisan lokal.


Kesimpulan

Tradisi-tradisi Jombang, mulai dari Grebeg Apem hingga Weweh, Unjung, dan Kupatan, adalah bukti kekayaan budaya dan komitmen masyarakat untuk menjaga identitas mereka. Tradisi ini mengandung nilai-nilai seperti rasa syukur, kemurahan hati, kerendahan hati, dan kebersamaan, yang esensial bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan terus merayakan dan melestarikan tradisi ini, masyarakat Jombang tidak hanya menghormati leluhur mereka tetapi juga memperkuat jalinan sosial komunitas mereka. Di tengah ancaman homogenisasi budaya global, pelestarian tradisi unik ini menjadi semakin penting. Ke depan, menjaga warisan budaya ini untuk generasi mendatang adalah tanggung jawab bersama, agar semangat Jombang tetap hidup dan berkembang.


Tinggalkan Balasan