Mengamankan Filosofi Keselamatan Komunal Melalu Pengusulan HKI Tumpeng Sewu sebagai Pengetahuan Tradisional

Tradisi Syukur dan Tolak Bala Suku Osing

Di antara kekayaan budaya Suku Osing di Kabupaten Banyuwangi, terdapat sebuah ritual komunal yang dilaksanakan setiap tahun baru Islam (1 Muharram) di Desa Kemiren: Tumpeng Sewu. Secara harfiah, “Tumpeng Sewu” berarti Seribu Tumpeng, sebuah gambaran visual yang luar biasa dari kebersamaan dan rasa syukur.

Tumpeng Sewu adalah ritual agung yang berfungsi sebagai tolak bala dan permohonan keselamatan bagi seluruh warga desa selama satu tahun ke depan. Uniknya, ritual ini tidak hanya melibatkan aspek perayaan, tetapi juga serangkaian pengetahuan tradisional (PT) yang sangat spesifik, diwariskan turun-temurun, yang membuatnya berbeda dari tradisi tumpengan di daerah lain.

Keunikan Tumpeng Sewu:

  1. Fokus Komunal: Ribuan tumpeng yang dibuat harus diletakkan di depan setiap rumah dan kemudian disantap bersama, menciptakan bentangan tumpeng di sepanjang jalan desa.
  2. Jenis Makanan Spesifik: Tumpeng harus disajikan dengan lauk-pauk khusus yang disebut Pecel Pitik (ayam panggang yang dimasak dengan bumbu parutan kelapa).
  3. Ritual Pendukung: Dilaksanakan beriringan dengan ritual Ider Bumi (mengelilingi desa) yang dipimpin oleh tetua adat.
  4. Waktu Pelaksanaan: Wajib dilaksanakan pada malam 1 Muharram (Suro) menurut penanggalan Jawa/Islam.

Pengetahuan tentang cara membuat Pecel Pitik yang otentik, tata cara penyusunan tumpeng, urutan ritual Ider Bumi, dan makna filosofis di baliknya, adalah inti dari Pengetahuan Tradisional (PT) yang perlu dilindungi. Seiring modernisasi dan penggunaan Tumpeng Sewu sebagai daya tarik pariwisata, terdapat risiko PT ini terdistorsi atau disalahgunakan tanpa pengawasan.

Oleh karena itu, wacana strategis Pengusulan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas Tumpeng Sewu sebagai Pengetahuan Tradisional (PT) pada tahun 2025 menjadi sangat penting. Langkah ini adalah inisiatif budaya untuk membangun “pagar hukum” bagi ilmu pengetahuan di balik ritual ini, demi menjamin pelestarian, otentisitas, dan manfaatnya bagi komunitas Kemiren.


 

Manfaat Pengusulan HKI bagi Pelestarian Pengetahuan Tradisional Tumpeng Sewu

Pengusulan HKI untuk Tumpeng Sewu berfokus pada kategori Pengetahuan Tradisional (PT), yang merupakan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Ini adalah perlindungan terhadap resep, metode, dan filosofi yang melekat pada tradisi tersebut, bukan hanya pada bentuk tumpengnya.

1. Perlindungan Hukum Resep dan Metode Otentik

Manfaat utama HKI adalah menyediakan perisai hukum terhadap pencurian atau distorsi ilmu pembuatan Tumpeng Sewu dan Pecel Pitik.

  • Melindungi Resep Pecel Pitik: Dengan dicatatkannya PT, resep otentik Pecel Pitik (bumbu, cara memanggang, penyajian) yang hanya diketahui oleh sesepuh Desa Kemiren tidak dapat diklaim atau dipatenkan oleh perusahaan makanan komersial dari luar Banyuwangi. HKI menjamin bahwa resep tersebut adalah milik komunal.
  • Mencegah Distorsi Ritual: PT yang terdata meliputi urutan ritual Ider Bumi, tata cara doa, dan penentuan waktu. Ini mencegah pihak pariwisata luar memodifikasi atau membuat replika ritual Tumpeng Sewu dengan cara yang salah dan merusak makna spiritualnya.

2. Katalisator Kodifikasi dan Dokumentasi Ilmiah

Pengetahuan Tumpeng Sewu sebagian besar diwariskan secara lisan. HKI akan memaksa proses dokumentasi sistematis yang menyelamatkan ilmu tersebut dari kepunahan.

