The Jombang Taste kali ini membagikan artikel cerita rakyat Sumatera Barat untuk Anda. Pada zaman dahulu kala di Padang ada sebuah pelabuhan yang terkenal, namanya Pelabuhan Perdagangan Pariaman, pelabuhan perdagangan ini begitu ramai. Banyak kapal barang yang berlabuh, ada yang datang dari Banten dan Aceh, bahkan dari Portugis dan Cina. Sebutlah seorang pemuda bernama Anggun nan Tongga. Ibunya meninggal sewaktu melahirkan. Ayahnya, Tuanku Rajo Mudo, pergi bertapa ke Gunung Ledang. Anggun dipelihara ibu Suto Suri, adik ibunya sendiri.
Anggun lebih suka tinggal di kampung daripada merantau seperti teman-temannya. Lagipula jika ia hendak merantau pasti tidak diizinkan oleh Ibu Suto Suri. Untuk menambah wawasan Anggun sering belajar dan bertanya tentang negeri-negeri lain. Mandeh Suto Suri sangat khawatir jikaAnggun pergi merantau.
Cerita hikayat Anggun Nan Tongga menyatakan bahwa ketiga saudara mandeh Suto Suri tidak pernah pulang setelah pergi merantau. la takut Anggun pun tidak pulang kembali jika pergi merantau. Oleh karena itu, agar tetap tinggal di kampung, Anggun dipertunangkan dengan Gandoria. Gandoria adalah putri dari Nakodo Rajo di Tiku.
Suatu hari Anggun nan Tongga dihina oleh seorang pendatang, sebagai orang yang pengecut karena tidak berani merantau untuk mencari mamaknya. Beberapa malam Anggun tidak dapat tidur mengingat pelecehan itu. la khawatir kalau ketiga mamaknya menjadi budak. Apalagi salah seorang mamaknya itu adalah ayah Gandoria. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari ketiga mamaknya.
Dengan berat hati mandeh Suto Suri dan Gandoria merelakan kepergian Anggun. Gandoria berpesan agar nanti setibanya di tanah rantau, Anggun mengirimkan cinderamata untuknya. Setelah memilih hari yang baik menurut ilmu pelayaran, Anggun berangkat dengan kapal layar yang bernama Dandang Panjang. Kapal itu milik Malin Cik Mas, nahkoda yang sudah berpengalaman. Kapal itu memiliki meriam dan senapan untuk menangkal serangan bajak laut.
Hikayat Anggun Nan Tongga
Setelah lama berlayar dan mengunjungi berbagai pelabuhan, masih belum ada kabar berita keberadaan ketiga mamaknya. Pada suatu hari, dari jauh Anggun melihat sebuah pulau. Akan tetapi, Malin Cik Mas membelokkan kapal dari pulau itu. Anggun diberi tahu bahwa nama pulau itu adalah Binuang Sati. Pulau itu adalah markas para perampok. Walau demikian Anggun tetap ingin pergi ke sana untuk mencari mamaknya.
Cerita rakyat Sumatera Barat masih berlanjut. Setengah pelayaran ke arah pulau itu, muncullah sebuah kapal layar berwarna hitam. Kapal itu adalah kapal Palimo Bajau, pemimpin bajak laut yang ditakuti. Awak kapal menjadi gempar. Anggun adalah seorang yang pemberani. Dengan gagah berani diperintahkannya agar kapal tetap mengarah pada kapal perompak itu. Ketika jarak kedua kapal telah semakin mendekat, kapal Palimo Bajau memutar haluan ke kiri untuk mengelakkan tabrakan.
Setelah itu, Anggun nan Tongga menantang Palimo Bajau untuk bertarung. Palimo Bajau adalah orang yang sombong. Dia melompat ke kapal Dandang Panjang sendirian. Pertarungan satu lawan satupun terjadi. Setelah bertarung lama, akhirnya Anggun berhasil mengalahkan Palimo Bajau. Dengan demikian anak buah bajak laut itu menyerah kepada Anggun. Kapal bajak laut itu juga menjadi milik Anggun. Kapal Dandang Panjang dan Kapal Palimo Bajau bersamaan memasuki pelabuhan pulau Binuang Sati. Di pulau itu banyak terdapat tawanan para perompak. Di sana Anggun disambut gembira karena telah berhasil mengalahkan perompak.
Anggun bertanya dalam hati, “Apakah mamakku ada di antara mereka?” kemudian Anggun menanyakan asal-usul para tawanan. Akhirnya Anggun menemukan salah seorang mamaknya yang bernama Nakodo Rajo. Nakodo Rajo kemudian dijadikan penghulu di pulau itu. Cerita rakyat Sumatera Barat menyatakan bahwa Anggun kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari mamaknya yang lain.
Malin Cik Mas diperintahkan kembali ke Pariaman untuk mengabari Gandoria. Akan tetapi, Malin Cik Mas ternyata berkhianat. la mengabari Gandoria bahwaAnggun telah tewas dibunuh perompak. Anggun terus berlayar mengarungi lautan. Pada suatu hari, kapal Anggun terkena badai sehingga terdampar di Pulau Ranggas Jati.
