Sarasehan Budaya Harmoni Tradisi dan Teknologi: Perspektif Dalam Budaya Pertanian

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian, penting untuk menjaga keseimbangan dengan nilai-nilai budaya tradisional. Sarasehan Budaya dengan tema “Harmoni Tradisi dan Teknologi: Perspektif Budaya Dalam Pertanian” menjadi wadah diskusi yang relevan untuk mengeksplorasi hal tersebut. Acara ini diselenggarakan dalam rangka mendukung Program Pengembangan Kebudayaan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jombang melalui Bidang Kebudayaan.

Mengundang para pemerhati budaya Jombang dan anggota dewan, sarasehan ini berlangsung pada hari Rabu, 24 September 2025, pukul 19.30 WIB hingga pukul 23.00 WIB, di Sanggar Seni Tri Budaya, Desa Jatiduwur, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang. Diskusi budaya ini telah dihadiri sekitar 100 orang masyarakat pemerhati budaya, pejabat daerah, dan Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Jombang. Panitia menyajikan penampilan kesenian Wayang Topeng Jatiduwur yang langka dan hampir purnah. Acara ini bukan hanya pertemuan rutin, melainkan sebuah upaya kolektif untuk memperkuat identitas budaya di tengah modernisasi pertanian.

Kabupaten Jombang, yang dikenal sebagai kota santri di Jawa Timur, memiliki kekayaan budaya yang erat kaitannya dengan sektor pertanian. Sebagai daerah agraris, Jombang bergantung pada produksi padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu yang menjadi komoditas andalan di tingkat provinsi. Program Pengembangan Kebudayaan Disdikbud Jombang telah aktif dalam berbagai inisiatif, seperti workshop pengenalan warisan budaya yang digelar pada Agustus 2025 untuk menanamkan nilai pelestarian kepada siswa. Dinas ini bertanggung jawab atas urusan pendidikan dan kebudayaan, termasuk bidang kebudayaan yang fokus pada pelestarian seni dan tradisi lokal. Sarasehan ini sejalan dengan upaya tersebut, mengintegrasikan perspektif budaya dalam pertanian untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Latar Belakang Program Pengembangan Kebudayaan di Jombang

Disdikbud Kabupaten Jombang telah menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memajukan kebudayaan, seperti workshop pemajuan kebudayaan pada 2023 yang melibatkan bupati untuk menggali potensi desa. Pada 2025, indeks kepuasan masyarakat (IKM) semester I mencapai 85,26, menunjukkan peningkatan layanan, termasuk program seperti “Belajar Wayang Bersama Abah Bupati” di SDN Jombatan. Bidang kebudayaan juga bekerja sama dengan lembaga seperti BBGP Provinsi Jawa Timur untuk pelatihan peningkatan kompetensi. Workshop pengenalan warisan budaya Jombang pada Agustus 2025, misalnya, menargetkan siswa SMA/SMK untuk melestarikan tradisi lokal. Dalam konteks pertanian, program ini relevan karena banyak tradisi budaya Jombang berakar pada aktivitas agraris, seperti ritual syukur panen.

Sarasehan di Sanggar Seni Tri Budaya menjadi pilihan tepat karena lokasi ini terkait dengan pelestarian seni tradisional di Desa Jatiduwur. Desa ini dikenal dengan Wayang Topeng Jatiduwur, kesenian yang diduga peninggalan abad 18-19, diperkenalkan oleh Ki Purwo. Pada Juli 2025, Pemdes Jatiduwur meresmikan Sanggar Kesenian Sekaring Jati Putro untuk regenerasi pemuda dalam seni wayang topeng, bersamaan dengan sedekah bumi. Sanggar ini, yang melibatkan 30 orang termasuk penari dan dalang, menjadi laboratorium budaya untuk mencegah punahnya tradisi. Tari Topeng Klono Jati Duwur, bagian dari wayang topeng, telah memukau audiens di berbagai acara, menunjukkan harmoni antara seni dan kehidupan masyarakat agraris.

Budaya Pertanian di Jombang dan Jawa Timur

Budaya pertanian di Jombang mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jawa yang selaras dengan alam. Salah satu tradisi adalah syukur hasil panen di Japanan, di mana warga berebut ambeng atau tumpeng beserta gunungan hasil pertanian, menciptakan suasana meriah. Di Wonosalam, festival Kenduren Wonosalam 2025 menjadi wujud apresiasi potensi pertanian dan pariwisata, tradisi turun-temurun dari leluhur. Dinas Pertanian Jombang mendukung melalui program seperti GEMPITA (Gerakan Petani Meningkatkan Produksi dengan Budidaya Tanaman Sehat), yang melibatkan pembuatan bokashi secara bersama.