  • Penyusunan Manual PT: Untuk pengajuan HKI, tim harus menyusun naskah deskripsi yang detail, mencakup:
    • Metode Pemasakan: Bahan, bumbu, dan langkah otentik pembuatan Pecel Pitik.
    • Filosofi Simbol: Makna di balik tumpeng yang berbentuk kerucut, lauk-pauknya, dan alas daun pisang yang digunakan.
    • Tata Cara Ritual: Urutan lengkap ritual Ider Bumi, doa-doa yang diucapkan, dan penentuan titik-titik ritual di desa.
  • Arsip Hidup: Dokumen HKI ini akan menjadi “Kitab Pakem” resmi. Jika sesepuh yang mengetahui resep otentik berpulang, ilmunya tidak akan hilang dan dapat dipelajari oleh generasi muda dari arsip yang dilindungi negara.

3. Penguatan Posisi Tawar Komunitas

HKI mengubah status Tumpeng Sewu dari sekadar tradisi lokal menjadi Aset Intelektual Nasional yang bernilai.

  • Bargaining Power (Kekuatan Tawar): Jika ada pihak luar (misalnya brand kuliner nasional, media, atau peneliti asing) yang ingin menggunakan resep, citra, atau metode Tumpeng Sewu, komunitas (diwakili Pemkab) memiliki dasar hukum untuk melakukan negosiasi lisensi dan benefit sharing (pembagian manfaat) yang adil.
  • Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Otentisitas: Penjualan kuliner Pecel Pitik yang diklaim “Resep Resmi PT Tumpeng Sewu” dapat memiliki nilai jual dan otentisitas yang lebih tinggi, menguntungkan UMKM lokal Desa Kemiren.

Peta Jalan 2025: Langkah Pengusulan HKI Tumpeng Sewu

Pengusulan HKI PT Tumpeng Sewu harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat sentuhan spiritual dan kelembagaan adat yang terlibat.

Fase 1: Inisiasi dan Konsolidasi Lembaga Adat

  1. Motor Penggerak: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi harus bekerja sama langsung dengan Lembaga Adat Desa Kemiren dan Kepala Desa.
  2. Musyawarah Adat: Mengumpulkan semua pemangku kepentingan, termasuk tetua adat (Sesepuh) yang bertanggung jawab atas ritual, ahli waris resep Pecel Pitik, budayawan Osing, dan perwakilan warga.
  3. Kesepakatan Kolektif: Mendapatkan persetujuan penuh untuk mendokumentasikan PT, sekaligus menyepakati batasan kerahasiaan (mana ilmu yang bisa diumumkan/dicatat HKI, dan mana yang harus tetap menjadi rahasia adat).
  4. Pembentukan Tim Ahli: Terdiri dari Pemkab (fasilitator), Tetua Adat (narasumber), Ahli Gizi/Kuliner (untuk mendokumentasikan resep), dan Antropolog (untuk mencatat filosofi dan ritual).

Fase 2: Inventarisasi dan Dokumentasi Pengetahuan Tradisional (PT)

Tim Ahli harus fokus pada tiga pilar PT Tumpeng Sewu:

  1. Dokumentasi Kuliner: Mencatat resep Pecel Pitik secara rinci (bahan, takaran, proses memasak, cara penyajian tumpeng) melalui observasi langsung dan wawancara mendalam dengan juru masak atau ahli waris resep.
  2. Dokumentasi Ritual (Non-Fisik): Mencatat urutan ritual Ider Bumi (doa, mantra, titik-titik perhentian, barang yang dibawa) dan waktu pelaksanaannya.
  3. Dokumentasi Filosofis: Mencatat makna simbolis di balik Seribu Tumpeng (persatuan, keselamatan), Pecel Pitik (kekuatan, tolak bala), dan waktu 1 Muharram/Suro (pembersihan, awal baru).

Fase 3: Penyusunan Naskah Deskripsi PT dan Pengajuan

  1. Penyusunan Naskah: Hasil inventarisasi dituangkan dalam Naskah Deskripsi Pengetahuan Tradisional (PT) yang detail, mencakup aspek kuliner, ritual, dan filosofis. Naskah ini harus ditandatangani oleh tetua adat Kemiren sebagai validasi.
  2. Penunjukan Wali Data: Pemkab Banyuwangi ditunjuk sebagai Wali Data yang secara hukum mewakili kepentingan komunitas Kemiren.
  3. Pengajuan Administratif: Wali Data mengisi formulir permohonan Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) kategori PT secara online ke DJKI.
  4. Pengunggahan Dokumen: Melampirkan Naskah Deskripsi PT, bukti-bukti visual/audio (video ritual), dan surat pernyataan kepemilikan komunal.