Di pulau itu tinggal seorang alim. Karena jenggotnya yang sangat panjang, ia dijuluki Tuanku Panjang Janggut. la tinggal bersama anak gadisnya yang bernama Puti Santan Manih. Nama yang sesuai dengan wajahnya yang cantik dan manis. Setelah saling menceritakan asal-usul, ternyata Tuanku itu adalah salah seorang mamak Anggun.
Anggun tinggal di pulau itu untuk mengganti tiang kapal yang patah dan memperbaiki badan kapal yang rusak terkena badai. Suatu hari Tuanku Panjang Janggut meminta Anggun untuk menjadi menantunya, anggun tidak segera menjawab permintaan itu. Dia teringat pada Gandoria. Dia juga harus mencari mamaknya yang lain.
Setelah tiang kapal dan badan kapal yang rusak selesai diperbaiki, Anggun kembali berlayar. Mamaknya yang satu lagi diketahui tinggal di tanah Koto Tanau. Setibanya di Koto Tanau, Anggun segera menemui mamaknya. Dari’ketiga mamaknya, Mangkudang Satilah yang paling berhasil. Di sana Mangkudang Sati menjadi raja yang adil dan bijaksana dalam memerintah.
Cerita Rakyat Sumatera Barat
Dalam cerita hikayat Anggun nan Tongga dikatakan bahwa Mangkudang Sati mempunyai seorang anak gadis bernama Andam Dewi. Wajahnya sangat cantik. Mangkudang Sati pun meminta Anggun bersedia menikah dengan Andam Dewi. Setelah dipertimbangkan masak-masak, akhirnya Anggun bersedia menikah dengan Andam Dewi.
Meskipun sungguh hidup senang dan bahagia bersama Putri Andam Dewi, Anggun merasa tugasnya belum selesai. Hatinya tidak akan tenteram bila belum mengetahui secara pasti keadaan mamak-mamaknya dan juga Gandoria. Oleh karena itu, Anggun memutuskan kembali ke Pariaman.
Sebelum pergi, Anggun menitipkan seorang kate untuk Gandoria kepada seorang pedagang yang berangkat terlebih dahulu. Orang kate itu pandai melucu. Namanya si Burung Nuri. Anggun mengirimkan orang kate itu sesuai dengan permintaan Gandoria ketika Anggun dahulu akan pergi. Anggun kemudian pergi untuk pulang kampung. Dalam perjaianan Anggun singgah di Pulau Binuang. la menjemput mamaknya, Nakodo Rajo untuk bersama-sama pulang ke kampung halaman.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di Pariaman. Anggun sangat khawatir bila nanti bertemu Gandoria. Bagaimana perasaan Gandoria tidak berada di rumah. Tidak seorang pun yang tahu kemana perginya. Anggun kemudian sadar bahwa hati Gandoria terluka. Pastilah si Burung Nuri telah bercerita tentang pernikahannya dengan Andam Dewi.
Dalam kisah legenda rakyat Sumatera Barat dikatakan bahwa setelah tujuh hari mencari keterangan, barulah Anggun menemukan Gandoria. Gandoria sedang berbaring di atas batu di sebuah bukit yang tandus. Tak satu kata pun yang terucapkan. Mereka menangis karena haru. Kemudian Anggun mengajak Gandoria pulang. Akan tetapi, Gandoria meminta agar dicarikan air minum.
Setelah mengambil air minum, Anggun terkejut karena Gandoria telah hilang. Anggun segera mencari Gandoria. Anggun mendapat keterangan bahwa Gandoria ternyata dibawa oleh KatikAlamsudin. Anggun mendatangi rumah Katik Alamsudin. Dihampirinya Gandoria. Melihat kedatangan Anggun, Katik Alamsudin segera menghadang. Oleh karena itu, terjadilah perdebatan di antara mereka.
Anggun nanĀ Tongga sadar bahwa tidak baik berkelahi di rumah orang. Dia kemudian menantang Katik Alamsudin berkelahi di Padang Siantah. Pertarungan pun tak dapat dielakkan lagi. Keduanya sama-sama kebal. Tak setetes darahpun keluar meskipun masing-masing terkena pisau.
Akhirnya, mereka berdua kehabisan tenaga. Dengan napas terengah-engah Anggun menanyakan siapa guru Katik Alamsudin. Katik Alamsudin menerangkan bahwa gurunya adalah Tuanku Haji Mudo yang tak lain adalah ayah Anggun. Mereka berdua kemudian saling berpelukan dan saling meminta maaf. Setelah itu, Katik Almasudin merelakan Gandoria menikah dengan Anggun.