Di Desa Sambirejo, tradisi anjangsana kebun meningkatkan produktivitas pertanian di lereng Gunung Anjasmoro, di mana warga saling berkunjung ke kebun untuk berbagi pengetahuan. Kabupaten Jombang, sebagai penghasil padi utama, memiliki sejarah panjang pertanian yang terekam dalam peninggalan arkeologis. Agrowisata seperti Bale Tani menggabungkan rekreasi dan edukasi pertanian, mengeksplorasi potensi sumber daya alam dan budaya lokal. Tradisi sedekah desa di situs budaya Syeh Amiluhur, dengan nasi tumpeng besar, memperkuat ikatan sosial masyarakat hutan. Di Kampung Adat Segunung, ritual Wiwit Kopi dan Sedekah Bumi digelar saat musim panen, menjaga harmoni dengan alam. Bahkan, tradisi unik seperti Grebeg Tahu di Sumbermulyo mencerminkan ketergantungan masyarakat pada usaha pengolahan tahu sebagai bagian dari ekonomi agraris.

Sarasehan Budaya Sanggar Seni Tri Budaya Jatiwates Kesamben Jombang
Nona Nur Madina dari Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Jombang menyampaikan materi pada Sarasehan Budaya Sanggar Seni Tri Budaya Jatiwates Kesamben Jombang

Harmoni Tradisi dan Teknologi dalam Pertanian Indonesia

Tema sarasehan ini menyoroti harmoni antara tradisi dan teknologi. Di Indonesia, kearifan lokal dalam pertanian telah ada sejak zaman nenek moyang, selalu selaras dengan alam. Contohnya, gotong royong dalam bercocok tanam di desa-desa Cilacap, yang menciptakan harmoni lahan dan kehidupan. Sistem pertanian terpadu menggabungkan kearifan lokal dengan inovasi, berkontribusi pada ketahanan pangan desa. Namun, perkembangan teknologi pertanian modern menggantikan metode tradisional yang dianggap kurang efektif, meski tujuannya meningkatkan produksi.

Jejak awal bercocok tanam di Bali, dengan alat-alat pertanian kuno, menunjukkan evolusi dari tradisi ke teknologi. Inovasi seperti pertanian presisi menggunakan data untuk efisiensi, sementara menjaga keberlanjutan. Dalam industrialisasi, harmoni teknologi dan tradisi diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hayati, meski deforestasi untuk pertanian menjadi tantangan. Dengan menciptakan harmoni antara inovasi dan kearifan lokal, pertanian berkelanjutan dapat dibangun. Di kebun buah, perpaduan irigasi tradisional dengan teknologi modern meningkatkan efisiensi. Di Cilacap, gotong royong tetap menjadi pondasi meski teknologi hadir.

Perspektif Budaya dalam Pertanian Jawa

Dari perspektif budaya Jawa, pertanian bukan sekadar ekonomi, melainkan ritual dan filosofi hidup. Tradisi Wiwitan, ritual sakral sebelum panen padi, berasal dari kata “wiwit” yang berarti mulai, mencerminkan kearifan berkelanjutan. Sistem pertanian tradisional Jawa memiliki sejarah panjang, terekam dalam peninggalan arkeologis dan etnografis. Di Desa Dero, Ngawi, istilah-istilah Jawa unik dalam menanam padi melestarikan kearifan lokal. Slametan sebelum tanam berbeda-beda, tergantung tujuan, memperkuat ikatan sosial petani Adat Jawa.

Bahasa dalam budaya Jawa terkait pertanian padi di Desa Bangsri, Karanganyar, dikaji melalui etnolinguistik, menunjukkan bentuk bahasa yang mencerminkan aktivitas agraris. Budaya agraris Jawa menggunakan peribahasa sebagai gejala kebudayaan, menunjukkan keterikatan masyarakat dengan tanah. Makna waris dalam regenerasi petani Jawa dilihat dari konsep budaya pemuda masuk sektor pertanian. Ketahanan pangan dari perspektif budaya Madura dan Jawa mengeksplorasi pandangan masyarakat tentang pangan. Pembelajaran budaya petani miskin berbasis kearifan lokal mendidik generasi muda mengenal budaya pertanian. Leksikon persawahan memiliki makna budaya terkait ritual penanaman padi.

Detail dan Dampak Sarasehan

Sarasehan dimulai pukul 19.30 WIB dengan sambutan dari perwakilan Disdikbud, diikuti diskusi panel tentang integrasi teknologi seperti drone untuk pemantauan tanaman dengan ritual tradisional. Peserta, sekitar 100 pemerhati budaya, termasuk petani, seniman, dan akademisi, berbagi pengalaman. Di Sanggar Seni Tri Budaya, yang terkait dengan pelestarian wayang topeng, acara ini juga menyertakan pertunjukan tari Remo Bapang Jatiduwur untuk regenerasi.

Dampaknya luas: memperkuat ketahanan pangan melalui harmoni budaya dan teknologi, serta regenerasi petani muda. Di Jombang, inisiatif ini mendukung stabilitas pangan melalui program dinas pertanian.

Kesimpulan

Sarasehan ini menjadi momentum untuk harmonisasi tradisi dan teknologi dalam pertanian, menjaga perspektif budaya Jawa tetap relevan. Dengan dukungan Disdikbud Jombang, acara pada 24 September 2025 ini diharapkan menginspirasi aksi nyata untuk pelestarian budaya agraris.

Tinggalkan Balasan