Fase 4: Verifikasi, Publikasi, dan Penerbitan

  1. Pemeriksaan DJKI: DJKI memeriksa kelengkapan administrasi dan substansi (keunikan dan kejelasan PT).
  2. Masa Pengumuman: Permohonan dipublikasikan di Berita Resmi KIK untuk memberi waktu sanggahan publik.
  3. Pencatatan: Setelah lolos, DJKI menerbitkan Surat Pencatatan Inventarisasi KIK. Tumpeng Sewu resmi tercatat sebagai Pengetahuan Tradisional milik komunal Desa Kemiren, Banyuwangi.

Dampak HKI Tumpeng Sewu Terhadap Warga Komunal (Menjawab Pertanyaan 3)

Persetujuan HKI PT Tumpeng Sewu akan membawa dampak yang transformatif, langsung menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan kultural warga Desa Kemiren.

1. Kesejahteraan Komunitas Berbasis Kuliner dan Ritual

HKI mengubah kuliner dan ritual menjadi aset ekonomi yang terlindungi.

  • Sertifikasi Produk Kuliner: Resep Pecel Pitik yang bersertifikat HKI PT dapat dijadikan standar otentik untuk produk kuliner Desa Kemiren. UMKM lokal dapat menggunakan label “Resep Otentik PT Tumpeng Sewu Dilindungi HKI” (atau sejenisnya) yang meningkatkan kepercayaan konsumen dan nilai jual.
  • Benefit Sharing dari Pariwisata: HKI menjadi dasar hukum bagi Pemkab untuk menyusun Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur retribusi atau royalti dari pemanfaatan komersial citra Tumpeng Sewu oleh pihak luar (misalnya, tour organizer atau media). Dana ini wajib dialokasikan kembali untuk kepentingan komunal, seperti:
    • Dana santunan bagi tetua adat.
    • Modal pengembangan UMKM kuliner di Kemiren.
    • Biaya operasional ritual tahunan.

2. Penguatan Otoritas Adat dan Pelestarian Nilai

HKI memberikan kekuatan legal bagi lembaga adat untuk menjaga keotentikan spiritual tradisi.

  • Barier Melawan Komersialisasi Berlebihan: Lembaga Adat Kemiren, dengan dukungan HKI, dapat lebih tegas menolak atau membatasi intervensi pariwisata yang merusak kesakralan ritual. Misalnya, membatasi kunjungan saat ritual inti berlangsung atau melarang endorsement yang tidak sesuai.
  • Pendidikan Berbasis PT: Pengetahuan tradisional Tumpeng Sewu (resep, filosofi, ritual) yang telah dikodifikasi dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan lokal atau program pelatihan juru masak dan tour guide di Banyuwangi, menjamin akurasi informasi yang disampaikan.

3. Peningkatan Solidaritas dan Reputasi Desa

Pengakuan HKI memperkuat ikatan sosial dan citra Desa Kemiren.

  • Kebanggaan Komunal: Warga Kemiren akan merasa memiliki warisan yang diakui dan dilindungi negara. Ini memperkuat solidaritas dan komitmen kolektif untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Tumpeng Sewu setiap tahun.
  • Destinasi Wisata Adat Unggulan: Kemiren akan semakin dikenal sebagai “Desa Adat Berbasis PT yang Terlindungi HKI”. Ini menarik wisatawan minat khusus (budaya dan sejarah) dan mengangkat reputasi Banyuwangi di tingkat nasional dan internasional.

Masa Depan yang Dibangun di Atas Warisan

Pengusulan HKI Pengetahuan Tradisional Tumpeng Sewu pada tahun 2025 adalah langkah paling progresif dan bijak. Ini adalah sebuah upaya untuk mengamankan ilmu pengetahuan yang telah menjaga keselamatan dan persatuan komunitas Kemiren selama berabad-abad.

HKI tidak membuat Tumpeng Sewu menjadi kaku; sebaliknya, ia menjamin bahwa inovasi dan komersialisasi di masa depan akan tetap berakar pada pakem otentik yang telah disepakati dan dilindungi. Dampak positifnya adalah siklus berkelanjutan: perlindungan hukum menghasilkan manfaat ekonomi, yang kemudian digunakan untuk membiayai regenerasi dan pelestarian tradisi itu sendiri.

Dengan HKI di tangan, Tumpeng Sewu akan terus menjadi simbol kebersamaan Suku Osing, di mana setiap hidangan Pecel Pitik bukan hanya makanan, tetapi perwujudan dari pengetahuan, filosofi, dan sejarah yang dilindungi oleh negara.

Tinggalkan Balasan