Legenda Anggun Nan Tongga
Cerita rakyat Sumatera Barat masih berlanjut. Santan Manih yang tinggal di Pulau Ranggas Jati sedih ketika mendengar kabar bahwa Anggun menikah dengan Andam Dewi. Meskipun demikian, ia dapat menerimanya dengan tabah. Akan tetapi, ketika ia mendengar bahwa Andam Dewi meninggal saat melahirkan, tergerak hatinya untuk menemui Anggun. Dia pun kemudian datang ke Pariaman. Setibanya di Pariaman, Santan Manih bertemu dengan Alamsudin, pemuda yang tampan. Mereka akhirnya saling jatuh cinta.
Hari pernikahan Alamsudin dan Santan Manih dilangsungkan bersamaan dengan hari pernikahan Anggun dan Gandoria. Namun, sebelum menikah, Anggun ingin bertemu dengan ayah yang belum pernah ditemuinya sejak kecil. Gandoria dan Bujang Salamat ikut menemani Anggun pergi ke Gunung Ledang.
Setelah melewati perjalanan yang jauh, sampailah mereka di batu di puncak bukit yang tandus. Tempat itu dahulu adalah tempat Anggun menemui Gandoria. Ayah Anggun, Tuanku Rajo Mudo, adalah seorang tua beruban dan berjenggot panjang. la memakai pakaian serba putih.
“Permintaanku dikabulkan. Sebelum mati, aku harus bertemu kalian,” katanya dengan suara parau dan lirih. Oleh karena itu, Anggun nan Tongga dan Gandoria pun segera berlutut dalam pelukan orang tua itu.
Kemudian Anggun menceritakan pengalaman hidupnya dan rencananya menikah dengan Gandoria. “Ketahuilah Anggun, pada waktu kau dilahirkan, ibumu meninggal. Kau diasuh oleh adik ibumu yang belum menikah, yaitu Suto Suri. Akan tetapi, banyak wanita yang menyusuimu. Salah seorang diantaranya adalah Amai Amanah, ibu Gandoria. Artinya, kalian berdua bersaudara sesusuan dan menurut agama kita, kalian tidak boleh menikah.”
Anggun dan Gandoria sangat terkejut mendengar berita itu. Kemudian, mereka berpelukan erat. Mereka bertiga saling berpelukan. Pada saat itu, seberkas sinar keluar dari langit tepat mengenai ketiga orang itu. Bujang Salamat sangat terkejut sehingga tidak sadarkan diri. Ketika terbangun, dia tidak melihat Anggun, Gandoria maupun Tuanku Rajo Mudo. Kiranya mereka telah kembali ke alam baka.
Demikian The Jombang Taste membagikan kisah legenda Anggun Nan Tongga dari Sumatera Barat. Pesan moral cerita rakyat Sumatera Barat ini adalah supaya kita selalu menjaga hubungan kekerabatan dengan saudara. Amanat cerita rakyat Sumatera Barat ini adalah persaudaraan lebih utama daripada harta. Semoga hikayat Anggun Nan Tongga ini bisa menambah wawasan Anda.
Daftar Pustaka:
Ara, LK. 2008. Cerita Rakyat dari Aceh. Jakarta: Grasindo.
Danandjaja, James. Cerita Rakyat dari Bali. Jakarta: Grasindo.
Hidayat, Kidh 2008. Dongeng Rakyat Se-Nusantara. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Abdulwahid, dkk. 2008. Kodifikasi Cerita Rakyat Daerah Wisata Pangandaran, Jawa Barat. Bandung: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Lubis, Pangaduan Z. 1996. Cerita Rakyat dari Simalungun (Sumatera Utara). Jakarta: Grasindo.
Navis, A.A. 2001. Cerita Rakyat dari Sumatra Barat. Jakarta: Grasindo.
Rahimsyah. 2001. Kumpulan Cerita Rakyat dan Sejarah Nasional. Surabaya: Terbit terang.
Reza, Marina Asril. 2008. Cerita Terbaik Asli Nusantara. Jakarta: Visimedia.
Tim Optima Pictures. 2010. Cerita Nusantara Kumpulan Dongeng, Epos, Fabel, Legenda, Mitos dan Sejarah. Jakarta: TransMedia.
Soemanto, Bakdi. 2003. Cerita Rakyat dari Yogyakarta. Jakarta: Grasindo.
Sumardiyanto, Anwar dan Eka Katminingsih. 2011. Cerita Rakyat. Sidoarjo: Dunia Ilmu.
Ceritanya terlalu panjang. Agak melelahkan untuk membaca sampai habis. Overall, this is one of my fav post.
Cerita ini bagus dan layak dibaca murid SD. Terima kasih mas.
Cerita yg bagus utk direnungkan.
Hikmahnya adalah jgn lupakan persaudaraan.
Cerita yg bikin kita ingat keluarga di rumah. Hiks!
bagus seklai ceritanya. thanks.
Kalau tidak salah..saya baca di tambo…itu malin cik ameh lidah ma tangan nya di potong ma nan tungga..karna lidah nya br kata bohong tentang pesan nan tungga..tangan ny di potong karna megang nan tungga..dan kaki nya di potong 1 karna melangkah kerumah gondaria dengan kebohongan..